Syiahindonesia.com - DAHULU kelompok Syiah dalam sejarah daulah-daulah Islam diperlakukan oleh kaum muslimin secara biasa. Ya, memang benar kaum muslimin berselisih dengan Syiah, akan tetapi kaum muslimin tidak melakukan pembunuhan terhadap mereka. Tidak melakukan pengusiran dan pemusnahan.
Banyak ulama Syiah hidup dalam “dekapan” kebudayaan Islam, seperti para sastrawan dan penyair. Yang demikian itu karena Ahlussunnah dapat hidup dengan kelompok mana pun, meskipun berselisih dan memerangi penyimpangan akidahnya, sebagaimana yang dilakukan Ali bin Abi Thalib r.a. terhadap kelompok Khawarij.
Ahlussunnah tidak memerangi, melainkan terhadap orang yang mengangkat senjata terhadap kaum muslimin, atau mengkhianati, atau berusaha merusak agama mereka.
Ada pun kelompok Syiah, mereka senantiasa berusaha mencapai kekuasaan, namun tidak pernah berhasil, hingga akhirnya Alawiyyun bekerja dengan Abbasiyyun untuk menjatuhkan Daulah Umawiyah, dan berhasil. Dan tegaklah Daulah Abbasiyyah.
Abbasiyyun adalah keturunan paman Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu al-Abbas. Mereka termasuk ahli bait. Akan tetapi ini sebenarnya bukan yang diinginkan Syiah. Yang diinginkan adalah ahli bait Alawiyyun (keturunan Ali bin Abi Thalib), sekalipun Abu Thalib dan al-Abbas sama-sama paman Nabi. Maka hal ini menyingkap pemahaman Syiah dalam mendefinisikan ahli bait.
Mereka berpendapat: ahli bait adalah istilah yang intinya berhubungan dengan Ali dan anak-anaknya saja. Dan kata-kata mereka yang sering diulang-ulang adalah ahli bait dizalimi. Ini tidak benar.
Sebagai contoh Abu Ja’far al-Manshur. Dia anak Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas (paman Nabi) dari keturunan al-Hasyimi, tetapi mengapa mereka melaknatnya?
Saat kelompok Syiah menguasai pemerintahan di Irak, dalam beberapa hari saja mereka menghancurkan patung kepala Abu Ja’far al-Manshur, penguasa yang membangun kota Baghdad karena kedengkian mereka. Padahal dia keturunan paman Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam.
Demikian juga terhadap Harun ar-Rasyid, cucu Abu Ja’far, kelompok Syiah melaknatnya siang dan malam! Juga terhadap al-Mu’tashim dan lainnya. Bahkan dari kedengkian mereka kepada keturunan Abbas (Abbasiyah), mereka menyerahkan khalifah Abbasiyah terakhir kepada tentara Tartar, lalu tentara Tartar membunuhnya secara keji.
Dan di antara hal yang patut disebut bahwa Syiah menamakan seorang yang nasabnya keturunan ahli bait dengan sebutan as-Sayyid, bentuk jamaknya Saadah. Bagi kelompok Syiah hal ini adalah penghormatan dan pensucian terhadap nasab mereka. Suatu hal yang tidak aneh, sekalipun orang tersebut melakukan perbuatan fasik dan durhaka, seperti berzina, homoseks, mencuri, merampas, atau menzalimi! Syiah menetapkan panggilan Sayyid sebagai kedudukan khusus baginya.
Meskipun demikian ada perbuatan kontradiksi dari Syiah. Di Irak banyak terdapat keturunan al-Husein dari kalangan Ahlussunnah, seperti suku an-Nuaim, al-Musyaahadah, dan al-Hadidin, akan tetapi mereka tidak mendapatkan kecintaan dan kemuliaan dari Syiah. Kelompok Syiah banyak membunuh mereka di masa pemerintahan al-Ja’fari dan al-Maliki. Nasab mereka yang mulia tidak menjadikan Syiah cinta kepada ahli bait.
Demikian pula klan yang masih keturunan al-Hasan, seperti asy-Raf Makkah, dan di antara mereka ada yang menjadi raja di Jordania. Ada juga Baitul Hasani , tetapi Syiah tidak memuliakannya. Justru Syiah mencela siang dan malam, sekalipun diketahui dengan benar nasab mereka keturunan ahli bait.
Para ahli bait itu dicela Syiah karena “satu dosa”, yaitu mereka adalah Ahlussunnah. Bukan kelompok Syiah.
Bahkan yang lebih dahsyat lagi, kabilah Syiah yang nasabnya mengacu pada ahli bait al-Husein (keturunan Husein), seperti al-Musawi dan al-Huseini, dikultuskan. Akan tetapi, manakala ada di antara mereka berpindah ke Ahlusunnah, maka dia dianggap telah murtad dan dibunuh, sebagaimana terjadi di Irak.
Semua ini menunjukkan bahwa barometer Syiah (dalam cinta dan benci terhadap seseorang) adalah berkaitan dengan akidah, dan bukannya kecintaan terhadap ahli bait.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Apa Yang Anda Ketahui Tentang Syiah? Penulis: Abdullah Muslim). Hidayatullah
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Banyak ulama Syiah hidup dalam “dekapan” kebudayaan Islam, seperti para sastrawan dan penyair. Yang demikian itu karena Ahlussunnah dapat hidup dengan kelompok mana pun, meskipun berselisih dan memerangi penyimpangan akidahnya, sebagaimana yang dilakukan Ali bin Abi Thalib r.a. terhadap kelompok Khawarij.
Ahlussunnah tidak memerangi, melainkan terhadap orang yang mengangkat senjata terhadap kaum muslimin, atau mengkhianati, atau berusaha merusak agama mereka.
Ada pun kelompok Syiah, mereka senantiasa berusaha mencapai kekuasaan, namun tidak pernah berhasil, hingga akhirnya Alawiyyun bekerja dengan Abbasiyyun untuk menjatuhkan Daulah Umawiyah, dan berhasil. Dan tegaklah Daulah Abbasiyyah.
Abbasiyyun adalah keturunan paman Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu al-Abbas. Mereka termasuk ahli bait. Akan tetapi ini sebenarnya bukan yang diinginkan Syiah. Yang diinginkan adalah ahli bait Alawiyyun (keturunan Ali bin Abi Thalib), sekalipun Abu Thalib dan al-Abbas sama-sama paman Nabi. Maka hal ini menyingkap pemahaman Syiah dalam mendefinisikan ahli bait.
Mereka berpendapat: ahli bait adalah istilah yang intinya berhubungan dengan Ali dan anak-anaknya saja. Dan kata-kata mereka yang sering diulang-ulang adalah ahli bait dizalimi. Ini tidak benar.
Sebagai contoh Abu Ja’far al-Manshur. Dia anak Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas (paman Nabi) dari keturunan al-Hasyimi, tetapi mengapa mereka melaknatnya?
Saat kelompok Syiah menguasai pemerintahan di Irak, dalam beberapa hari saja mereka menghancurkan patung kepala Abu Ja’far al-Manshur, penguasa yang membangun kota Baghdad karena kedengkian mereka. Padahal dia keturunan paman Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam.
Demikian juga terhadap Harun ar-Rasyid, cucu Abu Ja’far, kelompok Syiah melaknatnya siang dan malam! Juga terhadap al-Mu’tashim dan lainnya. Bahkan dari kedengkian mereka kepada keturunan Abbas (Abbasiyah), mereka menyerahkan khalifah Abbasiyah terakhir kepada tentara Tartar, lalu tentara Tartar membunuhnya secara keji.
Dan di antara hal yang patut disebut bahwa Syiah menamakan seorang yang nasabnya keturunan ahli bait dengan sebutan as-Sayyid, bentuk jamaknya Saadah. Bagi kelompok Syiah hal ini adalah penghormatan dan pensucian terhadap nasab mereka. Suatu hal yang tidak aneh, sekalipun orang tersebut melakukan perbuatan fasik dan durhaka, seperti berzina, homoseks, mencuri, merampas, atau menzalimi! Syiah menetapkan panggilan Sayyid sebagai kedudukan khusus baginya.
Meskipun demikian ada perbuatan kontradiksi dari Syiah. Di Irak banyak terdapat keturunan al-Husein dari kalangan Ahlussunnah, seperti suku an-Nuaim, al-Musyaahadah, dan al-Hadidin, akan tetapi mereka tidak mendapatkan kecintaan dan kemuliaan dari Syiah. Kelompok Syiah banyak membunuh mereka di masa pemerintahan al-Ja’fari dan al-Maliki. Nasab mereka yang mulia tidak menjadikan Syiah cinta kepada ahli bait.
Demikian pula klan yang masih keturunan al-Hasan, seperti asy-Raf Makkah, dan di antara mereka ada yang menjadi raja di Jordania. Ada juga Baitul Hasani , tetapi Syiah tidak memuliakannya. Justru Syiah mencela siang dan malam, sekalipun diketahui dengan benar nasab mereka keturunan ahli bait.
Para ahli bait itu dicela Syiah karena “satu dosa”, yaitu mereka adalah Ahlussunnah. Bukan kelompok Syiah.
Bahkan yang lebih dahsyat lagi, kabilah Syiah yang nasabnya mengacu pada ahli bait al-Husein (keturunan Husein), seperti al-Musawi dan al-Huseini, dikultuskan. Akan tetapi, manakala ada di antara mereka berpindah ke Ahlusunnah, maka dia dianggap telah murtad dan dibunuh, sebagaimana terjadi di Irak.
Semua ini menunjukkan bahwa barometer Syiah (dalam cinta dan benci terhadap seseorang) adalah berkaitan dengan akidah, dan bukannya kecintaan terhadap ahli bait.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Apa Yang Anda Ketahui Tentang Syiah? Penulis: Abdullah Muslim). Hidayatullah
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: