Al-Mushthafa; Manusia Pilihan yang Disucikan adalah salah satu buku
pegangan Syiah di Indonesia yang ditulis Jalaluddin Rakhmat (JR) untuk
melegalkan praktik caci-maki mereka kepada para sahabat Nabi saw.
Selain itu, di antara propaganda buku ini adalah usaha untuk menjatuhkan
kitab-kitab hadis Kaum Muslimin. Membuat kaum Muslimin hilang kepercayaan
terhadap sabda-sabda Nabi yang dikumpulkan oleh para ulama terutama Imam
Bukhari dan Imam Muslim.
Contoh kasus yang dia gunakan mengenai “keislaman” Abu Thalib, paman Nabi
saw. Beberapa hadis dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim memuat keterangan
dari Nabi Muhammad Saw, bahwa Abu Thalib meskipun banyak membela keponakannya dalam
dakwah tetap saja ia termasuk penghuni Neraka karena sampai akhirnya hayatnya
tidak mau mengucapkan kalimat Lailaha Illallah.
Untuk memahami masalah ini lebih dalam kita langsung masuk ke inti masalah.
Dimulai dengan hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim:
حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ
الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ، قَالَ: سَمِعْتُ الْعَبَّاسَ، يَقُولُ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أَبَا طَالِبٍ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَنْصُرُكَ فَهَلْ نَفَعَهُ
ذَلِكَ؟ قَالَ: «نَعَمْ،
وَجَدْتُهُ فِي غَمَرَاتٍ مِنَ النَّارِ، فَأَخْرَجْتُهُ إِلَى ضَحْضَاحٍ».
Berikut ini komentar Jalaluddin Rakhmat:
Lalu mengapa ada
hadis dhahdhah di atas? Mari kita telaah hadis-hadis tadi, secara
kritis:
Jika kita
perhatikan orang-orang yang meriwayatkan hadis (rijal), hampir semuanya
termasuk rangkaian pendusta atau mudallis, atau tidak dikenal. Muslim menerima
hadis ini dari Ibnu Abi Umar yang dinilai para ahli hadis sebagai majhul. Ibnu
Abi Umar menerimanya dari Sufyan al-tsauri. Sufyan disebutkan oleh al-Dzahabi
dalam Mizan al-‘Itidal sebagai “innahu yudallisu wa yaktubu min
al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para
pendusta. Sufyan al-tsauri menerimanya dari Abdul Malik bin ‘Umayr, yang
panjang usianya dan buruk hapalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya
hapalannya. Sudah berubah daya hapalnya. Kata Imam Ahmad: lemah dan salah. Kata
Ibnu Mu’in: Membingungkan. Syu’bah tidak senang
kepadanya. Menurut al-Kawsaj dari Ahmad: dha’if jiddan, sangat
lemah. Kata Ibnu Hibban: mudallis (Lihat Mizan al-I’tidal 22: 690).
(al-Mushthafa,
hal 138)
Selain hadis dalam Shahih Muslim, ia juga mengkritik hadis yang berada
dalam Shahih Bukhari:
حَدَّثَنَا
أَبُو اليَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ المُسَيِّبِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا
طَالِبٍ الوَفَاةُ، جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ
المُغِيرَةِ، فَقَالَ: "
أَيْ عَمِّ قُلْ: لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ
اللَّهِ " فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ،
وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ
المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ [ص:113]، وَيُعِيدَانِهِ بِتِلْكَ المَقَالَةِ، حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ
آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ:
لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.
Berikut ini komentarnya terhadap hadis dalam Shahih Bukhari di atas:
Al-Hawzani, Kata
al-Dzahabi ia dilemahkan oleh Ibnu Qathan karena hadisnya mursal (Mizan
al-I’tidal 4: 589); Syu’aib, tidak dikenal dan al-Dzahabi banyak
menyebut orang yang namanya Syu’aib. Kebanyak daif, pembohong, bodoh, dan hadisnya
tidak diragukan (Mizan al-I’tidal 2: 275-8); Al-Zuhri, termasuk
yang sangat membenci Imam Ali. Ibnu Abil Hadid memasukkannya dalam kelompok
pencipta hadis maudhu’ (bikinan); Sa’id bin Musayyab, kata Ibnu
Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, pernah meriwayatkan hadis ini,
“Barangsiapa yang mati mencintai Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan menyayangi
Muawiyah wajib bagi Allah untuk tidak memeriksanya pada hari kiamat.”
(al-Mushthafa,
hal 145)
Belum puas dengan ini, manuvernya ia lanjutkan. Kritikan berikutnya kembali
kepada Shahih Muslim:
وحَدَّثَنِي
حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ وَهْبٍ،
قَالَ: أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ
بْنُ الْمُسَيِّبِ، عَنْ أَبِيهِ،
قَالَ: لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ، وَعَبْدَ اللهِ بْنَ
أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " يَا عَمِّ، قُلْ:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ "،
فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ، أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟ فَلَمْ
يَزَلْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ،
وَيُعِيدُ لَهُ تِلْكَ الْمَقَالَةَ حَتَّى قَالَ أَبُو
طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ
عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ
لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ»، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {مَا كَانَ
لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
الْجَحِيمِ} [التوبة: 113]، وَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى فِي أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ
لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ
أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ}
Berikut ini kritikannya:
Dalam hadis
Muslim, kita menemukan rangkaian periwayat yang juga daif; Harmalah bin
Abdullah al-Farhadani: daif (Mizan al-I’tidal 1:472); Abdullah bin
Wahab, Imam Ahmad ditanya tentang dia, “Apakah ia suka salah mengambil hadis.”
Ia menjawab, “Benar” (Mizan al-I’tidal: 2: 521-2); Yunus, ada
banyak nama Yunus, di antaranya ada yang pendusta, hapalannya jelek, majhul,
munkar al-hadits (Mizan al-I’tidal: 4: 477-485); Ibnu Syihab,
tidak terdapat dalam kitab-kitab rijal; Muhammad bin hatim al-Samin,
kata al-Fallas: tidak diperhitungkan, kata Ibnu Madini: Pendusta (Mizan
al-I’tidal 3: 503); Yahya bin Sa’id, banyak orang dengan nama ini
dan semuanya dikecam al-Dzahabi sebagai orang-orang mungkar dan daif. Kata
al-Nasa’i: Ia meriwayatkan banyak hadis mawdhu’ dari al-Zuhri (Mizan
al-I’tidal 4: 377-380).
(al-Mushthafa,
hal 145)
Kebohongan yang Rapuh pun Terbongkar
Membaca kritikan Jalaluddin Rakhmat terhadap para perawi di atas membuat
kita terperanjat. Sebegitu rendahkah kualitas para perawi Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim?
Mari kita coba kembali melihat kitab-kitab rujukan yang dia gunakan dalam
mengkritik para perawi tersebut.
*Penomoran di bawah untuk mengurutkan jumlah kebohongannya. Baik itu
berbohong atas nama perawi maupun berbohong atas nama Ulama ahl Jarh wa
at-ta’dil.
Hadits pertama
1. Hadis tentang dhahdhah, kita lihat satu persatu (sanadnya),
dia (JR) katakan bahwa “Jika kita perhatikan orang-orang yang meriwayatkan
hadis atau rijalnya hampir semua termasuk rangkaian para pendusta atau mudallis
atau tidak dikenal” , Mari kita liat satu persatu (untuk membuktikan
kebenaran pernyataannya).
2. dan 3. Perawi Pertama : Ibn Abi Umar, kata JR orang ini menurut “Para
ahli hadis sebagai majhul”, ada dua pertanyaan untuk JR disini, Siapa para
ahli hadis yang dimaksudkan? dan (kedua) majhulnya ini, majhul hal atau majhul
‘ain? Majhul hal artinya seorang perawi yang tidak diriwayatkan kecuali dua
orang saja, dan majhul ‘ain seorang perawi yang cuma satu yang meriwayatkannya.
Padahal siapa itu Ibn Abi Umar ? Buku-buku rijal hadis semuanya menyebutkan
bahwa dialah Muhammad bin Yahya bin Abi Umar al Adani dan dia diriwayatkan oleh
Muslim, Abu Dawud, Ibn majah, Baqi’ bin Makhlad, Abu Zur’ah ad Dimasyqi, Abu
Zur’ah ar Razi, Abu Hatim ar Razi dan banyak sekali ulama, (kalo begitu) dari
mana dikatakan bahwa dia seorang majhul? padahal begitu banyak sekali perawi
hadis yang meriwayatkan dari dia. (Dua nomor karena berdusta atas Ibnu Abi Umar
dan juga kepada para ahli hadis. Dan seterusnya seperti ini)
4., dan 5. Kemudian perowi yang kedua: Sufyan ats Tsauri. JR mengatakan, “Sufyan disebutkan
oleh al-Dzahabi dalam Mizan al-‘Itidal sebagai “innahu yudallisu wa yaktubu
min al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para
pendusta.” Padahal dalam Mizan al-I’tidal, Imam Al-Dzahabi
menyebutkan seperti ini, “Wa la ‘ibrata liqauli man qala innahu yadallisu wa
yaktubu min al-kadzdzabin” jangan percaya pada orang yang mengatakan bahwa
ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Ucapan Imam
Al-Dzahabi dipotong, sehingga maknanya berubah drastis. (Berbohong atas Sufyan
ats Tsauri dan juga kepada Imam Al-Dzahabi, karena menyimpangkan perkataannya)
6., 7., dan 8. Perawi Ketiga adalah : Abdul Malik bin ‘Umair; di sini
disebutkan beberapa perkataan rijal hadis atau ulama hadis yang melemahkannya
karena usianya sudah tua dan akhirnya buruk hafalannya dan seakan-akan semuanya
sepakat mengatakan seperti itu, di sini juga dikatakan bahwa imam dzahabi
menukil perkataaan ibnu Mu’in, ini juga diantara kesalahan yang fatal dalam
buku ini, yaitu salah dalam menyebutkan nama-nama perawi hadis menunjukkan
bahwa tidak ditelaah dengan baik padahal seharusnya Ibnu Ma’in dan juga di sini
dikatakan bahwa Ibn Hibban mengatakan bahwa Abdul Malik bin ‘Umair mudallis
padahal dalam mizanul I’tidal yang disebutkan disini tidak ada sama sekali
perkataan ibnu hibban bahkan imam dzahabi meyimpulkan dalam bukunya Mizanul
I’tidal (yang katanya dikutip oleh Jalal) bahwa perawi ini Abdul Malik bin
Umair ialah sama dengan Abu Ishak as Sabi’i dan Said al Maqbury yang mana
setelah terjadi ikhtilath padanya dalam artian setelah tua dan hafalannya sudah
buruk maka dia berhenti untuk meriwayatkan hadis. Artinya hadis-hadis yang telah
disampaikan adalah hadis-hadis yang beliau riwayatkan ketika hapalannya masih
kuat, jadi tidak ada persoalan. (Berbohong atas Abdul
Malik bin Umair, Ibnu Hibban, dan Imam Adz-Dzahabi)
9. Dan sungguh
sangat disayangkan dalam buku ini (al-Mustafa) Jalal mengatakan, “Lihat mizanul
I’tidal jilid 22 hal 690”, buku mizanul I’tidal cetakan apa ini? Padahal
Mizanul I’tidal cuma 5 jilid dalam semua cetakannya, lalu jilid 22 ini dari mana?
*nomor 2 sampai 8 membuktikan kebohongan ucapan Jalal di nomor 1.
Hadis yang kedua
10. Hadis yang diriwayatkan oleh imam bukhari, dia (JR) menyebutkan (hadits
ini) sebagai contoh rangkaian rijal yang lemah untuk membantah hadits yang
menyatakan Abu Thalib masuk neraka. Dia (JR) mengatakan dalam buku ini (almustafa,
hal 144) dalam shahih bukhari perawinya orang-orang yang tidak bisa diambil
hadisnya.
11. Perowi pertama: JR
menyebut Abu Yaman adalah al Hawzani; padahal Abu Yaman al Hawzani tidak
meriwayatkan sama sekali dalam Shahih bukhari, kalau kita lihat tahdzibut
tahdzib saja; salah satu buku yang paling kecil dalam rijal hadis, Abu Yaman al
Hawzani disebutkan ibn hajar dengan simbol: mim dal artinya dia ini
cuma diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Marasil dan tidak disebutkan
periwayatannya dalam
shahih bukhari. Maka dia bukan sebagai Abu Yaman yang dimaksudkan
shahih bukhari, tapi abu yaman di sini adalah al Hakam bin Nafi’ yang dikenal
sebagai tsiqah tsabt (terpecaya dan sangat kuat) dan tidak ada khilaf
didalamnya. Dan dia ini Hakam bin Nafi’ al Bahroni bukan al Hawzaini.
12. Perawi kedua:
Kemudian dia (JR) katakan bahwa, “Syuaib tidak dikenal”, subhanallah. Padahal Syuaib ini dalam riwayat ini meriwayatkan dari az
Zuhri dan Syuaib
sebagiamana kata ulama adalah Syuaib bin Abi Hamzah dan dia adalah autsaqun
nas fi az zuhri (dia adalah murid azzuhri yang paling kuat yang
meriwayatkan hadis-hadis dari azzuhri) dan jalal mengatakan “tidak dikenal”,
bagaimana mungkin dikatakan tidak dikenal? padahal dalam buku-buku hadis
sangat-sangat banyak meyebutkan dan memuji Syuaib bin Abi Hamzah ini.
13. Perawi ketiga:
Kemudian dikatakan (oleh JR) bahwa “al Zuhri termasuk orang yang sangat
membenci imam Ali”, dari mana landasannya ini?. Kita lihat landasannya dari
Ibnu Abil Hadid dan buku-buku syiah, sayang, dia (JR) tidak menyebutkan buku ahlussunnah
dan ibn habi hadid sendiri sudah dijelaskan oleh uama kita bahwa buku-bukunya
tidak ada yang bersanad, padahal sanad adalah sandaran dalam menilai benar
tidaknya suatu perkataan. (JR telah menuduh al Zuhri) padahal ibnu hajar
mengatakan siapa itu zuhri? dia adalah al hujjah ats tsabat muttafun ‘ala
jalalatihi wa itqonihi (hujjah, sangat kuat hafalannya dan para ulama telah
sepakat akan kemuliaan dan kekuatan hafalannya)
*Nomor 11 sampai 13 membuktikan kobohongan perkataan Jalaluddin Rakhmat
pada nomor 10
Hadits Ketiga
Kemudian yang
terakhir, dari sekian banyak contoh yang bisa disebutkan setelah itu
alinea terakhir dalam hal. 145. Riwayat muslim yang dia (JR) juga lemahkan
tentang kisah kematian abu thalib dalam keadaan musyrik.
14. Dia (JR) katakan “Kita
menemukan rangkaian riwayat yang juga dhaif”
15., dan 16. Perawi pertama: (JR mengatakan), “Harmalah bin Abdullah al
Farhadani daif”(Mizan al I’tidal 1:472), siapa dia?, tidak
disebutkan dalam buku-buku hadis (termasuk Mizanul I’tidal), ada yang namanya
Harmalah bin Abdullah, yang ada adalah Harmalah bin Yahya at Tujibi dan inilah
orang yang dimaksudkan oleh Imam Muslim dalam shahih muslim dan dia ini
seorang yang tsiqah dan tak ada kata-kata dhaif dalam mizanul I’tidal karya
imam adzdzahabi. (Berbohong atas nama Imam Adz-Dzahabi dan juga Harmalah)
17., 18., dan 19. Perawi kedua: Kemudian Abdullah bin Wahhab; dia (JR)
katakan, “Imam Ahmad ditanya tentang dia (Abdullah bin Wahhab), apakah ia
suka salah dalam mengambil hadis? jawab imam ahmad; benar (Mizan al-Itidal
4:477-485)”, Ternyata kalau kita lihat di Mizanul I’tidal, Imam Ahmad rahimahumullahu
ta’ala ketika ditanya, Alaysa kaana yusii’u al akhdz? (bukankan ia
pernah salah dalam mengambil hadits), dia (imam Ahmad) mengatakan: “Bala,
walakin idza nadzarta fi haditsihi wa ma rawa ‘anhu masyikhuhu wa jadtahu
shahihan” (Benar, tapi jika kamu lihat hadisnya dan apa yang diriwayatkan
oleh para gurunya kamu akan dapatkan shahih). Hal ini (perbuatan JR) mengingatkan kita
dengan orang yang hanya mengatakan “fa wailullil mushallin” lalu ia
tidak sambung, bahaya. Atau membaca “La taqrabush shalah”, lalu dia
tidak sambung, ini bahaya. Dia mengutip perkataan imam ahmad dan memotong
sampai kata “benar”, padahal imam ahmad melanjutkan; tetapi riwayat haditsnya
shahih. (Berbohong atas kitab Mizan al-I’tidal, Abdullah bin
Wahhab dan juga berbohong atas nama Imam Ahmad)
20. Perawi ketiga:
Kemudian ini masih dalam rangkaian hadis. JR mengatakan, “Yunus, ada banyak
nama Yunus diantaranya ada yang pendusta, hafalannya jelek, majhul, munkarul
hadis”, Inilah persoalannya karena JR hanya mengambil dari kitab Mizanul
I’tidal, sehingga Jalal
tidak bisa menentukan ini Yunus siapa ini? padahal orang yang baru belajar
hadits dan masih tingkat pemula bisa menyimpulkan bahwa dia adalah Yunus bin
Yazid al Ayli, salah seorang periwayat dari shahih bukhari dan muslim, beliau
ini menurut Imam
Dzahabi seorang tsiqah dan hujjah.
21. Perawi keempat:
Dan yang paling terkhir, walaupun sebenarnya masih banyak contoh dan inilah yang
paling memilukan, ketika ia (JR) mengatakan, “Ibn Syihab, tidak terdapat
dalam kitab-kitab rijal.” Padahal tadi dia (JR) sudah menyebutkan az-Zuhri, padahal ibn
syihab ini tidak lain dari Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin
Syihab az Zuhri dan seandainya mahasiswa kami di stiba, masih tingkat awal
ditanya tentang ibnu syihab az zuhri, dia bisa meyebutkan namanya secara
lengkap. Ini sungguh sangat disayangkan kalau UIN akan menggolkan doktornya
seorang seperti ini. Wallahu a’lam.
*nomor 15 sampai 21 membuktikan kebohongan ucapan Jalal pada nomor 14
21 Kebohongan JR ini dibongkar oleh Ust. H. Muh. Yusran Anshar, Lc., M.A, (Mudir
STIBA Makassar) dalam dialog Sunni-Syiah di Gedung Pascasarjana UIN Alauddin
pada 24 Februari 2011, pada kesempatan Tanya-Jawab dalam akhir dialog antara
Dr. H. Rahmat Abd. Rahman, Lc., M.A, (Wakil Ketua LPPI Perwakilan Indonesia
Bagian Timur) dengan Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, (Ketua Dewan Syuro IJABI)
Tanpa ada tendensi apapun, kami katakan beginilah kualitas sosok Ustadz
besar Syiah di Indonesia. Menampilkan dirinya seakan-akan ahli hadis.
Mengkritik Imam Bukhari, Imam Muslim, dan para perawi serta para ulama Hadis
lainnya. Tak disangka, ternyata dia hanyalah pembual. Ulama Ahl Jarh wa
at-Ta’dil biasa mengkritik orang yang suka berbohong dan manipulasi hadis
dengan sebutan Ad-Dajjal.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Syiah sudah terbiasa bohong..agama syiah berlandaskan kebohongan dan balas dendam
ReplyDeleteMmm
ReplyDeleteDasar pembual ulung....orang kayak gini yang akan jadi mentri agama???...wah bisa tambah kacau negara ini
ReplyDeleteIngin sekali kumakan jantung JR...
ReplyDelete