Syiahindonesia.com - “Ya Allah! Kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang paling engkau cintai; Abu Jahl bin Hisyam atau Umar bin Khattab.”
Doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah SAW itu bisa saja terdengar mustahil dan mengada-ada bagi kita yang hidup di zaman sekarang. Mengingat ketika doa itu dipanjatkan Abu Jahal dan Umar bin Khattab adalah dua pemuka Quraisy yang telah berkomitmen membela ideologi kekafiran sepenuh hati mereka dan juga berkomitmen untuk senantiasa menjadi yang terdepan dalam memusuhi dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Namun begitulah Rasulullah SAW, beliau ingin menyampaikan bahwa seorang muslim haruslah seimbang, seorang muslim tidak boleh meremehkan kekuatan sebuah doa, namun juga tidak lantas meninggalkan ikhtiar-ikhtiar yang bersifat zahir.
Pada akhirnya Allah SWT pun menjawab doa Rasulullah SAW. Salah satu dari keduanya yaitu Umar bin Khattab pada akhirnya memeluk Islam. Dalam beberapa riwayat diceritakan bahwa hidayah menyelinap di hati beliau justru pada hari di mana beliau telah berjalan menuju tempat Rasulullah SAW dengan pedang terhunus untuk membunuh Rasulullah SAW.
Namun begitulah cara hidayah bekerja, penuh misteri bahkan Rasulullah SAW sendiri pernah diingatkan oleh Allah SWT bahwa perkara hidayah adalah perkara yang merupakan kehendak Allah SWT, bukan perkara yang mengikuti keinginan Rasulullah SAW.
Singkat cerita, keislaman Umar bin Khattab benar-benar memberi pengaruh yang besar terhadap dakwah Islam. Umat Islam mulai berdakwah secara terang-terangan, mereka mulai berani terang-terangan berjalan ke Ka’bah meskipun masih berombongan.
Dan Umar bin Khattab adalah orang yang terang-terangan mengumumkan keislamannya di hadapan pemuka Quraisy ketika sahabat yang lain menyembunyikan keislamannya. Dan ketika kaum muslimin diperintah untuk berhjrah ke Yastrib, Umar bin Khattab justru menghadap para pemuka Quraisy menantang mereka siapa yang berani menghalangi perjalanan hijrahnya, sementara para sahabat yang lainnya hijrah sembunyi-sembunyi.
Selain itu, ada beberapa peristiwa mengesankan lainnya mengenai Umar bin Khattab pada masa kenabian. Di antaranya usulan beliau agar khamr diharamkan dikarenakan ketidaksukaan beliau terhadap perilaku beberapa sahabat yang mabuk ketika shalat, beliau juga dengan penuh percaya diri mendebat Rasulullah SAW ketika hendak menyalati jenazah seorang munafik. Hingga pada akhirnya Allah SWT menurunkan ayat yang mengharamkan khamr dan juga ayat yang berisi larangan menyalati jenazah orang munafik.
Setelah berakhirnya masa kenabian yang ditandai dengan wafatnya Rasullullah SAW. Umar bin Khattab pun berperan sebagai penasehat Abu Bakr As-Shiddiq RA yang menjadi khalifah pertama. Pengalaman selama dua tahun mendampingi Abu Bakr telah menjadikannya orang yang paling memahami perihal apa yang telah, sedang, dan akan Abu Bakr lakukan. Visi dan misi dari kekhalifahan telah mendarah daging dalam dirinya.
Maka tak mengherankan ketika merasa bahwa ajalnya telah dekat, khalifah Abu Bakr As-Shiddiq menuliskan wasiat yang menyatakan bahwa dia telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai pemimpin selanjutnya. Meskipun sempat keberatan dengan wasiat tersebut namun pada akhirnya Umar bin Khattab menerimanya.
Setelah menjadi khalifah, Umar bin Khattab meneruskan apa yang telah dimulai pendahulunya yaitu meruntuhkan hegemoni dua imperium besar Persia dan Romawi.
Pasukan Islam pada masa Umar bin Khattab telah terlibat serangkaian perang dengan imperium Persia dalam waktu kurang lebih delapan tahun dimulai dari perang Namariq pada tahun ketiga belas hijriah hingga puncaknya pada perang Nahawand pada tahun kedua puluh satu hijriah.
Para sejarawan menyebut perang Nahawand, fathul futuh (pembebasan penentuan) karena dengan berakhirnya perang ini maka berakhir pula eksistensi Persia, dan dengan kekalahan pada perang ini bangsa Persia sudah tidak mampu untuk bengkit kembali.
Selain berhasil meruntuhkan eksistensi Persia, Umar bin Khattab juga berhasil menganggu kemapanan hegemoni romawi. Beberapa daerah kekuasaan romawi berhasil ditaklukkan seperti Damaskus, Fihl, Baisan, Thabariyah, Qanasrin, Homs, dan puncaknya adalah pembebasan Al Quds.
Ada kejadian yang menarik pada saat pembebasan Al Quds. Seusai perang, ketika Abu Ubaidah bin Jarrah pemimpin pasukan Islam bertemu dengan juru kunci Baitul Maqdis, sang juru kunci menyampaikan bahwa penduduk Al Quds menginginkan kedamaian dan mereka meminta agar Umar bin Khattab sendiri yang menandatangani perjanjian damai tersebut. Dengan penuh kerendahan hati Umar bin Khattab pun mengabulkan permintaan penduduk Al Quds.
Sementara itu dari kejauhan, di sebuah dataran tinggi Syimsath penguasa Romawi Heraklius memandang ke arah Baitul Maqdis seraya berkata, “Salam atasmu, wahai Suriah. Salam yang tidak akan kembali lagi.”
Tulisan ini merupakan ikhtisar dari LAPSUS SYAMINA Edisi 08/Mei 2016 yang berjudul “MERUNTUHKAN HEGEMONI PERSIA DAN ROMAWI Foreign Policy Khalifah Umar bin Khattab”.
Kiblat
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah SAW itu bisa saja terdengar mustahil dan mengada-ada bagi kita yang hidup di zaman sekarang. Mengingat ketika doa itu dipanjatkan Abu Jahal dan Umar bin Khattab adalah dua pemuka Quraisy yang telah berkomitmen membela ideologi kekafiran sepenuh hati mereka dan juga berkomitmen untuk senantiasa menjadi yang terdepan dalam memusuhi dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Namun begitulah Rasulullah SAW, beliau ingin menyampaikan bahwa seorang muslim haruslah seimbang, seorang muslim tidak boleh meremehkan kekuatan sebuah doa, namun juga tidak lantas meninggalkan ikhtiar-ikhtiar yang bersifat zahir.
Pada akhirnya Allah SWT pun menjawab doa Rasulullah SAW. Salah satu dari keduanya yaitu Umar bin Khattab pada akhirnya memeluk Islam. Dalam beberapa riwayat diceritakan bahwa hidayah menyelinap di hati beliau justru pada hari di mana beliau telah berjalan menuju tempat Rasulullah SAW dengan pedang terhunus untuk membunuh Rasulullah SAW.
Namun begitulah cara hidayah bekerja, penuh misteri bahkan Rasulullah SAW sendiri pernah diingatkan oleh Allah SWT bahwa perkara hidayah adalah perkara yang merupakan kehendak Allah SWT, bukan perkara yang mengikuti keinginan Rasulullah SAW.
Singkat cerita, keislaman Umar bin Khattab benar-benar memberi pengaruh yang besar terhadap dakwah Islam. Umat Islam mulai berdakwah secara terang-terangan, mereka mulai berani terang-terangan berjalan ke Ka’bah meskipun masih berombongan.
Dan Umar bin Khattab adalah orang yang terang-terangan mengumumkan keislamannya di hadapan pemuka Quraisy ketika sahabat yang lain menyembunyikan keislamannya. Dan ketika kaum muslimin diperintah untuk berhjrah ke Yastrib, Umar bin Khattab justru menghadap para pemuka Quraisy menantang mereka siapa yang berani menghalangi perjalanan hijrahnya, sementara para sahabat yang lainnya hijrah sembunyi-sembunyi.
Selain itu, ada beberapa peristiwa mengesankan lainnya mengenai Umar bin Khattab pada masa kenabian. Di antaranya usulan beliau agar khamr diharamkan dikarenakan ketidaksukaan beliau terhadap perilaku beberapa sahabat yang mabuk ketika shalat, beliau juga dengan penuh percaya diri mendebat Rasulullah SAW ketika hendak menyalati jenazah seorang munafik. Hingga pada akhirnya Allah SWT menurunkan ayat yang mengharamkan khamr dan juga ayat yang berisi larangan menyalati jenazah orang munafik.
Setelah berakhirnya masa kenabian yang ditandai dengan wafatnya Rasullullah SAW. Umar bin Khattab pun berperan sebagai penasehat Abu Bakr As-Shiddiq RA yang menjadi khalifah pertama. Pengalaman selama dua tahun mendampingi Abu Bakr telah menjadikannya orang yang paling memahami perihal apa yang telah, sedang, dan akan Abu Bakr lakukan. Visi dan misi dari kekhalifahan telah mendarah daging dalam dirinya.
Maka tak mengherankan ketika merasa bahwa ajalnya telah dekat, khalifah Abu Bakr As-Shiddiq menuliskan wasiat yang menyatakan bahwa dia telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai pemimpin selanjutnya. Meskipun sempat keberatan dengan wasiat tersebut namun pada akhirnya Umar bin Khattab menerimanya.
Setelah menjadi khalifah, Umar bin Khattab meneruskan apa yang telah dimulai pendahulunya yaitu meruntuhkan hegemoni dua imperium besar Persia dan Romawi.
Pasukan Islam pada masa Umar bin Khattab telah terlibat serangkaian perang dengan imperium Persia dalam waktu kurang lebih delapan tahun dimulai dari perang Namariq pada tahun ketiga belas hijriah hingga puncaknya pada perang Nahawand pada tahun kedua puluh satu hijriah.
Para sejarawan menyebut perang Nahawand, fathul futuh (pembebasan penentuan) karena dengan berakhirnya perang ini maka berakhir pula eksistensi Persia, dan dengan kekalahan pada perang ini bangsa Persia sudah tidak mampu untuk bengkit kembali.
Selain berhasil meruntuhkan eksistensi Persia, Umar bin Khattab juga berhasil menganggu kemapanan hegemoni romawi. Beberapa daerah kekuasaan romawi berhasil ditaklukkan seperti Damaskus, Fihl, Baisan, Thabariyah, Qanasrin, Homs, dan puncaknya adalah pembebasan Al Quds.
Ada kejadian yang menarik pada saat pembebasan Al Quds. Seusai perang, ketika Abu Ubaidah bin Jarrah pemimpin pasukan Islam bertemu dengan juru kunci Baitul Maqdis, sang juru kunci menyampaikan bahwa penduduk Al Quds menginginkan kedamaian dan mereka meminta agar Umar bin Khattab sendiri yang menandatangani perjanjian damai tersebut. Dengan penuh kerendahan hati Umar bin Khattab pun mengabulkan permintaan penduduk Al Quds.
Sementara itu dari kejauhan, di sebuah dataran tinggi Syimsath penguasa Romawi Heraklius memandang ke arah Baitul Maqdis seraya berkata, “Salam atasmu, wahai Suriah. Salam yang tidak akan kembali lagi.”
Tulisan ini merupakan ikhtisar dari LAPSUS SYAMINA Edisi 08/Mei 2016 yang berjudul “MERUNTUHKAN HEGEMONI PERSIA DAN ROMAWI Foreign Policy Khalifah Umar bin Khattab”.
Kiblat
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: