Syiahindonesia.com - Selain doktrin “suci” Imamah, ‘Ishmah Imam, Mahdiyyah, Raj’ah (inkarnasi), Bada’ dan Taqiyyah—yang telah dikupas tuntas pada beberapa edisi sebelumnya—Syiah meyakini beberapa doktrin “suci” lain yang bersifat menentang atau melawan (antagonistis) doktrin Islam yang sesungguhnya. Analisa terhadap beberapa doktrin antagonistis itu akan di awali pada edisi ini.
Syiah dan Al-Qur’an (1)
A. Pandangan Islam
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang menjadi acuan paling utama dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan mereka, baik dalam masalah agama, dunia maupun akhirat. Secara berangsur-angsur, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama 22 tahun lebih. Setiap kali turun, Nabi Muhammad SAW. membacakan ayat-ayat al-Qur’an yang diwahyukan oleh Allah SWT. melalui Jibril AS itu kepada para sekretaris wahyu. Selain menuliskannya untuk Nabi Muhammad SAW., para sekretaris wahyu juga banyak yang menulis untuk mereka sendiri.
Sebagai pedoman utama, al-Qur’an selalu dibaca, dipelajari dan diamalkan, sehingga ajaran al-Qur’an benar-benar melekat di benak masyarakat Muslim awal, baik arti (ma’nan) maupun redaksinya (mabnan). Maka, al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi SAW, yang selanjutnya beliau sampaikan kepada para sahabat, memang benar-benar terpelihara orisinalitasnya, sebab upaya penjagaan yang luar biasa, di samping kata demi kata yang terkandung di dalam al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir.
Selain penjagaan secara intensif yang dilakukan oleh umat Islam, al-Qur’an al-Karim telah mendapat jaminan penjagaan langsung dari Allah SWT. Dalam al-Qur’an al-Karim ditegaskan:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Demikianlah keyakinan yang selalu dipedomi oleh umat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Al-Qur’an yang dibaca hari ini, dalam keyakinan umat Islam Ahlussunnah, adalah persis sama dengan apa yang dibaca oleh Rasulullah SAW dan umat Islam generasi awal (para sahabat RA). Di dalamnya tidak terdapat pengurangan, penambahan ataupun distorsi sedikit pun, sebab penyelewengan-penyelewengan itu dijamin tidak akan pernah menyentuh al-Qur’an al-Karim.
B. Pandangan Syiah
Bagaimanakah pandangan sekte Syiah terhadap al-Qur’an? Sebagaimana telah dimaklumi sejak lama, bahwa sekte ini menganggap bahwa al-Qur’an tak lagi orisinal dan telah mengalami perubahan-perubahan. Menurut mereka, al-Qur’an yang benar-benar otentik adalah yang dihimpun oleh Sayyidina Ali AS.[1] Mereka beranggapan bahwa Sayyidina Ali AS pernah memperlihatkan al-Qur’an yang asli hanya sekali saja, sebagai pembuktian khusus bagi golongan Syiah. Setelah itu naskah al-Qur’an yang asli itu disembunyikannya, dan sebelum wafat sempat diserahkan kepada al-Hasan; lalu dari al-Hasan diserahkan ke al-Husain, demikian seterusnya bergulir ke tangan anak-cucunya hingga sampailah ke tangan Imam Mahdi, yang kemudian menghilang.
Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa kaum Syiah menanti-nantikan munculnya mushaf asli ini, besarnya tiga kali lipat dari al-Qur’an kaum Muslimin, dan tiada satu huruf pun ada padanannya dengan al-Qur’an kaum Muslimin. Mereka berkata saat Imam Mahdi muncul dari persembunyiannya kelak, ia membawa al-Qur’an yang isinya meliputi seluruh kitab suci para Nabi, dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW.[2]
Pandangan orang-orang Syiah tersebut sudah umum diketahui, baik dikalangan anti-Syiah maupun bukan. Maka, cukup aneh kiranya, jika kemudian ada segelintir tokoh Syiah, yang diikuti oleh kaum awamnya, yang berpendapat bahwa “Syiah tidak berkeyakinan jika al-Qur’an tidak otentik lagi, tidak terdapat perubahan dan pengurangan.” Namun jika kita menulusuri lebih jauh terhadap cara dan trik yang digunakan oleh Syiah kontemporer dalam menulis buku (yang salah satunya dengan melakukan penyembunyian dan manipulasi data), maka pernyataan seperti itu bukanlah hal yang aneh. Hal tersebut salah satunya diungkapkan oleh mufassir kenamaan Indonesia, Dr. Quraish Shihab, sebagai berikut:
Apakah benar bahwa Syiah berkeyakinan bahwa ada ayat al-Qur’an yang dihapus atau diubah? Harus diakui bahwa memang ada yang menyatakan demikian, tetapi itu bukan berasal dari kedua kelompok Syiah yang kini memiliki pengikut yang paling banyak, yakni Syiah Itsna ‘Asyariyah dan Syiah Zaidiyah.[3]
Dengan merujuk pada litertur-literatur Syiah, sejatinya tak ada yang perlu disangsikan mengenai realita bahwa pandangan Syiah terhadap al-Qur’an al-Karim memang demikian. Bahkan, Abu al-Hasan al-Futuni mengatakan, bahwa pernyataan jika al-Qur’an mengalami problem perubahan dan interpolasi, merupakan dharuriyat (pengetahuan aksiomatis) dalam sekte Syiah. [4] Dengan nada yang persis sama, Adnan Al-Bahrani, seorang pemuka Syiah, mengatakan: “pendapat bahwa al-Qur’an telah mengalami distorsi dan perubahan yang dilakukan oleh orang-orang Islam, merupakan konsensus (ijma’) dalam sekte Syiah, dan merupakan pengetahuan yang pasti dalam madzhab mereka.”[5]
Karena sudah merupakan hal yang aksiomatis, maka upaya untuk menutup-nutupi keyakinan tersebut dengan konsep taqiyyah, yang banyak dilakukan oleh Syiah kontemporer, adalah usaha yang sia-sia. Seorang pakar hadits Syiah, An-Nuri ath-Thabrisi, bahkan telah menghimpun pembahasan ini (distorsi dalam al-Qur’an) dalam sebuah buku yang tebal, Fashl al-Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabb al-Arbab. Dalam buku ini, terhimpun lebih dari 2000 riwayat yang menyatakan adanya distorsi dalam al-Qur’an. Buku ini merangkum pendapat-pendapat semua pakar fikih, yang secara tegas dan serentak mengatakan bahwa al-Qur’an yang ada di tangan umat Islam hari ini, adalah kitab yang telah mengalami distorsi dan perubahan. Pernyataan ini ditegaskan oleh pemuka Syiah yang telah hengkang dari sekte tersebut, Sayyid Husain al-Musawi, dalam bukunya Lillah tsumma li at-Tarikh, sebuah buku yang diharamkan untuk dibaca oleh orang Syiah.[6]
Sebagai justifikasi terhadap pernyataan ijma’ dari ulama Syiah mengenai tahrif al-Qur’an, Prof. Dr. Ahmad bin Sa’d Hamdan al-Ghamidi, dalam Risalah Jawabiyah ‘ala Mudzakarat Ustadz Syi’i Itsna ‘Asyari, menghimpun sederet nama-nama pemuka Syiah yang secara tegas menyatakan terjadinya tahrif al-Qur’an.[7] Beliau menjelaskan bahwa pernyataan seperti itu dimunculkan oleh sekitar 30 ulama Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah. Berikut sebagian dari nama-nama tersebut:
Fadhl bin Syadzan an-Naisaburi (w. 260), dalam kitab al-‘Idhah (hlm. 112-114), Bab Dzikru ma Dzahaba min al-Qur’an (Bab menjelaskan sesuatu yang hilang dari al-Qur’an).
Furat bin Ibrahim al-Kufi (ulama Syiah abad ke-3), dalam Tafsir-nya mengemukakan riwayat-riwayat yang menjelaskan adanya penambahan dalam ayat-ayat al-Qur’an (juz 1 hlm. 18).
Al-‘Ayasyi (ulama Syiah abad ke-3), dalam Tafsir al-‘Ayasyi (juz 1 hlm. 12-13 dan 47-48)
Abu al-Qasim Ali bin Ahmad al-Kufi (w. 352) dalam al-Istighatsah min Bida’ ats-Tsalatsah (juz 1 hlm. 51-53).
Muhammad bin Ibrahim an-Nu’mani (ulama Syiah abad ke-5), juga menyebutkan pendapat yang sama dalam kitabnya, al-Ghaibah.
Abu Abdillah Muhammad bin an-Nu’mani al-Mufid (w. 413) dalam kitabnya Awa’il al-Maqalat.
Abu Manshur Ahmad bin Ali bin Abi Thalib ath-Thabrisi (ulama Syiah abad ke-6), dalam kitabnya al-Ihtijaj (juz 1 hlm. 240, 245 dan 249).
Abu al-Hasan Ali bin Isa al-Irbili (w. 692) dalam Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifat al-Aimmah (juz 1 hlm. 319).
Al-Faidh al-Kasyani (w. 1091) dalam Tafsir ash-Shafi (juz 1 hlm. 24-25 dan 32-33).
Muhammad bin Hasan al-Hujr al-Amilil (w. 1104), dalam Wasa’il asy-Syi’ah (juz 18 hlm. 145).
Hasyim bin Sulaiman al-Bahrani (w. 1107) dalam Tafsir al-Burhan (juz 4 hlm. 151-152).
Muhammad Baqir al-Majlisi (w. 1111) dalam Bihar al-Anwar (dalam kitab ini, pernyataan tahrif al-Qur’an sangat berserekan) dan Mir’at al-Uqul (juz 12 hlm. 525).
Ni’matullah al-Musawi al-Jaza’iri (w. 1112) dalam al-Anwar an-Nu’maniyah (juz 2 hlm. 360-364)
Yusuf bin Ahmad al-Bahrani (w. 1186) dalam ad-Durar an-Naifiyah (hlm. 294-296).
Prof. Dr. Ahmad bin Sa’d Hamdan al-Ghamidi selanjutnya menjelaskan, bahwa an-Nuri ath-Thabrisi dalam pendahuluan kitabnya, Fashl al-Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabb al-Arbab, menyebut sekitar 40 nama dari para pemuka Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang menyatakan pendapat tersebut (tahrif al-Qur’an) dengan tegas.[8]
By Apad Ruslan, diadaptasi dari buku Mungkinkah SUNNAH-SYIAH DALAM UKHUWAH? Jawaban Atas Buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah?)
[1] Lihat, Lillah tsumma li at-Tarikh, hlm. 65; al-Kafi, juz 1 hlm. 228, hadits no. 1 dan 2.
[2] Ahmad bin Abdul Aziz al-Hamdan, Ma Yajibu an Ya’rifahu al-Muslim ‘an ‘Aqa’id ar-Rawafidh al-Imamiyah (edisi bahasa Indonesia: Sikap Syiah terhadap al-Qur’an), hlm. 18-19.
[3] Dr. Quraish Shihab, Sunnah Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?, hlm. 137.
[4] Lihat, Utsman bin Muhammad Alu Khamis al-Nashiri, Kasyf al-Jani Muhammad at-Tijani, hlm. 19, mengutip dari Mir’at al-Anwar, hlm. 36.
[5] Ibid, mengutip dari Masyariq asy-Syumus ad-Durriyah, 126.
[6] Sayyid Husain al-Musawi, Lillah tsumma li at-Tarikh, hlm. 64.
[7] Prof. Dr. Ahmad bin Sa’d Hamdan al-Ghamidi, Risalah Jawabiyah ‘ala Mudzakarat Ustadz Syi’i Itsna ‘Asyari, hlm. 38-40.
[8] Ibid.
(sigabah.com/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Syiah dan Al-Qur’an (1)
A. Pandangan Islam
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang menjadi acuan paling utama dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan mereka, baik dalam masalah agama, dunia maupun akhirat. Secara berangsur-angsur, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama 22 tahun lebih. Setiap kali turun, Nabi Muhammad SAW. membacakan ayat-ayat al-Qur’an yang diwahyukan oleh Allah SWT. melalui Jibril AS itu kepada para sekretaris wahyu. Selain menuliskannya untuk Nabi Muhammad SAW., para sekretaris wahyu juga banyak yang menulis untuk mereka sendiri.
Sebagai pedoman utama, al-Qur’an selalu dibaca, dipelajari dan diamalkan, sehingga ajaran al-Qur’an benar-benar melekat di benak masyarakat Muslim awal, baik arti (ma’nan) maupun redaksinya (mabnan). Maka, al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi SAW, yang selanjutnya beliau sampaikan kepada para sahabat, memang benar-benar terpelihara orisinalitasnya, sebab upaya penjagaan yang luar biasa, di samping kata demi kata yang terkandung di dalam al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir.
Selain penjagaan secara intensif yang dilakukan oleh umat Islam, al-Qur’an al-Karim telah mendapat jaminan penjagaan langsung dari Allah SWT. Dalam al-Qur’an al-Karim ditegaskan:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Demikianlah keyakinan yang selalu dipedomi oleh umat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Al-Qur’an yang dibaca hari ini, dalam keyakinan umat Islam Ahlussunnah, adalah persis sama dengan apa yang dibaca oleh Rasulullah SAW dan umat Islam generasi awal (para sahabat RA). Di dalamnya tidak terdapat pengurangan, penambahan ataupun distorsi sedikit pun, sebab penyelewengan-penyelewengan itu dijamin tidak akan pernah menyentuh al-Qur’an al-Karim.
B. Pandangan Syiah
Bagaimanakah pandangan sekte Syiah terhadap al-Qur’an? Sebagaimana telah dimaklumi sejak lama, bahwa sekte ini menganggap bahwa al-Qur’an tak lagi orisinal dan telah mengalami perubahan-perubahan. Menurut mereka, al-Qur’an yang benar-benar otentik adalah yang dihimpun oleh Sayyidina Ali AS.[1] Mereka beranggapan bahwa Sayyidina Ali AS pernah memperlihatkan al-Qur’an yang asli hanya sekali saja, sebagai pembuktian khusus bagi golongan Syiah. Setelah itu naskah al-Qur’an yang asli itu disembunyikannya, dan sebelum wafat sempat diserahkan kepada al-Hasan; lalu dari al-Hasan diserahkan ke al-Husain, demikian seterusnya bergulir ke tangan anak-cucunya hingga sampailah ke tangan Imam Mahdi, yang kemudian menghilang.
Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa kaum Syiah menanti-nantikan munculnya mushaf asli ini, besarnya tiga kali lipat dari al-Qur’an kaum Muslimin, dan tiada satu huruf pun ada padanannya dengan al-Qur’an kaum Muslimin. Mereka berkata saat Imam Mahdi muncul dari persembunyiannya kelak, ia membawa al-Qur’an yang isinya meliputi seluruh kitab suci para Nabi, dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW.[2]
Pandangan orang-orang Syiah tersebut sudah umum diketahui, baik dikalangan anti-Syiah maupun bukan. Maka, cukup aneh kiranya, jika kemudian ada segelintir tokoh Syiah, yang diikuti oleh kaum awamnya, yang berpendapat bahwa “Syiah tidak berkeyakinan jika al-Qur’an tidak otentik lagi, tidak terdapat perubahan dan pengurangan.” Namun jika kita menulusuri lebih jauh terhadap cara dan trik yang digunakan oleh Syiah kontemporer dalam menulis buku (yang salah satunya dengan melakukan penyembunyian dan manipulasi data), maka pernyataan seperti itu bukanlah hal yang aneh. Hal tersebut salah satunya diungkapkan oleh mufassir kenamaan Indonesia, Dr. Quraish Shihab, sebagai berikut:
Apakah benar bahwa Syiah berkeyakinan bahwa ada ayat al-Qur’an yang dihapus atau diubah? Harus diakui bahwa memang ada yang menyatakan demikian, tetapi itu bukan berasal dari kedua kelompok Syiah yang kini memiliki pengikut yang paling banyak, yakni Syiah Itsna ‘Asyariyah dan Syiah Zaidiyah.[3]
Dengan merujuk pada litertur-literatur Syiah, sejatinya tak ada yang perlu disangsikan mengenai realita bahwa pandangan Syiah terhadap al-Qur’an al-Karim memang demikian. Bahkan, Abu al-Hasan al-Futuni mengatakan, bahwa pernyataan jika al-Qur’an mengalami problem perubahan dan interpolasi, merupakan dharuriyat (pengetahuan aksiomatis) dalam sekte Syiah. [4] Dengan nada yang persis sama, Adnan Al-Bahrani, seorang pemuka Syiah, mengatakan: “pendapat bahwa al-Qur’an telah mengalami distorsi dan perubahan yang dilakukan oleh orang-orang Islam, merupakan konsensus (ijma’) dalam sekte Syiah, dan merupakan pengetahuan yang pasti dalam madzhab mereka.”[5]
Karena sudah merupakan hal yang aksiomatis, maka upaya untuk menutup-nutupi keyakinan tersebut dengan konsep taqiyyah, yang banyak dilakukan oleh Syiah kontemporer, adalah usaha yang sia-sia. Seorang pakar hadits Syiah, An-Nuri ath-Thabrisi, bahkan telah menghimpun pembahasan ini (distorsi dalam al-Qur’an) dalam sebuah buku yang tebal, Fashl al-Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabb al-Arbab. Dalam buku ini, terhimpun lebih dari 2000 riwayat yang menyatakan adanya distorsi dalam al-Qur’an. Buku ini merangkum pendapat-pendapat semua pakar fikih, yang secara tegas dan serentak mengatakan bahwa al-Qur’an yang ada di tangan umat Islam hari ini, adalah kitab yang telah mengalami distorsi dan perubahan. Pernyataan ini ditegaskan oleh pemuka Syiah yang telah hengkang dari sekte tersebut, Sayyid Husain al-Musawi, dalam bukunya Lillah tsumma li at-Tarikh, sebuah buku yang diharamkan untuk dibaca oleh orang Syiah.[6]
Sebagai justifikasi terhadap pernyataan ijma’ dari ulama Syiah mengenai tahrif al-Qur’an, Prof. Dr. Ahmad bin Sa’d Hamdan al-Ghamidi, dalam Risalah Jawabiyah ‘ala Mudzakarat Ustadz Syi’i Itsna ‘Asyari, menghimpun sederet nama-nama pemuka Syiah yang secara tegas menyatakan terjadinya tahrif al-Qur’an.[7] Beliau menjelaskan bahwa pernyataan seperti itu dimunculkan oleh sekitar 30 ulama Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah. Berikut sebagian dari nama-nama tersebut:
Fadhl bin Syadzan an-Naisaburi (w. 260), dalam kitab al-‘Idhah (hlm. 112-114), Bab Dzikru ma Dzahaba min al-Qur’an (Bab menjelaskan sesuatu yang hilang dari al-Qur’an).
Furat bin Ibrahim al-Kufi (ulama Syiah abad ke-3), dalam Tafsir-nya mengemukakan riwayat-riwayat yang menjelaskan adanya penambahan dalam ayat-ayat al-Qur’an (juz 1 hlm. 18).
Al-‘Ayasyi (ulama Syiah abad ke-3), dalam Tafsir al-‘Ayasyi (juz 1 hlm. 12-13 dan 47-48)
Abu al-Qasim Ali bin Ahmad al-Kufi (w. 352) dalam al-Istighatsah min Bida’ ats-Tsalatsah (juz 1 hlm. 51-53).
Muhammad bin Ibrahim an-Nu’mani (ulama Syiah abad ke-5), juga menyebutkan pendapat yang sama dalam kitabnya, al-Ghaibah.
Abu Abdillah Muhammad bin an-Nu’mani al-Mufid (w. 413) dalam kitabnya Awa’il al-Maqalat.
Abu Manshur Ahmad bin Ali bin Abi Thalib ath-Thabrisi (ulama Syiah abad ke-6), dalam kitabnya al-Ihtijaj (juz 1 hlm. 240, 245 dan 249).
Abu al-Hasan Ali bin Isa al-Irbili (w. 692) dalam Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifat al-Aimmah (juz 1 hlm. 319).
Al-Faidh al-Kasyani (w. 1091) dalam Tafsir ash-Shafi (juz 1 hlm. 24-25 dan 32-33).
Muhammad bin Hasan al-Hujr al-Amilil (w. 1104), dalam Wasa’il asy-Syi’ah (juz 18 hlm. 145).
Hasyim bin Sulaiman al-Bahrani (w. 1107) dalam Tafsir al-Burhan (juz 4 hlm. 151-152).
Muhammad Baqir al-Majlisi (w. 1111) dalam Bihar al-Anwar (dalam kitab ini, pernyataan tahrif al-Qur’an sangat berserekan) dan Mir’at al-Uqul (juz 12 hlm. 525).
Ni’matullah al-Musawi al-Jaza’iri (w. 1112) dalam al-Anwar an-Nu’maniyah (juz 2 hlm. 360-364)
Yusuf bin Ahmad al-Bahrani (w. 1186) dalam ad-Durar an-Naifiyah (hlm. 294-296).
Prof. Dr. Ahmad bin Sa’d Hamdan al-Ghamidi selanjutnya menjelaskan, bahwa an-Nuri ath-Thabrisi dalam pendahuluan kitabnya, Fashl al-Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabb al-Arbab, menyebut sekitar 40 nama dari para pemuka Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang menyatakan pendapat tersebut (tahrif al-Qur’an) dengan tegas.[8]
By Apad Ruslan, diadaptasi dari buku Mungkinkah SUNNAH-SYIAH DALAM UKHUWAH? Jawaban Atas Buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah?)
[1] Lihat, Lillah tsumma li at-Tarikh, hlm. 65; al-Kafi, juz 1 hlm. 228, hadits no. 1 dan 2.
[2] Ahmad bin Abdul Aziz al-Hamdan, Ma Yajibu an Ya’rifahu al-Muslim ‘an ‘Aqa’id ar-Rawafidh al-Imamiyah (edisi bahasa Indonesia: Sikap Syiah terhadap al-Qur’an), hlm. 18-19.
[3] Dr. Quraish Shihab, Sunnah Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?, hlm. 137.
[4] Lihat, Utsman bin Muhammad Alu Khamis al-Nashiri, Kasyf al-Jani Muhammad at-Tijani, hlm. 19, mengutip dari Mir’at al-Anwar, hlm. 36.
[5] Ibid, mengutip dari Masyariq asy-Syumus ad-Durriyah, 126.
[6] Sayyid Husain al-Musawi, Lillah tsumma li at-Tarikh, hlm. 64.
[7] Prof. Dr. Ahmad bin Sa’d Hamdan al-Ghamidi, Risalah Jawabiyah ‘ala Mudzakarat Ustadz Syi’i Itsna ‘Asyari, hlm. 38-40.
[8] Ibid.
(sigabah.com/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: