Oleh : Zulkarnain El-Madury
Pada Saat ini dunia Islam sedang dilanda fitnah syubhat yang dahsyat, yaitu tentang keberadaan agama Syi’ah. Banyak dari kalangan muslim yang menganggap bahwa Syi’ah merupakan bagian dari umat Islam. Layaknya empat madzhab yang ada, Syi’ah memposisikan diri sebagai madzhab kelima dengan nama madzhab Ja’fariyah [ katan lain dari Imamiyah ]
Kabut fitnah ini semakin pekat dengan
munculnya para tokoh sebagai pembela
dari kalangan para pendukung syiah dan simpatisannya .
Diantaranya Umar Syihab, Quraisy Syihab, Said Agil Shiraj, Jalaluddin Rahmat
dan tokoh-tokoh lainnya. Muculnya dukungan dari beberapa tokoh tersebut,
kemungkinan dipicu dari banyak kemungkinan
dan kepentingan . Hal itu boleh jadi berangkat dari keyakinan dan kesadaran
mereka untuk menyebarkan agama Syi’ah dan menutupi kesesatannya, atau dari kebodohan
[ketidak-tahuan] dan taqlid buta
semata,
Menanggapi isu Syi’ah yang semakin gencar
ini di NKRI,
ada fakta menarik dibalik berdirinya Negara Islam Iran, yang secara
terang-terangan mendeklarasikan diri sebagai Negara Islam Syi’ah. Satu-satunya Negara yang
berani secara vulga dan berani menobatkan diri sebagai wakil
dari negara-negara Islam dalam melawan Amerika dan para sekutunya, termasuk
Israel. Dengan keberadaan teknologi nuklirnya, benarkah Iran bisa dijadikan
harapan oleh umat Islam untuk menandingi kekuatan Barat, atau justru
sebaliknya.
Saat menengok kembali lembaran-lembaran sejarah mengenai
Persia dan Iran. Akan ditemukan titik temu antara keduanya, sekaligus menjawab
misteri dibalik berdirinya Iran sebagai negara Syi’ah, yang di agung agungkan oleh para Syiah maniak.
Iran saat ini berada di atas tanah Persia
yang telah berdiri sejak tahun 3200 SM dan pernah berjaya dengan imperiumnya.
Kala itu dunia dibagi dua kekaisaran yang besar dan kuat. Yaitu Imperium Romawi
di Konstantinopel dengan Kristen sebagai agama resminya, dan Imperium Persi
yang dipimpin oleh seorang Kisra dengan Majusi sebagi agama resminya.
Pada zaman kekhilafahan Umar bin Khattab,
Imperium Persia berhasil ditaklukkan oleh panji pasukan Islam. Simbol-simbol
paganisme dihancurkan. Api sebagai tujuan peribadatan diganti dengan
nilai-nilai tauhid, yang mempersembahkan segala ibadah hanya kepada Allah
semata. Kisra Abyadh yang merupakan istana Raja pun dikuasai kaum muslimin
sebagai ghanimah. Di dalamnya tarhampar Ribuan dinar dan dirham, permadani,
mahkota, piala, serta berbagai benda-benda berharga lainnya.
Sejak penaklukan itu, kaum Persia begitu
murka. Mereka menyimpan dendam kesumat begitu dalam kepada kaum muslimin,
terutama kepada Shahabat Umar bin Khattab. Pada akhirnya, para penganut Majusi
tersebut kembali merapatkan barisan. Dalam rangka membalas kekalahan yang
pernah mereka alami. Muncullah komitmen bersama di antara mereka untuk kembali
mendirikan Persia Raya.
Aksi pertama dimulai dengan terbunuhnya
Khalifah Umar bin Khattab, oleh seorang Majusi bernama Abu Lu’lu. Kemudian atas
nama pembelaan terhadap ahli bait, mereka mendirikan agama Syi’ah. Dengan
harapan dapat menarik simpati masyarakat Islam kala itu. Lambat laun, umat
Islam yang awam pun terpengauh oleh ajakan sesat itu.
Kini, agama Syi’ah benar-benar telah
kembali menghidupkan simbol-simbol Majusi. Di negara Iran, mayoritas pengikut
Khomeini secara terang-terangan mendambakan dan memuja-muja Abu Lu’lu
Al-Majusi. Mereka menggelari Abu Lu’lu sebagai orang yang beriman, bertaqwa,
shalih dan pemberani.
Pada bulan Maret di setiap tahunnya, rakyat
Iran mengadakan perayaan hari raya Norooz (Pemujaan terhadap api). Bahkan
Norooz sendiri telah ditetapkan sebagi hari raya di Iran. Al-Majlisi – ulama
Syi’ah di dalam kitabnya “Biharul Anwar” – mengatakan bahwa hari itu adalah
hari dimana keluarnya Imam Mahdi dari persembunyiannya. Petinggi-petinggi
Syi’ah Rafhidah saat ini mengakui bahwa mereka mempunyai akar-akar Majusi.
Bahkan sekte Majusi yang mengklaim memeluk Islam ini, juga mempunyai akar-akar
Yahudi yang kuat. Zoroastria Majusi yang merupakan hari raya Majusi menjadi
bagian pokok bagi Syi’ah Rafhidah.
Saat fakta menunjukkan adanya keterkaitan
antara Syi’ah dengan Majusi, mungkinkah ia dimasukkan ke dalam golongan kaum
muslimin. Dan mungkinkah pengikut dari orang yang telah membunuh Khalifah Umar
bin Khattab, memiliki tekad untuk membantu kaum muslimin dengan berkedok
mendirikan negara Syi’ah. Atau justru kemunculannya menjadi ancaman serius bagi
kaum Muslimin.
Masih belum juga kering ingatan kita dengan
revolusi Iran yang di komandani Ayatullah Rohullah Khomaini, yang mampu
merobohkan tirani Syiah model Reza Pahlawi yang akhirnya tumbang di tangan
Khomaini, yang sebelumnya ada di pengasingan. Khomaini menjadi Ikon sebuah
kebangkitan paham tertindas dari sebuah peradaban yang usang dan penuh ceceran
darah, pengkhianatan dan arogansi yang kelak mendasari teologi syiah Iran yang
paling vokal membela keluarga Ahlul bait dengan menebar keyakinan anti sahabat
sahabat Nabi yang pernah menjabat Khalifah, seperti Abu bakar, Umar, Usman dan
pemerintahan sesudah Ali dan Hasan yang dipersepsikan sebagai gerombolan
murtadin oleh para ulama ulam Iran.
Tidak ada seorangpun muslim yang tidak mau
menerima takfir syiah terhadap sahabat dan tidak mau menerima Imamiyah model
Iran [Kaum Rafidhah], melainkan masuk dalam kategore Nashibi yang halal
darahnya, halal dirampas keluarganya, anak wanitanya dan hartanya. Karena
prinsip syiah tentang nashibi, bahwa nashibi adalah kafir, yang kedudukannya di
samakan lebih rendah dari sekedar sampah atau barang najis. Pola pemikiran yang
dikembangkan dari revolusi iran diantaranya adalah mengembangkan karakter
Imamiyah yang anti sahabat dan anti agama Islam model sunni, meskipun ada ahli
sejarah yang berpendangan Syiah masih sedulur Islam, namun menerut kaca mata
dangkas , sekedar melalui proses sejarah, bukan berdasarkan proses kitabiyah
yang di tulis para pemuka syiah yang berjiwa antagonis. Mungkin kalau sekedar
melihat dari inti permasalahan fiqih, juga masih memerlukan telaah mendalam
sejarah cabang cabang syiah yang halal, namun khusu syiah produk Iran , tidak
bisa lagi di pandang sekedar paham perbedaan fiqiyah, tetapi sebuah sudut
pandang yang sengaja diperkenalkan kepada dunia guna menyeret muslim
kedalam doktrin syiah.
Misalnya semacam Abi dan Ijabi, dua
kelompok Syiah yang afiliatif anti para sahabat Nabi termasuk karya karya
mereka, selain kitab kitab sunni lainnya menjadi sasaran takfir syiah, meskipun
terkadang dengan terpaksa menghujjakan hadits sunni untuk pembenaran produk
revolusinya. Kedua ormas tersebut bersusah payah untuk menggiring muslim
masuk dalam lingkaran syiah, melalui fosil fosil doktrin syiah yang
menjunjung dinasti Ali dan keluarganya sebagai tolak ukur beragama, dengan
mengenyampingkan para perawi hadits dari sahabat sahabat yang dikafirkan syiah.
Meskipun di satu sisi tidak adil menempat kedudukan, karena sebatas
mengutamakan keturunan Husein yang secara DNA Iran Husein lebih terikat dengan
seorang wanita bangsawan Iran yang melahirkan anak cucu Husein, dan tentu saja
tidak berlaku kepada keturunan Hasan, karena tidak ada seorangpun dari
keluarga Hasan bin Ali yang lahir dari kandungan wanita bangsawan Iran, yang
pernah menjadi musuh bebuyutan Islam waktu itu.
Layaklah kalau kemudian jabatan Husein
lebih berarti bagi bangsa Iran yang memang anti islam awalnya, lahirnya
ulama ulama hadits model syiah yang menadingi ulama ulama hadits model
sunni, akhirnya membedakan Islam dan Syiah, terlebih pengingkaran Mushaf
Utsmani dilakukan syiah dan menuduh para penulis Al-Quran sebagai musuh syiah
juga, akhirnya harus menempatkan Quran sebagai kitab Allah yang cacat
bagi syiah, selain hadits yang dimata syiah keimanannya tidak di akui karena
sebab para perawi hadits sudah dikafirkan seluruhnya, sehingga tak bersisa
sedikitpun untuk mengakui Islam sebagai agama, selama tidak mengakui Imamiyah,
bahkan pemeluknya dianggap bati oleh syiah
Sudah pasti ajaran syiah dan titik
bengiknya merupakan produk baru yang mengatas namakan Islam, meskipun satu
tuhan yang sama dan satu nabi yang sama, namun beda dalam menempatkan Allah dan
Nabi hanya sebatas bisa di pandang dari kacamata syiah yang mempopulerkan
produk Imamiyah Syiah. Itulah sebabnya majelis Ulama dengan tegas menyingkap
penyelewengan syiah melalui buku yang dikeluarkan oleh MUI. Dan Himbauan
MUI tentang syiah ini sudah di muat beberapa kali, termasuk peringatan MUI
terhadap bahaya syiah yang bisa merusak aqidah, dan sekedar menjadi alat
Iranisasi Muslim Indonesia dengan tujuannya adalah ingin
kembali mewujudkan Persia raya, dengan merebut simpati muslim di NKRI ini.
Terutama rekrutman
kalangan pemuda pemuda cerdas tapi mandul agama produk semua Perguruan Tinggi
[PT] di Indonesia oleh Syiah merupakan target utama mereka. Sudah Pasti Qum
sendiri menjadi pedopan meng-Irankan orang orang Indonesia dengan menanamkan
dan menyuntikkan ibanisasi terhadap Peristiwa pembunuhan Husein, untuk
memancing emosi dukungan dari masyarakat Islam Indonesia yang gampang haru.
Sejak Revolusi Syiah Iran
hinggaa sekarang, demam Syiah ini menjadi wabah yang terus menyerang kalangan
intelektual muslim yang buta sejarah Persia. Dengan latar belakang pendidikan
umumnya, adalah mudah melakukan rekrutmen ala Syiah di Indonesia, terlebih
kalau diakait kaitkan dengan Islam dan keluarga Rasulullah. Siapapu dari umat
Islam tak akan tega kalau mendengar cucu rasulullah dibantai. Dari cerita
Husein itulah startnya gerakan Syionisasi [ Syiah] meyakinkan para korbannya
yang kelak bersama mereka turut menghembuskan anti Sahabat di negeri ini.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: