Kepala Sub Seksi Penindakan Keimigrasian Bogor, Dede Sulaiman |
Namun menurut Dede, pendataan kepada imigran gelap sangat sulit dilakukan karena sifatnya yang dinamis.
“Jadi imigran ini kan manusia bukan benda, sifatnya mobile, dinamis. Setiap ada keinginan mereka maupun kesempatan mereka pergi ya pasti akan mempengaruhi data yang ada. Nah, kalau Kantor Imigrasi Kelas II Bogor sendiri telah melakukan pendataan, pada bulan Agustus memang jumlahnya sekitar 600-an,” ujar Dede saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.
Menurut Dede, data itu didapatkan setelah pihak keimigrasian Bogor bekerja sama dengan aparat polisi, TNI, pihak Kecamatan dan Kelurahan, khususnya Kelurahan Megamendung dan Cisarua.
Pasalnya, dua tempat itu merupakan konsentrasi imigran ilegal di daerah Bogor.
Dari sekitar 600 imigran ilegal itu lebih dari separuhnya berasal dari Afghanistan, sementara sisanya berasal dari Pakistan, Rohingya, Somalia, dan wilayah lainnya.
Dede pun dapat memastikan keseluruhan imigran Afghanistan itu memang kelompok Syoah yang berasal dari etnis Hazara.
“Kalau yang datang dari Afghanistan ke sini yang putih-putih itu. Itu etnis Hazara. Kalau Hazara memang mayoritas Syiah. Di sini pun hampir semua Syiah. Yang kemarin pun kita amankan di sini itu pemeluk Syiah juga,” tutur Dede.
Meski demikian, Dede tidak melihat ada perilaku yang aneh dari para imigran Syiah tersebut. Sehingga ia pun memberi keleluasaan kepada mereka saat ditahan di Kantor Imigrasi.
“Saya pernah lihat Syiah yang ada di buku, shalatnya tidak banyak berbeda sebenarnya. Cuma memang tangannya diluruskan (tidak bersedekap, red). Jadi kalau golongan Syiah itu memang kayaknya macam-macam. Tapi dia bilang kalau ditanya agamanya apa, dia bilang: Islam Syiah Real Islam,” tandas Dede.
Bahkan, selain imigran dari Afghanistan, wilayah Bogor pun dahulu pernah kebanjiran pengungsi asal Iran.
Dede juga membenarkan data UNHCR yang menyatakan bahwa ada 6.000-10.000 imigran Syiah Afghanistan di Indonesia. Namun hal itu menunjukkan adanya ketimpangan dalam penempatan para imigran menuju negara ketiga, seperti Australia atau New Zealand.
“UNHCR memang memberikan informasi kalau di Indonesia ada sampai 10.000 lebih kan. Dan itu memang perbandingannya tak sesuai dengan penempatan ke negara ketiga. Contohnya kalau ditempatkan di negara ketiga itu satu tahun paling cuma 200-300 orang tapi yang datang lebih dari itu,” pungkasnya. */Fajar & Pizzaro (Jitu) (hidayatullah.com/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: