Multaqa Ulama dan Pengusaha 28-29 April 2015 |
Berikut reportase dari bumi bogor.
Bertempat di Hotel Sahira Bogor, lebih dari 50 peserta menggelar Multaqa Ulama dan Pengusaha. Acara yang berlangsung Selasa-Rabu, 28-29 April 2015 ini dihadiri beberapa ulama. Antara lain, Wakil Sekjen MUI Pusat Tengku Zulkarnain, Farid Ahmad Okbah, Drs Muhammad Thalib dan Abu Muhammad Jibril.
Seperti dituturkan Ketua Panitia Acara Abul Husain ath-Thuwailibi, acara ini merupakan ajang silaturahim anggota grup WA Seruan Al-Haq yang beranggotakan lebih dari 50 ulama dan pengusaha. Menurutnya, ada beberapa agenda yang dibahas dalam acara ini. Antara lain: masalah Syiah yang sedang mengancam umat dari berbagai sisi, masalah pendidikan yang makin jauh dari nilai-nilai Islam dan moral anak bangsa yang makin runtuh, dan masalah ekonomi. “Saat ini banyak di antara umat Islam yang tidak paham tentang sistem kapitalis yang mengancam umat. Termasuk di antaranya masalah perbankan syariah,” ujar Abul Husain.
Selain itu, peserta juga akan membahas masalah kristenisasi yang sedang marak memurtadkan umat Islam dan masalah media yang sedang tidak berpihak kepada umat Islam. Mengupas tema Kristenisasi hadir Ketua Muallaf Center Steven Indra. Ia menuturkan pengalamannya menjelajahi Indonesia, berdakwah mengislamkan ribuan orang.
Di antara poin-poin tersebut, masalah Syiah yang paling menyedot perhatian peserta. Ustadz Zulkifli Muhammad Ali dari Payakumbuh menjelaskan, Indonesia di ambang revolusi Syiah. “Syiah sudah punya pengalaman merevolusi negara yang sudah mereka masuki,” tegasnya.
Hal yang sama diungkapkan Ustadz Farid Ahmad Okbah. Menurutnya, Syiah kini makin berani dan merajalela. Merajalelanya kebatilan karena kebenaran tidak tampil. Karena itu, harus ada upaya untuk memberikan pemahaman kepada umat dengan langkah konkret. “Pertemuan ini harus mampu mendeteksi permasalahan umat lalu mencari solusinya,” ujarnya.
Senada dengan hal itu, al-Ustadz Drs M Thalib yang tampil sebagai pemateri kedua menjelaskan mengapa umat Islam gagal mewujudkan perjuangannya. Menurutnya, ada dua penyebab. Pertama, kurangnya ilmu. Ia mengutip sabda Nabi saw yang mengatakan, berbahagialah orang yang beramal dengan ilmunya. “Jika buta tentang cara mengelola negara, bagaimana bisa mengatur negara. Harus tahu bagaimana cara mengelola negara dengan sistem Islam,” tegasnya.
Penyebab kedua menurutnya, karena tidak disiplin. Ia mengutip sabda Nabi saw yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang beramal dengan itqan.” Menurutnya, kita belum pernah punya presiden yang ahli manajemen dan organisasi. “Mungkin ini adzab bagi bangsa Indonesia yang suka berkhianat,” ujarnya.
Masalah lainnya terberainya ukhuwah. Indonesia menurut KH Habib Zein al-Kaff adalah bumi ahlus sunnah wal jamaah. “Meski terdiri dari berbagai kelompok, tapi kita semua ahlus sunnah wal jamaah. Sebab berdasarkan sabda Nabi saw ketika menjelaskan tentang golongan yang selamat itu adalah: orang yang bersamaku dan shahabatku,” papar ulama asal Jawa Timur yang sengaja jauh-jauh datang menghadiri acara ini.
Namun meskipun sama-sama ahlus sunnah wal jamaah, ujarnya, kita tidak bersatu. Kita sering saling mengkafirkan. “Jika sesama ahlus sunnah saling mengkafirkan, lalu siapa yang masuk surga nanti. Syiah? Tidak. Karena itu kita jangan saling menyalahkan. Ini kerjaan Syiah. Mereka selalu bergerak,” ujarnya.
Masih menurut Habib Zein, untuk mengadu-domba umat Islam, Syiah sering sekali memainkan isu Wahabi. “Wahabi disebut kelompok Takfiri. Padahal, yang pantas disebut kelompok takfiri adalah Syiah. Sebab, merekalah yang mengkafirkan shahabat nabi,” imbuhnya.
Karena itu, menurut Habib Zein, para dai harus menjelaskan kepada umat tentang kesesatan Syiah dan apa itu ahlus sunnah. Ahlus sunnahlah yang mencintai ahlul bait dan shahabat nabi. Sebaliknya, Syiahlah yang mengkafirkan sebagian shahabat Nabi saw. Selain menyadarkan masyarakat, tugas kita juga melobi aparat. “Orang Syiah sudah masuk ke DPR, ormas Islam, partai, menteri bahkan melobi presiden,” tegasnya.
Untuk itu, menurut Farid Ahmad Okbah, ada lima faktor yang bisa dilakukan. Yakni, keyakinan yang kuat, adanya kader yang disiapkan dan tidak boleh berhenti, harus ada program jangka pendek dan panjang, kerapihan organisasi, dan penyiapan logistik.
Sebagai solusi, Ustadz Drs M Thalib menambahkan, umat harus mempunyai pemimpin yang berwibawa, manajemen dan organisasi yang baik dan pendanaan yang baik. “Jangan jadi kaya tapi bakhil. Syiah mengeluarkan dananya triliyunan,” imbuh Amir Majelis Mujahidin Indonesia ini.
Bagaimana Syiah bisa berkembang di Indonesia? Menurut Wakil Sekjen MUI Pusat Tengku Zulkarnain, MA, Syiah tidak bisa masuk melalui akidah karena masyarakat tidak bisa menerima shahabat Nabi saw dikafirkan. Mereka juga tidak bisa masuk lewat Syariah karena kita tidak menerima nikah Mut’ah. “Beberapa aliran Syiah masuk melalui tasawuf, tidak melalui akidah dan syariah,” ujarnya.
Karena itu, terkait sikap MUI terhadap Syiah, menurut Tengku Zulkarnain sudah sangat jelas. Pada tahun 1984, pada Munas MUI, diputuskanlah bahwa MUI menolak paham Syiah masuk ke Indonesia. “Itu keputusan Munas. Keputusan itu di atas ketentuan fatwa,” tegasnya. Ditambah lagi dengan MUI Jatim yang sudah mengeluarkan fatwa sesatnya Syiah. “Fatwa MUI daerah itu berlaku untuk seluruh Indonesia selagi kasusnya sama,” pungkasnya.
Namun fatwa MUI saja tidak cukup. MUI tidak berhak membubarkan sebuah gerakan atau lembaga. Karena itu menurut Ustadz Zulkifli Muhammad Ali, penting juga dilakukan adalah mendekati aparat. Sebab, yang paling terdepan melindungi negara adalah TNI. Masalahnya, banyak di antara mereka yang sudah ditunggangi Syiah. “Untuk itu, kita harus dekati aparat. Bahkan, kita bisa minta bantuan ke TNI untuk melatih anak-anak muda secara resmi. Jika kita lakukan sendiri, maka kita akan dicurigai. Kita megang pisau dapur saja dicurigai ISIS,” papar Zulkifli.
Ia juga menyarankan agar para ulama dipagari dengan bodyguard untuk mengamankan. Jangan sampai mereka berjalan sendiri. Sudah ada ustadz yang kecelakaan dan tidak ada lama setelah itu ada sms ancaman terhadap ustadz tersebut.
Semua peserta berharap bahwa acara ini tak hanya berhenti di atas meja. Harus ada langkah nyata. “Sudah terlalu sering kita bikin seminar, diskusi dan multaqa’ (pertemuan). Harus ada aksinya. Jangan hanya bicara,” tegas Ustadz Abu Muhammad Jibril yang juga hadir dan menjadi pemateri. (U FO/gensyiah.com/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: