Syiahindonesia.com - IJABI Sulawesi
Selatan bekerjasama dengan IJABI Jawa Barat membagi-bagikan buletin dakwah
(baca: dakwah pemecahabelahan umat) Al-Tanwir pada acara asyura Syiah 1431 H di Makassar. Makalah pertama dalam bulletin
tersebut adalah tulisan ‘KH’. Jalaluddin Rakhmat yang berjudul “Bersama
Al-Husein: Hidupkan Kembali Sunnah Nabawiyah (Sebuah Pengantar Asyura)”
“Mengapa
Imam Husein bertekad menemui kesyahidannya? Apa yang melatarbelakangi beliau
untuk tetap berangkat? Itu yang menjadi pertanyaan banyak orang. Dan sekarang
saya akan menjelaskan mengapa. Latar belakang ini cukup panjang sebenarnya. Banyak
hadis yang membicarakannya, tetapi di sini akan saya bacakan beberapa saja”
tulis pak Jalal mengawali tulisannya.
Di antara
jawaban yang dikemukakan Jalaluddin Rakhmat adalah karena para sahabat yang
baru saja ditinggal oleh Nabinya itu merubah-rubah agama dan kembali murtad. Kembali
menjadi orang-orang jahiliyah. Dan kembali menjadi orang kafir.
Dia beralasan
dengan beberapa hadis, “Di salam Shahih Bukhari dan juga dalam Shahih
Muslim, Nabi bercerita tentang hari kiamat. ‘Nanti pada hari kiamat -kata
Rasulullah- aku akan menunggu di telaga al-Kautsar, kemudian datanglah kepadaku
serombongan orang yang mengenalku dan aku mengenal mereka. Begitu dekat
tiba-tiba mereka ditarik lagi dan aku berteriak, ‘Ini Sahabatku. Ini sahabatku’,
lalu dikatakan kepadaku: Kamu tidak tahu bahwa mereka sudah mengubah-ubah agama
sepeninggalmu.’ Lalu Rasulullah Saw bersabda: ‘Semoga dijauhkan dari kasih
sayang Allah buat orang-orang yang mengubah-ubah agama sepeninggalku’.” Tulis
Jalaluddin Rakhmat.
“Masih dalam
Shahih Bukhari diriwayatkan oleh beberapa sahabat lain, di antaranya ialah Abu
Hurairah. Abu Hurairah berkata: Ketika sahabat-sahabat itu digiring dijauhkan,
Rasulullah bertanya, ‘Mau dibawa kemana ini sahabatku?’ ke neraka, jawabnya. Lalu
dikatakan kepada Rasulullah Saw: Tidak henti-hentinya mereka itu murtad meninggalkan
agama kamu setelah engkau meninggalkan mereka. Innahum lam yazaaluu murtaddiin ‘ala
a’qabihim mundzu faraqtahum. Rasulullah sangat sedih, bahwa sahabatnya akan
murtad sepeninggal dia.” Jalaluddin Rakhmat melanjutkan.
Jalaluddin
Rakhmat dalam makalah Asyura-nya tersebut sengaja mengutip hadis dan membiarkan
maknanya secara zahir ditangkap oleh orang awam, yaitu murtadnya para sahabat. Dan
begitulah memang yang diinginkannya. Dan bahkan menyimpulkannya dengan berkata,
‘Rasulullah sangat sedih, bahwa sahabatnya akan murtad sepeninggal
dia.’
(Catatan: Buka gambar scan ini pada tab yang baru agar tampilannya lebih besar)
Tanggapan dan Jawaban
Jalaluddin Rakhmat memang berniat menggiring para pembaca menuju konklusi tersebut di atas tanpa menjelaskan
makna hadis yang sebenarnya dan kemudian berkilah ‘Pekerjaan saya hanya
mengutip dari kitab-kitab.’ Padahal hadis seperti ini haruslah disertai dengan
penjelasan para ulama.
Maka untuk
menjawab dan menjelaskan hadis Haudh yang derajat validitasnya shahih
tersebut kami nukilkan penjelasan Syaikh Dr. Utsman Al-Khumais dalam bukunya, “Membantah
Argumentasi Syi’ah” hal 99-104 berikut ini,
Yang dimaksud
dengan hadis haudh adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“(Kelak) datang
kepadaku orang-orang yang kukenal mereka dan mereka pun mengenalku. Tapi,
mereka lantas disingkirkan dari telaga (yakni telaga nabi di hari kiamat).
Sehingga, aku berkata, ‘Mereka itu sahabat-sahabatku.’ Lantas dijawab,
‘Sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka buat-buat sepeninggal dirimu’.”
(Shahih Al-Bukhari, no. 474, 7049; dan shahih Muslim, no. 37)
Dalam
jalur-jalur periwayatn lain, hadis ini memiliki tambahan, bahwa di akhir, Nabi
bersabda, “Maka aku pun berkata, ‘Sungguh celaka mereka. Sungguh celaka
mereka’.” (Shahih Al-Bukhari, no. 7051; dan Shahih Muslim, no. 39)
Pertanyaannya,
siapakah orang-orang yang disingkirkan dari telaga itu? Syiah Itsna Asyariyah
mengatakan, bahwa mereka adalah para sahabat Nabi. Jikalau memang demikian,
maka apa gunanya kita memuji-muji sahabat Nabi karena pada dasarnya mereka
disingkirkan dari telaga, dan diteruskan dengan penilaian Nabi, “Sungguh celaka
mereka.”
Oleh karena
itu, seraya memohon pertolongan kepada Allah, kami perlu menjelaskan secara
gamblang hal ini. Pertama, bahwa sahabat-sahabat yang dimaksud dalam
hadis di atas adalah orang-orang munafik yang ketika hidup di dunia menjadi
sahabat Nabi. Di hadapan Nabi, mereka menampakkan keislaman, tetapi di dalam
hati mereka menyembunyikan kekafiran. Ini sejalan dengan firman Allah, “Apabila
orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, ‘Kami mengakui bahwa
sesungguhnya -benarkamu benar-benar Rasul Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa
engkau benar-benar Rasul-Nya. Dan Allah pun menyaksikan bahwa orang-orang
munafik itu benar-benar pendusta.” (Al-Munafiqun (63): 1)
Bisa saja
seorang mempertanyakan, bukankah dahulu Nabi telah mengetahui siapa saja yang
munafik, sehingga semestinya di hari kiamat beliau tidak perlu terkejut seperti
itu? kami jawab, memang benar, tetapi beliau hanya mengetahui sebagian mereka,
tidak semuanya. Oleh sebab itu Allah berfirman kepada Nabi-Nya, “Dan di
antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang
munafik. Dan di antara penduduk Madinah (juga ada orang-orang munafik). Mereka
keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu tidak mengetahui mereka, tetapi
kami mengetahui mereka. Nanti mereka akan kami siksa dua kali, kemduian mereka
akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (At-taubah (9): 101)
Allah
menjelaskan, bahwa Nabi tidak mengetahui semua orang munafik, sehingga beliau
mengira mereka termasuk sahabatnya padahal sebenarnya bukan, karena mereka
adalah kaum munafik.
Kedua, yang
dimaksud dengan sahabat-sahabat dalam hadis ini adalah orang-orang yang murtad
setelah Rasulullah wafat. Diketahui, setelah Nabi meninggal dunia, sebagian
orang Arab murtad. Mereka murtad meninggalkan agama Allah sehingga Abu Bakar
Ash-Shiddiq bersama para sahabat memerangi mereka. Pertempuran-pertempuran itu
dikenal dengan sebutan perang Riddah (perang terhadap gelombang kemurtadan).
Jadi, maksud orang-orang yang dinilai celaka oleh Nabi di atas adalah
orang-orang yang murtad dari Islam sepeninggal beliau.
Baik tafsiran
yang pertama maupun tafsiran yang kedua di atas, para sahabat Nabi tidak
termasuk di dalamnya. Kenapa? Karena dalam mendefinisikan sahabat Nabi, kita
berkata: “Setiap orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam keadaan beriman pada beliau dan mati dalam keadaan tersebut (tetap
beriman dan berislam)”. Sehingga, tafsiran pertama bahwa orang-orang yang
disingkirkan dari telaga adalah orang-orang munafik, itu karena mereka tidak
beriman secara lahir dan batin kepada Nabi, dan dengan demikian mereka tidak
masuk dalam kategori sahabat Nabi. Untuk tafsiran yang kedua bahwa orang-orang
itu adalah kaum murtadin, itu karena mereka mati tidak dalam keadaan Islam, dan
dengan begitu mereka juga tidak masuk dalam kategori sahabat Nabi.
Adapun bila
definisi yang mereka pakai terhadap sahabat Nabi adalah setiap orang yang
melihat Nabi, maka konsekuensinya Abu Jahal juga termasuk sahabat Nabi.
Demikian pula Abu Lahab, Umayyah bin Khalaf, Ubay bin Khalaf, Walid bin Utbah
dan orang-orang musyrik lainnya, mereka semua termasuk sahabat Nabi. Jelas
definisi semacam ini tidak bisa kita terima selamanya.
Yang kita
nyatakan sebagai sahabat Nabi adalah Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Thalhah, Abu
Ubaidah, Saad bin Abu Waqqash, Saad bin Muadz, Muadz bin Jabal, Ubay bin Kaab,
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Amr bin Ash, Fathimah, Aisyah, Hasan dan Husein serta masih banyak
lagi lainnya. Mereka inilah para sahabat Nabi. Siapakah di antara mereka yang
menjadi munafik? Dan siapakah di antara mereka yang murtad meninggalkan agama
Allah? Tidak ada. bahkan sebaliknya, mereka semua beriman kepada Rasulullah,
bertemu dengan beliau dan mati dalam keadaan yang tetap sama seperti itu. Inilah
yang dapat kita saksikan dari berbagai fakta sejarah. Adapun tentang keadaan
mereka yang sebenarnya, itu hanya Allah yang tahu.
Intinya,
jawaban atas syubhat hadis haudh ini adalah: pertama, bahwa sabda Nabi “Sungguh
celaka mereka” ditujukan pada orang-orang yang menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekafiran, sedangkan Nabi tidak mengetahui jati diri mereka itu
di dunia.
Atau kedua,
mereka adalah orang-orang yang murtad sepeninggal Rasulullah. Ketika Nabi masih
hidup mereka termasuk muslimin, tetapi setelah Nabi wafat mereka murtad dan
meninggalkan Islam.
Ada jawaban
ketiga, yakni setiap yang bersahabat (berteman) dengan Nabi tetapi tidak
mengikuti beliau. Contohnya seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, yang
sebagaimana diketahui, dia adalah pemimpin kaum munafik. Ia pulalah yang
berkata, “Sungguh jika kami kembali ke Madinah, niscaya orang yang terhormat
akan mengusir orang yang hina.” Dan dia juga yang berkata, “Tiadalah
perumpamaan kita dengan Muhammad dan sahabat-sahabatnya kecuali seperti
perkataan orang-orang dulu, ‘Gemukkan anjingmu, ia pasti memakanmu’!” orang
seperti ini disebut Nabi termasuk sahabat beliau. Jadi, menurut jawaban yang
ketiga, inilah maksud sahabat dalam hadis tadi.
Maka di sini tampak
bahwa definisi tentang sahabat yang telah kami sebutkan tadi, yaitu, “Setiap
yang bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan beriman pada
beliau dan mati dalam keadaan tersebut (tetap beriman dan berislam)” merupakan
definisi yang dinyatakan oleh generasi belakangan. Adapun ucapan orang-orang
Arab bahwa “Setiap orang yang menyertai seseorang berarti ia termasuk sahabatnya,
tanpa memandang apakah dia muslim atau tidak, mengikuti jalan hidupnya atau
tidak.” Maka ini konteksnya umum dan bukan dalam persoalan mendefinisikan
sahabat Nabi. Karenanya, ketika Abdullah bin Ubay bin Salul mengeluarkan
perkataan busuknya, “Niscaya orang yang terhormat akan mengusir orang yang
hina”, Umar bin Khathab berdiri mendatangi Rasulullah lalu berkata, “Wahai
Rasulullah, izinkan saya memenggal leher orang munafik ini.” Maka Nabi
bersabda, “Tidak wahai Umar, jangan sampai manusia mengatakan bahwa Muhammad
membunuh sahabat-sahabatnya.” (Shahih Al-Bukhari, no. 4907; Shahih Muslim,
no. 63). Nabi memang menyebutnya dengan kata sahabat, sekalipun ia dedengkot
kaum Munafik. Namun, maksudnya tetap dia tidak termasuk dalam kumpulan
orang-orang yang secara istilah khusus dinamai sebagai sahabat Nabi.
Selain itu,
bisa jadi maksud sahabat yang dinyatakan celaka dalam hadis haudh tadi juga
adalah orang-orang yang mengikuti agama Nabi ini walaupun tidak bertemu
langsung dengan beliau. Dan kemudian setelah itu, orang-orang itu mengalami
kondisi kemunafikan ataupun kemurtadan. Jika begitu, maka kita juga termasuk
dalam celaan di hadis ini jika kita mengalami kemunafikan dan kemurtadan.
Karena itulah, maka sebagian riwayat hadis tadi dari jalur lain berbunyi, “Ummati,
ummati (mereka itu umatku)” (Shahih Al-Bukhari, no. 7048) sebagai ganti
bagi penyebutan sahabat. Dan kita ini, termasuk dalam umat beliau.
Mungkin ada
yang masih belum bisa menerima, “Bagaimana mungkin maksudnya seperti itu,
sementara dalam hadis tadi tersebutkan kata Nabi, ‘Aku mengetahui mereka dan
mereka mengetahuiku’?” Maka kita jawab, bahwasanya Nabi telah menerangkan
bahwa beliau mengenali umatnya melalui bekas-bekas wudhu.
Jika seandainya
ada orang-orang nawashib –orang yang membenci keluarga Nabi yaitu Ali,
Fathimah, Hasan, Husein dan lainnya- mengatakan, “Mereka itulah –maksudnya Ali
dan lain-lain itu- yang murtad. Merekalah yang dihalau dari telaga. Mereka
adalah Ali, Hasan dan Husein.” Bagaimana kita akan memberi jawaban pada mereka?
kita bisa mengutarakan pada mereka, “Sahabat-sahabat yang disebut dalam hadis
ini (dan bahkan dicela Nabi) bukanlah mereka yang kalian maksud itu. justru
nama-nama yang kalian sebut itu, tentang mereka terdapat riwayat-riwayat yang
menyebutkan keutamaan-keutamaan mereka.”
Kembali kepada
Syiah, bukankah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Abu Ubaidah juga ada
riwayat-riwayat yang menuturkan keutamaan mereka? lantas mengapakah Ali –oleh
kaum Syiah- tidak dimasukkan dalam kategori sahabat yang dicela Nabi jika Abu Bakar
dan Umar dimasukkan kesana? Jadi, inti kesimpulannya, hadis haudh tadi tidak
berbicara mengenai sahabat-sahabat Nabi. (lppimakassar.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: