Syiahindonesia.com - Keenam, sesungguhnya yang Allah sebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 55 itu adalah Iqomatus Shalah (penegakannya) dan bukan ada’ (pelaksanaannya). Ini merupakan petunjuk bahwa kewajiban shalat bukan hanya asal telah dilaksanakan saja, tetapi harus betul-betul ditegakkan melalui kekhusyukan dengan tidak melakukan hal-hal yang diluar dari rangkaian tata cara shalat itu. Menegakkan shalat amat jelas berbeda dengan menunaikannya. Menegakkan shalat berarti mengerjakan secara sempurna, lengkap dengan syarat-syarat, rukun-rukun dan kewajiban-kewajibannya, dan semua yang berkaitan dengan shalat seperti wudhu, tumakninah, khusyuk dan yang lain.
Dengan artian bahwa makna “orang-orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat” kapanpun dan siapapun orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat adalah wali kita. Bukan hanya orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat pada saat turunnya ayat itu saja yang menjadi wali bagi umat islam.
Ketujuh, ketika ada yang mempermasalahkan pemisahan antara shalat dengan rukuk dalam surat Al-Maidah ayat 55 yang ditengah-tengah kedua hal tersebut disisipi dengan mengeluarkan zakat, kita yakin bahwa pemilihan kata dan kalimat di dalam Al-Qur’an adalah bentuk bahasa yang paling fasih dan tidak mungkin seorang pun menemukan ada yang cacat padanya walau hanya satu bentuk kesalahan saja, baik dalam kaidah bahasanya (Nahwu), retorikanya (Balaghah), maupun sharafnya, serta aspek-aspek kebahasaan lainnya. Tidak mungkin ada yang salah, karena Al-Qur’an adalah sebaik-baik kalam.
Karena demikian kenyataannya, maka mungkin masih ada yang bertanya mengapa zakat disisipkan di antara shalat dan rukuk. Maka jawabannya, firman Allah “seraya mereka ruku” sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan shalat yang telah disebutkan terlebih dahulu. Tidak lain maksud kata “rukuk” disini adalah tunduk merendah kepda Allah, sebagaimana firman Allah tentang Nabi Daud, “...dan Daud menduga bahwa Kami mengujinya, maka dia memohon ampunan kepada Rabbnya lalu menyungkur rukuk (tunduk) dan bertaubat.” (QS. Shad :24). Kiranya telah sama-sama diketahui bahwa Nabi Daud kenyataannya dalah menyungkur sujud –yang pada nash ayat disebutkan rukuk-, dimana sujud dalam momen-moment tertentu tidak musti dikaitkan dengan shalat, yang oleh karenanya tidak bisa dikaitkan antara menegakkan shalat dengan kata rukuk pada surat Al-Maidah ayat 55, yang berarti ayat tersebut tidak mengatakan bahwa ada seseorang yang shalat dan pada waktu rukuk orang tersebut mengeluarkan zakat, tidak begitu.
Namun kata rukuk disini adalah tunduk, yang berarti dalam ayat “Sesungguhnya yang berhak menjadi wali (Penolong/pemimpin) bagi kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka rukuk (tunduk kepada Allah).” (QS. Al-Maidah :55). Adalah orang-orang yang beriman yang dia itu mendirikan (bukan sekedar mengerjakan) shalat dan dia juga menunaikan zakat dalam keadaan tunduk kepada Allah mengikhlaskan semuanya lillahi ta’ala.
Kata rukuk dengan pemaknaan tunduk ini juga ada pada ayat “Hai Maryam, taatilah Rabbmu! Sujud dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Ali Imran : 43). Para mufassir memaknai kata rukuk pada ayat 43 surat Ali Imran dengan kata tunduk yang berarti “tunduklah kamu bersama orang-orang yang tunduk kepada Allah”. Konon Maryam hidup seorang diri didalam bilik Baitul Maqdis, lantaran dia menjadi obyek nadzar ibunya, ditambah lagi bahwa wanita tidak wajib mengerjakan shalat berjamaah bersama orang-orang yang rukuk, maka ayat tersebut bermakna “tunduklah kamu bersama orang-orang yang tunduk”.
Jadi dalam redaksi tersebut tidak ada yang aneh jika kita artikan “orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat dalam keadaan rukuk (tunduk kepada Allah)”. Namun akan menjadi aneh dan bertentangan dengan nash-nash yang lain serta hadits nabi dan akal sehat jika kita artikan dengan “orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan (dia) menunaikan zakat ketika dia rukuk (dalam shalat)”. Mana ada fiqih menunaikan zakat ketika rukuk? sebagaimana yang telah kita urai dalam poin pertama, kedua dan kelima di atas. (qodisiyah)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Dengan artian bahwa makna “orang-orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat” kapanpun dan siapapun orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat adalah wali kita. Bukan hanya orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat pada saat turunnya ayat itu saja yang menjadi wali bagi umat islam.
Ketujuh, ketika ada yang mempermasalahkan pemisahan antara shalat dengan rukuk dalam surat Al-Maidah ayat 55 yang ditengah-tengah kedua hal tersebut disisipi dengan mengeluarkan zakat, kita yakin bahwa pemilihan kata dan kalimat di dalam Al-Qur’an adalah bentuk bahasa yang paling fasih dan tidak mungkin seorang pun menemukan ada yang cacat padanya walau hanya satu bentuk kesalahan saja, baik dalam kaidah bahasanya (Nahwu), retorikanya (Balaghah), maupun sharafnya, serta aspek-aspek kebahasaan lainnya. Tidak mungkin ada yang salah, karena Al-Qur’an adalah sebaik-baik kalam.
Karena demikian kenyataannya, maka mungkin masih ada yang bertanya mengapa zakat disisipkan di antara shalat dan rukuk. Maka jawabannya, firman Allah “seraya mereka ruku” sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan shalat yang telah disebutkan terlebih dahulu. Tidak lain maksud kata “rukuk” disini adalah tunduk merendah kepda Allah, sebagaimana firman Allah tentang Nabi Daud, “...dan Daud menduga bahwa Kami mengujinya, maka dia memohon ampunan kepada Rabbnya lalu menyungkur rukuk (tunduk) dan bertaubat.” (QS. Shad :24). Kiranya telah sama-sama diketahui bahwa Nabi Daud kenyataannya dalah menyungkur sujud –yang pada nash ayat disebutkan rukuk-, dimana sujud dalam momen-moment tertentu tidak musti dikaitkan dengan shalat, yang oleh karenanya tidak bisa dikaitkan antara menegakkan shalat dengan kata rukuk pada surat Al-Maidah ayat 55, yang berarti ayat tersebut tidak mengatakan bahwa ada seseorang yang shalat dan pada waktu rukuk orang tersebut mengeluarkan zakat, tidak begitu.
Namun kata rukuk disini adalah tunduk, yang berarti dalam ayat “Sesungguhnya yang berhak menjadi wali (Penolong/pemimpin) bagi kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka rukuk (tunduk kepada Allah).” (QS. Al-Maidah :55). Adalah orang-orang yang beriman yang dia itu mendirikan (bukan sekedar mengerjakan) shalat dan dia juga menunaikan zakat dalam keadaan tunduk kepada Allah mengikhlaskan semuanya lillahi ta’ala.
Kata rukuk dengan pemaknaan tunduk ini juga ada pada ayat “Hai Maryam, taatilah Rabbmu! Sujud dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Ali Imran : 43). Para mufassir memaknai kata rukuk pada ayat 43 surat Ali Imran dengan kata tunduk yang berarti “tunduklah kamu bersama orang-orang yang tunduk kepada Allah”. Konon Maryam hidup seorang diri didalam bilik Baitul Maqdis, lantaran dia menjadi obyek nadzar ibunya, ditambah lagi bahwa wanita tidak wajib mengerjakan shalat berjamaah bersama orang-orang yang rukuk, maka ayat tersebut bermakna “tunduklah kamu bersama orang-orang yang tunduk”.
Jadi dalam redaksi tersebut tidak ada yang aneh jika kita artikan “orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat dalam keadaan rukuk (tunduk kepada Allah)”. Namun akan menjadi aneh dan bertentangan dengan nash-nash yang lain serta hadits nabi dan akal sehat jika kita artikan dengan “orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan (dia) menunaikan zakat ketika dia rukuk (dalam shalat)”. Mana ada fiqih menunaikan zakat ketika rukuk? sebagaimana yang telah kita urai dalam poin pertama, kedua dan kelima di atas. (qodisiyah)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: