Tulisan ini diilhami oleh
sebuah WA yang berbasis Syiah, group Whatsapp berbasis Rafidhiyah, pemicu
kebencian pada para sahabat Nabi, menyulet permusuhan dengan menebar anti pada
tiap tiap nilai yang berbau Islam, terutama sikap mereka dalam merendahkan
para sahabat mulya, radhia-Allahu'anhum
WA yang menampung para
habib Syiah, menjadi media mereka melancarkan bentuk bentuk taqiyah, seolah
NKRI bagian dari mereka. Selain berkoar koar memberi dukungan pada kekafiran.
Model taqiyah gaya baru dilakukan Syiah untuk lebih mendapat simpati dari orang
orang tertentu.
Biasanya dari salah satu
gaya Syiah, juga tidak terlepas dari Admin Firmansyah, yang mengkalim sebagai
pemersatu umat, sekalipun menebar isu perpecahan di mana mana, termasuk di FB,
menggunakan standar ganda, pada sisi yang berbeda, menyuarakan pentingnya
persatuan, namun dalam sisi lain memperpanjang permusuhan, banyak tokoh tokoh
umat di masukkan kedalamnya dengan target mereka berkomentar, namun di luar
itu, adminnya menjadi pengagas anti Islam, bahkan terkadang menghina Islam,
misalnya dengan menyebut; orang orang beriman, maksudnya mereka yang tidak
sejalan dengan admin.
Di dalamnya ada ustad Farid
Okbah,Dr. Eggi Sujana dan tokoh tokoh kawakan lainnya, di masukkan ke group
tersebut dengan cara menculiknya, hanya
karena semata ingin mengesankan kalau Adminnya orang penting dan menyebut groupnya adalah pemersatu umat,
meskipun isi pembicaraannya tidak lebih dari koar koar pemecah belah uma dan
liftik semata.
Dari tokoh tokoh Syiah
didalamnya, seperti Emelia Renita, yang pernah menyebutkan kalau kembali ke
Sunni sama halnya dengan menista Husein, disampaikan renita dalam sebuah
tulisannya di Group tersebut. Selain habib habib Syiah yang mendadak NKRI,
mencoba mengulas berbagai kebangsaan menurut versi Syiah, meskipun dengan
menepis atau acuh dengan pendapat lainnya. Padahal kalau kembali pada perangkat
dasar Syiah yang sifatnya dinasti dalam kepemimpinan, berafiliasi pada republik
Syiah Iran.
Khomainiy – semoga
Allah memberikan balasan setimpal kepadanya - berkata :
وواضح أنَّ النبي لو كان
بلغ بأمر الإمامة طبقاً لما أمر به الله، وبذل المساعي في هذه المجال، لما نشبت في
البلدان الإسلامية كل هذه الإختلافات....
“Dan telah jelas
bahwasannya Nabi jika ia menyampaikan perkara imaamah sebagaimana yang
Allah perintahkan (padanya) dan mencurahkan segenap kemampuannya dalam
permasalahan ini, niscaya perselisihan yang terjadi di berbagai negeri Islam
tidak akan berkobar…..” [Kasyful-Asraar, hal. 155].
Perkataan Khomaini ini
yang merasa sebagai Imam yang lebih mengatahui masa depan dari pada nabi,
mencerminkan sebuah pengingkaran Khomaini tentang kesempurnaan Nabi dengan
menyebut Nabi, “Jika ia menyampaikan”. Sekaligu pengingkaran Khomaini terhadap
ayat ayat Wilayah yang banyak ditulis orang orang Persia dalam rangka
menyuburkan Syiah. Juga menyimpulkan kalau ayat wilayah yang beredar dan di
gembar gemborkan sebagai ayat pengangkatan Ali tidaklah tidak ada dalam
Al-Quran. Sehingga Khomaini memandang kalau Syiah Iran memang membutuhkan
legalisasi Nabi dalam hal Imamah.
Selain terkesan olokan
kepada Nabi, seolah nabi tidak tau pentingnya politik warisan, yang menjadi
keinginan Syiah agar keluarga besar Nabi, dari silsilah husein pang berhak
menerima jabatan Dinasti sampai hari kiamat. Atau yang disebut “Khilafatu
ak-Husainiyah” sebagaimana pernah ada Fatimiyah di Mesir jaman dulu.
لقد جاء الأنبياء جميعاً من
أجل إرساء قواعد العدالة في العالم؛ لكنَّهم لم ينجحوا حتَّى النبي محمد خاتم
الأنبياء، الذي جاء لإصلاح البشرية وتنفيذ العدالة وتربية البشر، لم ينجح في ذلك....
“Sungguh semua Nabi
telah datang untuk menancapkan keadilan di dunia, akan tetapi mereka tidak
berhasil. Bahkan termasuk Nabi Muhammad, penutup para Nabi, dimana beliau
datang untuk memperbaiki umat manusia, menginginkan keadilan, dan mendidik
manusa – tidak berhasil dalam hal itu….” [Nahju Khomainiy, hal 46].
Kicauan Khomaini ini
mencerminkan penghinaan besar, bahwa wilayah bagi agama kloningan Persia, Syiah
adalah lebih utama dari segalanya, indikasi mustahil orang orang Syiah bisa
bisa menerima NKRI yang jumlah besarnya terdiri dari kaum sunni, sedangkan
sunni dalam kitab kitab Syiah dipandang tidak lebih dari sampah belaka.
Sedangkan disisi lain
mereka yang tidak berimama kepada Imam imam yang di deklarasikan Syiah, disebut
kafir, atau takfir Syiah yang tidak ada tolok bandingnya di dunia, jangankan
umat Islam yang mendukung dan mengakui para sahabat setelah Nabi berkuasa,
sahabat sahabat yang sudah disebutkan Quran dengan istilah Radhiyatan Mardiyah,
menjadi mentah dimata syiah, mereka membatalkan ayat itu kepada sahabat Nabi,
berdasarkan kitab kitab marja mereka.
Kalau saja Syiah sudah
berpandangan Imamiyah itu sebagai wilayah antara kafir dan iman, maka apakah
masih tersisa dari umat Islam yang mengakui kedudukan sahabat Nabi, sudah pasti
dalam kaidah Syiah selruh umat Islam kafir dan tidak layak disebut beriman. Apa
mungkin mereka yang di balut atau sudah di baptis dengan mantra Imamiyah bisa
mencintai NKRI dan Pancasila, jelas itu klaim oplosan Syiah yang bernama : “Taqiyah”
.
Kesimpulanya kalau Syiah
kemudian Mendadak Cinta NKRI dan Pancasila, itu bualan dusta dan bohong Syiah
yang menghiasi agamanya. #Save NKRI dari mendadak NKRI oleh Syiah dan kroninya.
Tidaklah ada dalam kitab
kitab Syiah yang mengisyaratkan bahwa Syiah bisa mencintai Tanah Air, melainkan
tanah air oplosan Iran. Sebagaimana banyak disebutkan oleh tokoh Sesat Syiah,
Khomaini, dalam kitab Kasyful asrar, kitab yang menurut penulisnya menyingkap
rahasia sunni. Padahal isinya sebatas dalih dalih persia yang sedang bermimpi untuk
mengulang kejayaan masa lalunya, ketika menjadi emperior Persia Raya.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: