Peringatan Asyura, Foto by: AntaraFoto |
Seorang muslim selain dituntut untuk mempelajari kebenaran, juga harus mengetahui kebatilan. Di dalam Al Qur’an pun Allah ta’ala selain menjelaskan jalan kebenaran (sabilul mu’minin)[1] juga menjelaskan jalan kebatilan (sabilul mujrimin)[2]. Hal ini menunjukan bahwa seorang muslim harus memahamai kedua hal tersebut. Sebagaimana yang dipahami oleh sahabat Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata “dahulu orang orang bertanya kepada Rosulullah Shallalllahu ‘Alaihi Wasallam tentang kebaikan, dan aku bertanya kepada nya tentang keburukan, karena takut terjerumus kepadanya”.[3]
Dan betul apa yang dikatakan oleh seorang penyair :
عرفت الشرّ لا للشرّ................ ولكن لتوقّيه
ومن لا يعرف الشرّ................ من الناس يقع فيه
“aku mengetahui keburukan bukan untuk berbuat keburukan, akan tetapi untuk menghindarinya.
Dan barangsiapa yang tidak mengetahui keburukan dari manusia, dia akan terjatuh kedalamnya”
Diantara bentuk kebatilan yang sekarang sedang menjadi isu sentral di masyarakat dunia secara umum dan di masayarakat indonesia seara khusus adalah isu syiah. Di indonesia sendiri, mereka sudah membuat keresahan dimana mana. Mereka begitu aktif menyebarkan dan mendakwahkan ajarannya. Baik dengan tulisan, ceramah, gerakan sosial, politik, hingga aksi kekerasan pun mereka lakukan demi melancarkan tujuannya. Berbagai macam teror, intimidasi, keonaran, ancaman dan lainnya sudah mereka lakukan. Kita pun menyaksikan, banyak kaum muslimin yang dangkal akidahnya, sudah terpengaruh oleh ajaran mereka.
Maka menjadi penting bagi umat islam indonesia untuk sedikit banyak mengetahui ajaran ini. Dan di makalah ini –serta makalah makalah selanjutnya insya Allah- akan dibahas secara ringkas tentang syiah, definisi, akidah, sejarah dan hal yang lainnya. Dengan harapan Allah ta’ala menyelamatkan diri kita dari syubhat syubhat mereka. Dan tetap menjaga diri kita dalam kebenaran ajaran islam yang murni sebagaimana yang dipahami oleh para pendahulu kita.
Siapakah yang dimaksud dengan syiah
Secara bahasa syiah bermakna kelompok, penolong, dan pengikut[4]. Adapun secara istilah para ulama berbeda beda[5] dalam mendefinisikannya.[6] Namun bila dicermati kembali, perbedaan tersebut tidak terlepas dari keberadaan ajaran syiah yang terus mengalami perkembangan. Syiah di awal kemunculannya berbeda dengan syiah di jaman jaman setelahnya. Dahulu tidak lah dinamakan syiah kecuali mereka yang mengutamakan Ali bin Abi Thalib diatas Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu, [7]dengan tetap mengutamakan Abu Bakar dan Umar bin khatab Radhiyallahu ‘Anhu.[8]
Namun pada masa perkembangannya syiah mengalami banyak sekali perubahan. Berbagai penyimpangan akidah disusupkan dalam ajaran syiah. Orang orang yang memiliki kebencian dan dendam kesumat kepada umat islam bersembunyi dibalik topeng syiah. Sehingga akhirnya para ulama pun enggan menyebut mereka dengan syiah dan lebih suka menyebut mereka dengan nama Rafidhoh.
Definisi Rafidhoh dan sebab penamaannya[9]
Adapun rafidhoh secara bahasa bermakna meninggalkan. Adapun secara istilah rafidhoh adalah suatu aliran yang menisbatkan dirinya kepada syiah (pengikut) ahlul bait, namun mereka berlepas diri (baro’) dari abu bakar dan umar, serta seluruh sahabat yang lain kecuali beberapa dari mereka, juga mengkafirkan dan mencela mereka.
Sebagian ulama menyatakan bahwa sebab penamaan rofidhoh adalah karena mereka meninggalkan dan menolak (rofadho) kepemimpinan (imaamah) Abu bakar dan Umar. Dengan meyakini bahwa kepemimpinan yang seharusnya sepeninggal nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah ditangan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhum.
Namun mayoritas ulama menyatakan bahwa penamaan rafidhoh bermula pada masa Zaid bin Ali Rahimahullah. Yang mana ketika itu beliau meyakini bahwa Ali lebih utama dibandingkan Utsman. Beliaupun masih memberikan loyalitasnya kepada Abu bakar dan Umar dan menganggap mereka sebagai manusia terbaik sepeninggal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Namun ternyata diantara pengikutnya yang telah berbaiat kepadanya ada sebagian orang yang justru mencela Abu bakar dan Umar. Maka zaid pun langsung menegur dan mengingkari mereka, hingga akhirnya mereka berpecah belah dan meninggalkan Zaid bin Ali. Maka Zaid pun berkata kepada mereka, “kalian telah meninggalkanku” (Rofadhtumuunii), maka sejak saat itulah mereka dikenal dengan nama Rafidhoh.
Syiah atau rofidhoh?
Berdasarkan penjelasan diatas, bisa kita lihat bahwasanya kata syiah memiliki makna yang positif dan baik, apalagi jika dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib, yang bermakna pengikut atau penolong Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. Adapun kata rofidhoh berkonotasi negatif. Karena bermakna penolakan terhadap Abu Bakar dan Umar Rodhiyallahu Anhu atau kepada Zaid bin Ali menurut pendapat jumhur. Hal ini lah yang menyebabkan orang orang syiah tidak suka disebut sebagai rofidhoh.[10] Mereka menganggap bahwa penamaan ini berasal dari orang orang yang benci dengan ajaran syiah. Meskipun jika melihat keadaan mereka yang sebenarnya penamaan rofidhoh lebih tepat disematkan kepada mereka.
Selain itu juga penamaan syiah kepada mereka akan menimbulkan kerancuan. Sebab syiah sendiri terpecah menjadi berkelompok kelompok, yang diantaranya syiah zaidiyah, yang masih dekat dengan Ahlu Sunnah. Sehingga jika dimutlakan istilah syiah, maka akan mencakup seluruh aliran syiah, termasuk zaidiyah. Belum lagi jika kita melihat syiah diawal kemunculannya. Yang hanya mengedepankan Ali bin Abi Thalib dihadapan Utsman. Penamaan syiah secara mutlak kepada orang orang rofidhoh akan menjadikan munculnya kesalahpahaman sebagian orang. Dengan menganggap orang orang syiah diawal kemunculannya sama dengan orang orang rafidhoh saat ini.
Meskipun memang tidak bisa kita pungkiri, jika melihat realitasnya saat ini, tidaklah disebutkan nama syiah secara muthlak kecuali maknanya akan kembali kepada syiah rofidhoh. Hal tersebut selain karena syiah rofidhoh ajarannya mereprentasikan akidah kelompok syiah yang lainnya secara umum, juga jika melihat sumber ajaran mereka yang disebutkan dalam hadis dan riwayat yang tercantum dalam kitab kitab mereka, telah mencakup ajaran berbagai macam kelompok syiah dalam berbagai kurun waktu dimasa perkembangannya.[11]
Maka jikapun hendak menggunakan kata syiah, sebaiknya disertai dengan kata yang khusus menunjukan kepada mereka orang orang rafidhoh. Baik menyebutnya dengan syiah rofidhoh, atau syiah imamiyah, atau syiah itsna asyariyah, ataupun syiah ja’fariyah. Yang merupakan nama lain dari syiah Rofidhoh.[12]
Wallahu ‘Alam bis Showab
Bersambung insya Allah….
[1] Lihat An Nisa ayat 115
[2] Lihat Al An’am : 55
[3] HR. Bukhori : 3606
[4] Ushul madzhabis Syiah, Dr. Nashir Al Qifari (Dar Khulafaur Rosyidin, Cet 1; 1433 H) hal. 27
[5] Lihat perbedaan para ulama dan krittikannya dalam ushul madhabis Syiah, hal. 35-45
[6] Diantara definisi yang paling mendekati kebenaran adalah definisi AsSyahrstani, beliau berkata, “syiah adalah mereka yang mengikuti Ali Radhiyallahu ‘Anhu secara khusus. Meyakini kepemimpinan dan kekhalifahannya secara nash dan wasiat, baik secara terang terangan maupun sembunyi sembunyi. Dan meyakini bahwa kepemimpinan tidak lepas dari keturunannya. Jika kemudian keluar dari keturunannya, maka itu terjadi karena kedholiman dari orang lain atau taqiyah darinya. Mereka mengatakan bahwa kepemimpinan bukanlah masalah kemaslahatan yang dilakukan berdasarkan pemilihan umum dan diberlakukan oleh umum. Namun imamah merupakan masalah pokok dan rukun agama yang tidak boleh bagi para rosul menyepelekan dan melalaikannya, juga tidak boleh menyerahkannya kepada masyarakat umum. (Lihat : Al Milal Wan Nihal (6/146))
[7] Dan memang salaf dahulu berbeda pendapat mana yang lebih mulia antara Utsman dan Ali. Namun perbedaan ini termasuk dalam ranah ijtihad. Bukan merupakan masalah pokok dalam ajaran islam. sehingga karenanya kesalahan dalam masalah ini tidak menjadikan seseorang sesat. Para sahabatpun ketika itu tidak saling menyesatkan. (lihat penjelasan hal ini dalam Aqidah Wasathiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)
[8] Yang karenanya meskipun mereka dinamakan syiah, pada hakekatnya mereka adalah ahlu sunnah wal jama’ah. (Ushul Madzhabis Syiah, hal. 56)
[9] Lihat Aqidatur Rofidhoh Wa Mauqifuhum Min Ahlis Sunnah, Dr Ibrohim Ar Ruhaili, (Darun Nasihah, Cet 1; 1432 H) Hal. 15-17
[10] Fikrul Khowarij Was Syiah Fie Miizani Ahlus Sunnah, Dr Ali As Shalabi (Darul Andalus, Cet 1; 1429 H0 Hal. 100
[11] Lihat Ushul Madzhabils Syiah hal 88
[12] Fikrul Khowarij Was Syiah, hal. 101
Oleh: Muhammad Singgih Pamungkas
Mahasiswa Fakultas Dakwah wa Ushuluddin, Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: