Syiahindonesia.com - Tampaknya musim dingin di Daraa di tahun keenam revolusi Suriah akan menjadi luar biasa keras, dingin yang teramat sangat datang lebih awal tahun ini bersamaan dengan kondisi ekonomi yang terus memburuk yang menjadi semakin buruk di mana ada kekurangan ekstrim dari bahan bakar dan kayu, harga kebutuhan pokok yang melangit juga terjadi di sebagian besar wilayah Daraa.
Seorang anak bernama Issam yang baru berusia 10 tahun mengatakan: “Saya menggigil karena dingin. Dingin datang lebih awal tahun ini dan kami tidak memiliki perangkat pemanas di rumah kami, jadi bagaimana kami menghadapi musim dingin”.
Issam melanjutkan ucapannya sambil mengosongkan kantog sampah di salah satu tempat pembuangan yang jauh dari desanya, tanpa memandang lawan bicaranya.
“Saya mencari apa yang mudah terbakar dari bahan plastik seperti botol minuman plastik, tas nilon, untuk menggunakannya untuk memasak dan pemanas,” ungkapnya.
Ia mengatakan bahwa ia dan teman-temannya pergi ke sekitar tempat pembuangan sampah di desanya dan desa tetangga untuk mencari sesuatu yang mudah terbakar, tanpa memikirkan bahayanya untuk kesehatan.
Dia menambahkan: “Kami mengumpulkan banyak ban bekas dan menggunakannya di perapian karena kami tidak memiliki kayu atau bahan bakar dan kami tidak memiliki uang untuk membelinya.”
Menurutnya, keluarganya jatuh miskin setelah ayahnya ditangkap, keluarganya hidup dengan bantuan tetangga sehari-hari.
Abu Ammar, seorang pensiunan guru, menunjukkan bahwa situasi ekonomi yang buruk dan fakta bahwa tidak ada penghasilan tetap, mendorong orang untuk menggunakan apapun yang tersedia dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ia tidak menemukan sesuatu yang aneh pada kondisi ini, menunjukkan bahwa warga Suriah kembali ke cara primitif selama tahun-tahun revolusi yang membakar segalanya. Orang menggunakancara yang kembali ke tahun 50-an tanpa berhenti dan memikirkan kerusakan karena sekarang hal-hal itu menjadi tuntutan karena tidak ada alternatif lain.
Dia menambahkan bahwa perapian muncul lagi setelah mereka menjadi warisan yang lama hilang. Sekarang mereka menjadi kebutuhan dasar di musim dingin dan musim panas untuk beberapa keluarga yang membutuhkannya karena ketiadaan sarana dan tidak ada uang untuk membeli bahan bakar dan kayu. Ia mencontokan perapian dibuat dari barang apapun yang mudah terbakar seperti sisa-sisa ban, kotak, wadah plastik, pakaian usang dan kotoran hewan yang telah mengering.
Oum Raed, wanita berusia 50-an, mengatakan mulai menggunakan al-jileh sebagai bahan bakar tahun ini karena harga kayu meningkat tajam dan tidak tersedianya bahan bakar di daerahnya. Dia menunjukkan dia mulai mengumpulkan kotoran hewan sejak musim panas dan al-jileh dibuat dari itu setelah mencampurnya dengan jerami. Kotoran hewan dikeringkan untuk waktu yang lama dengan dijemur.
Dia menambahkan bahwa dia tidak mengetahui ini sebelumnya, tapi ia bertanya kepada seorang yang lebih tua dan ia menjadikan pengalaman mereka sebagai pedoman dalam membuat al-jileh. Dia mengatakan bahwa setidaknya ia menghemat 100.000 Pound Suriah yang harus ia pinjam jika dia harus membeli kayu untuk bahan bakar.
Sementara itu, Qasim, seorang penjaga toko mengatakan situasi di Daraa yang telah dibebaskan masih jauh lebih baik dibandingkan dengan Daraa barat, terutama di daerah dimana faksi Khalid Bin Walid erkuasa. Disana tidak ada sumber daya.
Hutan di Lembah Al-Yarmouk telah digunakan dan hutan buatan tidak memiliki lebih banyak pohon sehingga rezim menjualnya sebelum. Penduduk juga menggunakan sisa-sisa pohon selama tahun terakhir.
Dia menambahkan, harga bahan bakar yang diselundupkan ke daerah telah melebihi daya beli warga untuk digunakan untuk pemanas. Satu liter diesel dibandrol seharga 450 Pound Suriah yang berarti harga per barel elebihi 100.000 Pound Suriah. Satu barel tidak bertahan untuk satu bulan, berarti sebuah keluarga membutuhkan sekitar 200.000 Pound Suriah setidaknya selama musim dingin.
Dia mengatakan bahwa gas juga mengalami peningkatan harga. Satu tabung gas seharga 6.500 Pound Suriah. Jika digunakan untuk pemanas, hanya bisa bertahan untuk lima hari.
Abu Qusai, seorang pedagang kayu menjelaskan bahwa harga satu ton kayu di daerah telah meningkat tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu karena berkurangnya pasokan dan kekurangan sumber daya selama tahun terakhir. Dia mengatakan bahwa warga mulai menggunakan pohon di kebuh rumah ereka dan beberapa pohon berbuah seperti zaitun mulai digunakan untuk memasak dan pemanas di musim dingin.
Dia menyebutkan, satu ton kayu Al-Malaoul mencapai 75.000 Pound Suriah, sedangkan satu ton kayu zaitun mencapai 50.000. Kayu eucalyptus mencapai 40.000. Dia melanjutkan bahwa harga di masa mendatang bisa meningkat tajam dengan munculnya musim dingin yang keras dan keterbatasan pasokan.
Dia menambahkan jika situasi tetap seperti ini, maka orang-orang di daerah tidak akan menemukan apapun untuk menyalakan api di musim dingin dan keluarga-keluarga akan memotong sisa pohon berbuah untuk menggunakannya sebagai bahan bakar.
*Sumber: Zaman Alwasl
(haninmazaya/arrahmah.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Seorang anak bernama Issam yang baru berusia 10 tahun mengatakan: “Saya menggigil karena dingin. Dingin datang lebih awal tahun ini dan kami tidak memiliki perangkat pemanas di rumah kami, jadi bagaimana kami menghadapi musim dingin”.
Issam melanjutkan ucapannya sambil mengosongkan kantog sampah di salah satu tempat pembuangan yang jauh dari desanya, tanpa memandang lawan bicaranya.
“Saya mencari apa yang mudah terbakar dari bahan plastik seperti botol minuman plastik, tas nilon, untuk menggunakannya untuk memasak dan pemanas,” ungkapnya.
Ia mengatakan bahwa ia dan teman-temannya pergi ke sekitar tempat pembuangan sampah di desanya dan desa tetangga untuk mencari sesuatu yang mudah terbakar, tanpa memikirkan bahayanya untuk kesehatan.
Dia menambahkan: “Kami mengumpulkan banyak ban bekas dan menggunakannya di perapian karena kami tidak memiliki kayu atau bahan bakar dan kami tidak memiliki uang untuk membelinya.”
Menurutnya, keluarganya jatuh miskin setelah ayahnya ditangkap, keluarganya hidup dengan bantuan tetangga sehari-hari.
Abu Ammar, seorang pensiunan guru, menunjukkan bahwa situasi ekonomi yang buruk dan fakta bahwa tidak ada penghasilan tetap, mendorong orang untuk menggunakan apapun yang tersedia dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ia tidak menemukan sesuatu yang aneh pada kondisi ini, menunjukkan bahwa warga Suriah kembali ke cara primitif selama tahun-tahun revolusi yang membakar segalanya. Orang menggunakancara yang kembali ke tahun 50-an tanpa berhenti dan memikirkan kerusakan karena sekarang hal-hal itu menjadi tuntutan karena tidak ada alternatif lain.
Dia menambahkan bahwa perapian muncul lagi setelah mereka menjadi warisan yang lama hilang. Sekarang mereka menjadi kebutuhan dasar di musim dingin dan musim panas untuk beberapa keluarga yang membutuhkannya karena ketiadaan sarana dan tidak ada uang untuk membeli bahan bakar dan kayu. Ia mencontokan perapian dibuat dari barang apapun yang mudah terbakar seperti sisa-sisa ban, kotak, wadah plastik, pakaian usang dan kotoran hewan yang telah mengering.
Oum Raed, wanita berusia 50-an, mengatakan mulai menggunakan al-jileh sebagai bahan bakar tahun ini karena harga kayu meningkat tajam dan tidak tersedianya bahan bakar di daerahnya. Dia menunjukkan dia mulai mengumpulkan kotoran hewan sejak musim panas dan al-jileh dibuat dari itu setelah mencampurnya dengan jerami. Kotoran hewan dikeringkan untuk waktu yang lama dengan dijemur.
Dia menambahkan bahwa dia tidak mengetahui ini sebelumnya, tapi ia bertanya kepada seorang yang lebih tua dan ia menjadikan pengalaman mereka sebagai pedoman dalam membuat al-jileh. Dia mengatakan bahwa setidaknya ia menghemat 100.000 Pound Suriah yang harus ia pinjam jika dia harus membeli kayu untuk bahan bakar.
Sementara itu, Qasim, seorang penjaga toko mengatakan situasi di Daraa yang telah dibebaskan masih jauh lebih baik dibandingkan dengan Daraa barat, terutama di daerah dimana faksi Khalid Bin Walid erkuasa. Disana tidak ada sumber daya.
Hutan di Lembah Al-Yarmouk telah digunakan dan hutan buatan tidak memiliki lebih banyak pohon sehingga rezim menjualnya sebelum. Penduduk juga menggunakan sisa-sisa pohon selama tahun terakhir.
Dia menambahkan, harga bahan bakar yang diselundupkan ke daerah telah melebihi daya beli warga untuk digunakan untuk pemanas. Satu liter diesel dibandrol seharga 450 Pound Suriah yang berarti harga per barel elebihi 100.000 Pound Suriah. Satu barel tidak bertahan untuk satu bulan, berarti sebuah keluarga membutuhkan sekitar 200.000 Pound Suriah setidaknya selama musim dingin.
Dia mengatakan bahwa gas juga mengalami peningkatan harga. Satu tabung gas seharga 6.500 Pound Suriah. Jika digunakan untuk pemanas, hanya bisa bertahan untuk lima hari.
Abu Qusai, seorang pedagang kayu menjelaskan bahwa harga satu ton kayu di daerah telah meningkat tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu karena berkurangnya pasokan dan kekurangan sumber daya selama tahun terakhir. Dia mengatakan bahwa warga mulai menggunakan pohon di kebuh rumah ereka dan beberapa pohon berbuah seperti zaitun mulai digunakan untuk memasak dan pemanas di musim dingin.
Dia menyebutkan, satu ton kayu Al-Malaoul mencapai 75.000 Pound Suriah, sedangkan satu ton kayu zaitun mencapai 50.000. Kayu eucalyptus mencapai 40.000. Dia melanjutkan bahwa harga di masa mendatang bisa meningkat tajam dengan munculnya musim dingin yang keras dan keterbatasan pasokan.
Dia menambahkan jika situasi tetap seperti ini, maka orang-orang di daerah tidak akan menemukan apapun untuk menyalakan api di musim dingin dan keluarga-keluarga akan memotong sisa pohon berbuah untuk menggunakannya sebagai bahan bakar.
*Sumber: Zaman Alwasl
(haninmazaya/arrahmah.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: