Yang Perlu Diketahui: Apa Perang Suriah, Rezim Bashar dan Keterlibatan Syiah? [2]
Syiahindonesia.com - Suriah dikenal pula sebagai Negeri Syam. Perjanjian Sykes-Picot membagi-bagi Negeri Syam yang lepas dari Turki Utsmani (dirundingkan sejak Nopember 1915 sampai Maret 1916, ditandatangani resmi 16 Mei 1916): Suriah-Libanon menjadi kekuasaan Prancis, Palestina-Yordania menjadi kekuasaan Inggris.
Partai Sosialis Arab Baʼats (Ḥizb Al-Baʻath Al-ʻArabī Al-Ishtirākī) didirikan pertama kali oleh Michel Aflaq, Salah al-Din al-Bitar dan Zaki al-Arsuzi. Partai ini menganjurkan Ba’atsisme (dari +), bermakna “renaissance” atau “resurrection”), campuran ideologi Nasionalisme-Arab, pan-Arabisme, Sosialisme Arab dan kepentingan-kepentingan anti-penjajahan Barat.
Ba’atsisme menyerukan bersatunya dunia Arab dalam satu negara. Mottonya “Persatuan, Kebebasan, Sosialisme”. Partai ini merupakan merger dari Gerakan Arab Baʼats pimpinan Aflaq dan al-Bitar, serta Baʼats Arab dipimpin oleh al-Arsuzi, didirikan pada 7 April 1947 sebagai Partai Arab Baʼats. Gagasan ini segera menyebar dari Suriah dan Iraq. Pada 8 Maret 1963, lewat sebuah kudeta militer Partai Baʼats berkuasa di Suriah.
Tahun 1967 Suriah bersama Mesir dan Yordania kalah telak dalam Perang Enam Hari melawan Israel. Bukan saja kalah, tapi Dataran Tinggi Golan dirampas dari Suriah, Gurun Sinai dirampas dari Mesir, dan Tepi Barat dirampas dari Yordania, yang termasuk di dalamnya Haram Al-Syarif atau komplek Masjidil Aqsha.
Tahun 1970, Menteri Pertahanan Suriah yang gagal memenangkan Perang Enam Hari justeru menjadi Perdana Menteri. Setahun berikutnya menjadi Presiden Republik Arab Suriah. Sejak itu Hafez Al-Assad menjalankan pemerintahan militer-intelijen dengan ideologi Arab Baʼats. Keberhasilan penyebaran doktrin ideologi Sosialis Arab Baʼatsisme inilah yang membangun basis massa yang lebih luas, menjangkau bukan saja kalangan Nusairiyah-Alawiyah, Druze, dan Kristen, tetapi juga sejumlah besar warga yang secara biologis keturunan keluarga Muslim Ahlus Sunnah wal Jamaʼah, namun tersekularkan oleh ideologi yang revolusioner.
Tahun 1973 Assad mengubah Konstitusi Suriah diantaranya membolehkan non-Muslim menjadi Presiden. Sesuatu yang kemudian memulai perlawanan resmi Ikhwanul Muslimin terhadap rezim Assad. Klimaksnya perlawanan bersenjata yang diselesaikan oleh Assad dengan operasi militer dan intelijen besar-besaran atas kota Hama pada tahun 1982. “Hama Massacre” membantai antara 10 ribu sampai 25 ribu Muslimin Sunni.
Masyarakat Suriah melewati 40 tahun terakhir dengan perubahan-perubahan yang dipengaruhi banyak faktor di dalam dan di luar negeri. Krisis yang terjadi selama 2,5 tahun terakhir di Suriah merupakan akumulasi tiga hal yang nampaknya tidak mampu lagi dikendalikan oleh rezim minoritas yang dipimpin Bashar:
Pertama, klimaks kemarahan sebagian besar rakyat Suriah atas 40 tahun lebih kekuasaan opresif tirani minoritas Nusairiyah-Alawiyah (etnik Syiah) atas mayoritas Muslim (Sunni; Ahlus Sunnah wal Jamaʼah)
Kedua, klimaks pergesekan antara kekuatan-kekuatan internal Partai Baʼats dan Klan Alawiyah yang masing-masing memiliki agenda-agenda modernisasi pasca-Uni Soviet sendiri, serta koneksi-koneksi bisnis sendiri dengan kelompok korporasi multinasional yang berbeda (baik dari kalangan Barat maupun Timur)
Ketiga, klimaks pergesekan antara kepentingan-kepentingan multilateral AS-Inggris-Prancis versus Russia-China-Iran di kawasan Timur Tengah: di satu sisi kepentingan-kepentingan geopolitik-ekonomi-militer dan sumberdaya alam yang berbenturan, di sisi lain satunya pandangan mereka dalam kepentingan membendung bangkitnya kekuatan Muslim Ahlus-sunnah wal Jamaʼah
Komunitas Nusairiyah-Alawiyah yang mendominasi kekuasaan politik dan ekonomi di Suriah bukanlah jenis Syiah yang religius seperti counterpart-nya di Iran. Ini jenis Syiah yang tidak punya masjid, tidak punya kitab, tidak punya ulama, tidak punya ritual ibadah.
Bashar Al-Assad meneruskan politik ayahnya dalam mengakomodasi aspek-aspek tertentu kehidupan Muslim Sunni yang mayoritas, seperti: Shalat ʻIed bersama Sunni, menyetujui pendirian “Maʼhad Al-Assad lit-Tahfizhul Quran” di masjid-masjid, menyetujui berbagai peraturan di bawah Kementerian Waqaf dan Urusan Agama yang akomodatif terhadap kepentingan Sunni, menyetujui Grand Mufti Suriah dari kalangan Sunni, dan menyerahkan pengelolaan Masjid ʻUmawiyah kepada ulama-ulama Sunni.
Syaratnya, selama Muslim Sunni tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengurangi porsi kekuasaan klan minoritas Nusairiyah-Alawiyah Assad.
Padahal berkurangnya porsi kekuasaan kelompok minoritas menjadi sesuatu yang alamiah, ketika kelompok minoritas mengalami pertumbuhan baik secara kuantitas maupun kualitas di kalangan sumberdaya manusianya.
Awalnya, krisis kemanusiaan ini di dalam negeri Suriah semata-mata dikarenakan rezim yang sudah lama berkuasa ngotot mempertahankan kekuasaannya dengan kekerasan dan tangan besi. Namun, perang dalam negeri yang bercorak etno-politik ini berubah menjadi perang antara rakyat Sunni versus rezim Syiah sesudah negara Syiah Iran ikut intervensi dalam bentuk bantuan senjata, strategi, bahkan pasukan garda revolusi. Bukti-bukti keterlibatan Iran di lapangan cukup banyak.
Di antaranya dua yang berikut ini. Tahun 2012 lalu, seorang wartawan Turki Adem Özköse (yang juga relawan IHH dan veteran kapal kemanusiaan Mavi Marmara) beserta rekan jurukameranya, dipenjara selama 2,5 bulan oleh rezim Assad di kota Idlib.
Adem akhirnya dibebaskan sesudah pimpinan IHH Fehmi Bulent Yildirim melakukan diplomasi kemanusiaan ke Teheran. Bulent membawa “pesan” dari para pejuang Suriah, agar rezim Teheran menekan rezim Suriah membebaskan Adem (bersama lebih 100 warga Suriah) dengan bayaran, akan dibebaskannya 18 orang laki-laki milisi Iran yang ditawab oleh pejuang Suriah. Januari 2013, di Latakia, 48 orang anggota milisi Iran yang ditawan para pejuang Suriah ditukar dengan kebebasan 2.130 orang warga Suriah. Ke-48 orang itu ketika tiba di bandara Teheran disambut keluarga, dan diketahui identitasnya sebagai anggota militer Iran yang ditugaskan ke Suriah melawan para pejuang Muslim Ahlus Sunnah wal Jamaʼah.
Di Suriah, minoritas Nusairiyah-Alawiyah (15% dari populasi 22,5 juta jiwa) merupakan salah satu kelompok etnik yang di-groom oleh penjajah Prancis. Politik kolonial “pecah belah dan kuasai” mensyaratkan dimilikinya sumberdaya-sumberdaya kekuasaan yang memadai agar kelompok-kelompok minoritas seperti Kristen Maronit, Druze, Syiah, dan Alawiyah bisa berhadapan secara lebih seimbang terhadap Muslim Ahlus-Sunnah wal Jamaʼah yang mayoritas. Salah satu buah dari politik itu ialah berdirinya Libanon secara terpisah dari Suriah.
Bashar Dukung Jihad Palestina?
Tahun 1998, sesudah tidak dibolehkan bermarkas di Yordania oleh Raja Hussein, Harakah Al-Muqawwamah Al-Islamiyah (HAMAS) dan beberapa faksi perlawanan Palestina lain mendapatkan tempat untuk bermarkas di Damaskus. Syarat yang mereka terima dari Hafez Al-Assad (ayah Bashar) adalah, HAMAS dan seluruh faksi perlawanan Palestina yang bermarkas di Damaskus akan berdiri di garis depan melawan Israel jika negeri itu melakukan agresi terhadap Suriah. HAMAS juga berjanji tidak akan ikut campur urusan politik dalam negeri Suriah. Tahun 2000 Hafez meninggal, parlemen Suriah secara aklamasi mengangkat Bashar menjadi presiden.
Tahun 2009, beredar kabar bahwa Suriah di bawah Bashar Al-Assad telah membuka pembicaraan dengan Israel dalam rangka pengembalian Golan kepada Suriah. Suatu pembicaraan yang menurut kabar yang bisa dipercaya, telah dimulai setahun sebelum Hafez meninggal. Tokoh penghubungnya bernama Ronald Lauder, seorang pengusaha Yahudi miliuner Prancis-Amerika yang bisnis utamanya kerajaan industri kosmetik Estee Lauder.
Lauder adalah penghubung rahasia Israel-Suriah. Prasyarat dikembalikannya Golan kepada Suriah adalah diusirnya seluruh faksi Muqawwamah Palestina dari Damaskus, terutama HAMAS. Khalid Misyʼal diwawancara majalah Syria Today mengomentari bahwa pihaknya siap keluar dari Damaskus, jika itu dikehendaki Assad.
Akhir Pebruari 2011, unjuk rasa pertama yang dilawan dengan kekerasan terjadi di kota perbatasan dengan Yordania, Daraʼa. Korban tewas dan luka-luka, serta penangkapan terjadi.
Oktober 2011, HAMAS secara bertahap memulai evakuasi lingkaran kedua dan ketiganya dari seluruh Suriah, setelah Khalid Misyʼal dan tokoh-tokoh HAMAS menolak permintaan rezim Assad agar gerakan itu menyatakan dukungannya untuk rezim terhadap gerakan rakyat.
Faktanya: selama 10 tahun berkuasa, ditambah 29 tahun ketika ayahnya masih berkuasa, Bashar Al-Assad tidak pernah menembakkan satu butir pelurupun ke arah Israel yang sampai hari ini masih menguasai Dataran Tinggi Golan. Bahkan ketika beberapa minggu yang lalu jet-jet tempur Israel membom sebuah pusat riset pertahanan Suriah, rezim Bashar tidak melakukan perlawanan apapun. Sangat berbeda dengan sikapnya ketika menghadapi unjuk rasa rakyat Suriah Muslimin Ahlus Sunnah wal Jamaʼah, aparat militer dan intelijen rezim Bashar akan melakukan semua pendekatan yang kejam dan brutal untuk menghentikannya.
Ada lebih dari 2,7 juta jiwa saudara Muslimin kita terpaksa mengungsi, baik di dalam maupun di luar Suriah. Mereka hidup terlunta-lunta dan terancam keselamatan nyawanya.
Karena sudah lebih dari 70 ribu orang saudara Muslimin kita dibunuh disebabkan oleh ke-Islam-annya dan aqidah tauhidnya menuntun mereka berhadap-hadapan dengan kekuatan-kekuatan bukan Islam yang mengancam dan menindasnya secara fisik.
Karena jika kita mendiamkan saudara-saudara kita dalam kesusahannya ini, Allah akan mengazab kita semua dengan azab yang lebih berat (Surat Al-Anfaal ayat 72-74):
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُوْلَـئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يُهَاجِرُواْ مَا لَكُم مِّن وَلاَيَتِهِم مِّن شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُواْ وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلاَّ عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS: al Anfal [8]:72)
Dan cukuplah Allah sebagai saksi, dan sebagai satu-satunya sebab, agar kita tidak berdiam diri atas keadaan saudara-saudara kita di Suriah.
Sikap berdiam diri itu mungkin karena keragu-raguan kita, atau mungkin juga karena kita menerima dalih was-was yang dihembuskan syetan ke dalam dada kita. Baik dalih was-was yang kelihatannya bersifat “ilmiah” maupun dalih was-was yang tidak ada penjelasannya.*/Awi, bahan “Lembar Putih Suriah” dan beberapa sumber lain
(hidayatullah)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Syiahindonesia.com - Suriah dikenal pula sebagai Negeri Syam. Perjanjian Sykes-Picot membagi-bagi Negeri Syam yang lepas dari Turki Utsmani (dirundingkan sejak Nopember 1915 sampai Maret 1916, ditandatangani resmi 16 Mei 1916): Suriah-Libanon menjadi kekuasaan Prancis, Palestina-Yordania menjadi kekuasaan Inggris.
Partai Sosialis Arab Baʼats (Ḥizb Al-Baʻath Al-ʻArabī Al-Ishtirākī) didirikan pertama kali oleh Michel Aflaq, Salah al-Din al-Bitar dan Zaki al-Arsuzi. Partai ini menganjurkan Ba’atsisme (dari +), bermakna “renaissance” atau “resurrection”), campuran ideologi Nasionalisme-Arab, pan-Arabisme, Sosialisme Arab dan kepentingan-kepentingan anti-penjajahan Barat.
Ba’atsisme menyerukan bersatunya dunia Arab dalam satu negara. Mottonya “Persatuan, Kebebasan, Sosialisme”. Partai ini merupakan merger dari Gerakan Arab Baʼats pimpinan Aflaq dan al-Bitar, serta Baʼats Arab dipimpin oleh al-Arsuzi, didirikan pada 7 April 1947 sebagai Partai Arab Baʼats. Gagasan ini segera menyebar dari Suriah dan Iraq. Pada 8 Maret 1963, lewat sebuah kudeta militer Partai Baʼats berkuasa di Suriah.
Tahun 1967 Suriah bersama Mesir dan Yordania kalah telak dalam Perang Enam Hari melawan Israel. Bukan saja kalah, tapi Dataran Tinggi Golan dirampas dari Suriah, Gurun Sinai dirampas dari Mesir, dan Tepi Barat dirampas dari Yordania, yang termasuk di dalamnya Haram Al-Syarif atau komplek Masjidil Aqsha.
Tahun 1970, Menteri Pertahanan Suriah yang gagal memenangkan Perang Enam Hari justeru menjadi Perdana Menteri. Setahun berikutnya menjadi Presiden Republik Arab Suriah. Sejak itu Hafez Al-Assad menjalankan pemerintahan militer-intelijen dengan ideologi Arab Baʼats. Keberhasilan penyebaran doktrin ideologi Sosialis Arab Baʼatsisme inilah yang membangun basis massa yang lebih luas, menjangkau bukan saja kalangan Nusairiyah-Alawiyah, Druze, dan Kristen, tetapi juga sejumlah besar warga yang secara biologis keturunan keluarga Muslim Ahlus Sunnah wal Jamaʼah, namun tersekularkan oleh ideologi yang revolusioner.
Tahun 1973 Assad mengubah Konstitusi Suriah diantaranya membolehkan non-Muslim menjadi Presiden. Sesuatu yang kemudian memulai perlawanan resmi Ikhwanul Muslimin terhadap rezim Assad. Klimaksnya perlawanan bersenjata yang diselesaikan oleh Assad dengan operasi militer dan intelijen besar-besaran atas kota Hama pada tahun 1982. “Hama Massacre” membantai antara 10 ribu sampai 25 ribu Muslimin Sunni.
Masyarakat Suriah melewati 40 tahun terakhir dengan perubahan-perubahan yang dipengaruhi banyak faktor di dalam dan di luar negeri. Krisis yang terjadi selama 2,5 tahun terakhir di Suriah merupakan akumulasi tiga hal yang nampaknya tidak mampu lagi dikendalikan oleh rezim minoritas yang dipimpin Bashar:
Pertama, klimaks kemarahan sebagian besar rakyat Suriah atas 40 tahun lebih kekuasaan opresif tirani minoritas Nusairiyah-Alawiyah (etnik Syiah) atas mayoritas Muslim (Sunni; Ahlus Sunnah wal Jamaʼah)
Kedua, klimaks pergesekan antara kekuatan-kekuatan internal Partai Baʼats dan Klan Alawiyah yang masing-masing memiliki agenda-agenda modernisasi pasca-Uni Soviet sendiri, serta koneksi-koneksi bisnis sendiri dengan kelompok korporasi multinasional yang berbeda (baik dari kalangan Barat maupun Timur)
Ketiga, klimaks pergesekan antara kepentingan-kepentingan multilateral AS-Inggris-Prancis versus Russia-China-Iran di kawasan Timur Tengah: di satu sisi kepentingan-kepentingan geopolitik-ekonomi-militer dan sumberdaya alam yang berbenturan, di sisi lain satunya pandangan mereka dalam kepentingan membendung bangkitnya kekuatan Muslim Ahlus-sunnah wal Jamaʼah
Komunitas Nusairiyah-Alawiyah yang mendominasi kekuasaan politik dan ekonomi di Suriah bukanlah jenis Syiah yang religius seperti counterpart-nya di Iran. Ini jenis Syiah yang tidak punya masjid, tidak punya kitab, tidak punya ulama, tidak punya ritual ibadah.
Bashar Al-Assad meneruskan politik ayahnya dalam mengakomodasi aspek-aspek tertentu kehidupan Muslim Sunni yang mayoritas, seperti: Shalat ʻIed bersama Sunni, menyetujui pendirian “Maʼhad Al-Assad lit-Tahfizhul Quran” di masjid-masjid, menyetujui berbagai peraturan di bawah Kementerian Waqaf dan Urusan Agama yang akomodatif terhadap kepentingan Sunni, menyetujui Grand Mufti Suriah dari kalangan Sunni, dan menyerahkan pengelolaan Masjid ʻUmawiyah kepada ulama-ulama Sunni.
Syaratnya, selama Muslim Sunni tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengurangi porsi kekuasaan klan minoritas Nusairiyah-Alawiyah Assad.
Padahal berkurangnya porsi kekuasaan kelompok minoritas menjadi sesuatu yang alamiah, ketika kelompok minoritas mengalami pertumbuhan baik secara kuantitas maupun kualitas di kalangan sumberdaya manusianya.
Awalnya, krisis kemanusiaan ini di dalam negeri Suriah semata-mata dikarenakan rezim yang sudah lama berkuasa ngotot mempertahankan kekuasaannya dengan kekerasan dan tangan besi. Namun, perang dalam negeri yang bercorak etno-politik ini berubah menjadi perang antara rakyat Sunni versus rezim Syiah sesudah negara Syiah Iran ikut intervensi dalam bentuk bantuan senjata, strategi, bahkan pasukan garda revolusi. Bukti-bukti keterlibatan Iran di lapangan cukup banyak.
Di antaranya dua yang berikut ini. Tahun 2012 lalu, seorang wartawan Turki Adem Özköse (yang juga relawan IHH dan veteran kapal kemanusiaan Mavi Marmara) beserta rekan jurukameranya, dipenjara selama 2,5 bulan oleh rezim Assad di kota Idlib.
Adem akhirnya dibebaskan sesudah pimpinan IHH Fehmi Bulent Yildirim melakukan diplomasi kemanusiaan ke Teheran. Bulent membawa “pesan” dari para pejuang Suriah, agar rezim Teheran menekan rezim Suriah membebaskan Adem (bersama lebih 100 warga Suriah) dengan bayaran, akan dibebaskannya 18 orang laki-laki milisi Iran yang ditawab oleh pejuang Suriah. Januari 2013, di Latakia, 48 orang anggota milisi Iran yang ditawan para pejuang Suriah ditukar dengan kebebasan 2.130 orang warga Suriah. Ke-48 orang itu ketika tiba di bandara Teheran disambut keluarga, dan diketahui identitasnya sebagai anggota militer Iran yang ditugaskan ke Suriah melawan para pejuang Muslim Ahlus Sunnah wal Jamaʼah.
Di Suriah, minoritas Nusairiyah-Alawiyah (15% dari populasi 22,5 juta jiwa) merupakan salah satu kelompok etnik yang di-groom oleh penjajah Prancis. Politik kolonial “pecah belah dan kuasai” mensyaratkan dimilikinya sumberdaya-sumberdaya kekuasaan yang memadai agar kelompok-kelompok minoritas seperti Kristen Maronit, Druze, Syiah, dan Alawiyah bisa berhadapan secara lebih seimbang terhadap Muslim Ahlus-Sunnah wal Jamaʼah yang mayoritas. Salah satu buah dari politik itu ialah berdirinya Libanon secara terpisah dari Suriah.
Bashar Dukung Jihad Palestina?
Tahun 1998, sesudah tidak dibolehkan bermarkas di Yordania oleh Raja Hussein, Harakah Al-Muqawwamah Al-Islamiyah (HAMAS) dan beberapa faksi perlawanan Palestina lain mendapatkan tempat untuk bermarkas di Damaskus. Syarat yang mereka terima dari Hafez Al-Assad (ayah Bashar) adalah, HAMAS dan seluruh faksi perlawanan Palestina yang bermarkas di Damaskus akan berdiri di garis depan melawan Israel jika negeri itu melakukan agresi terhadap Suriah. HAMAS juga berjanji tidak akan ikut campur urusan politik dalam negeri Suriah. Tahun 2000 Hafez meninggal, parlemen Suriah secara aklamasi mengangkat Bashar menjadi presiden.
Tahun 2009, beredar kabar bahwa Suriah di bawah Bashar Al-Assad telah membuka pembicaraan dengan Israel dalam rangka pengembalian Golan kepada Suriah. Suatu pembicaraan yang menurut kabar yang bisa dipercaya, telah dimulai setahun sebelum Hafez meninggal. Tokoh penghubungnya bernama Ronald Lauder, seorang pengusaha Yahudi miliuner Prancis-Amerika yang bisnis utamanya kerajaan industri kosmetik Estee Lauder.
Lauder adalah penghubung rahasia Israel-Suriah. Prasyarat dikembalikannya Golan kepada Suriah adalah diusirnya seluruh faksi Muqawwamah Palestina dari Damaskus, terutama HAMAS. Khalid Misyʼal diwawancara majalah Syria Today mengomentari bahwa pihaknya siap keluar dari Damaskus, jika itu dikehendaki Assad.
Akhir Pebruari 2011, unjuk rasa pertama yang dilawan dengan kekerasan terjadi di kota perbatasan dengan Yordania, Daraʼa. Korban tewas dan luka-luka, serta penangkapan terjadi.
Oktober 2011, HAMAS secara bertahap memulai evakuasi lingkaran kedua dan ketiganya dari seluruh Suriah, setelah Khalid Misyʼal dan tokoh-tokoh HAMAS menolak permintaan rezim Assad agar gerakan itu menyatakan dukungannya untuk rezim terhadap gerakan rakyat.
Faktanya: selama 10 tahun berkuasa, ditambah 29 tahun ketika ayahnya masih berkuasa, Bashar Al-Assad tidak pernah menembakkan satu butir pelurupun ke arah Israel yang sampai hari ini masih menguasai Dataran Tinggi Golan. Bahkan ketika beberapa minggu yang lalu jet-jet tempur Israel membom sebuah pusat riset pertahanan Suriah, rezim Bashar tidak melakukan perlawanan apapun. Sangat berbeda dengan sikapnya ketika menghadapi unjuk rasa rakyat Suriah Muslimin Ahlus Sunnah wal Jamaʼah, aparat militer dan intelijen rezim Bashar akan melakukan semua pendekatan yang kejam dan brutal untuk menghentikannya.
Ada lebih dari 2,7 juta jiwa saudara Muslimin kita terpaksa mengungsi, baik di dalam maupun di luar Suriah. Mereka hidup terlunta-lunta dan terancam keselamatan nyawanya.
Karena sudah lebih dari 70 ribu orang saudara Muslimin kita dibunuh disebabkan oleh ke-Islam-annya dan aqidah tauhidnya menuntun mereka berhadap-hadapan dengan kekuatan-kekuatan bukan Islam yang mengancam dan menindasnya secara fisik.
Karena jika kita mendiamkan saudara-saudara kita dalam kesusahannya ini, Allah akan mengazab kita semua dengan azab yang lebih berat (Surat Al-Anfaal ayat 72-74):
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُوْلَـئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يُهَاجِرُواْ مَا لَكُم مِّن وَلاَيَتِهِم مِّن شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُواْ وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلاَّ عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS: al Anfal [8]:72)
Dan cukuplah Allah sebagai saksi, dan sebagai satu-satunya sebab, agar kita tidak berdiam diri atas keadaan saudara-saudara kita di Suriah.
Sikap berdiam diri itu mungkin karena keragu-raguan kita, atau mungkin juga karena kita menerima dalih was-was yang dihembuskan syetan ke dalam dada kita. Baik dalih was-was yang kelihatannya bersifat “ilmiah” maupun dalih was-was yang tidak ada penjelasannya.*/Awi, bahan “Lembar Putih Suriah” dan beberapa sumber lain
(hidayatullah)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: