Syiahindonesia.com - Serangan udara dan hujan bom di Ghouta Timur dalam hari ketiga yang dilakukan tentara rezim Bashar al Assad telah menambah jumlah korban tewas meningkat di atas 200 orang.
Sebagaimana diketahui, pasukan rezim Suriah telah melancarkan serangan kalap ke wilayah Ghouta Timur, di wilayah yang dikuasai kubu kelompok oposisi sejak Senin hingga Selasa (20/02/2018).
Syrian Observatory for Human Rights (Observatorium Suriah untuk Kepala Hak Asasi Manusia /SOHR) melaporkan bahwa pasukan Presiden Bashar al Assad membombardirGhouta Timur dari udara sejak Ahad (18/02/2018).
Dalam waktu tak sampai 24 jam, tidak kurang dari 98 nyawa melayang. Rusia, yang terlibat dalam aksi maut itu, menegaskan bahwa sasaran aksi udara tersebut hanyalah militan bersenjata alias kelompok oposisi
Direktur Observatorium Suriah untuk Kepala Hak Asasi Manusia Rami Abdel Rahman mengatakan korban tewas sipil akibat pemboman di daerah kantong kelompok oposisi di luar Damaskus pada hari Senin adalah yang terberat sejak awal 2015.
Entah yang dilancarkan pasukan Bashar maupun Rusia atau gabungan keduanya. Sebanyak 400 ribu warga sipil yang tinggal di kawasan pinggiran Provinsi Damaskus itu terus-terusan menjadi target.
”Kami hanya mereaksi provokasi bersenjata kelompok-kelompok oposisi dari Jabhah Nusra,” terang Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov tentang serangan di Ghouta Timur, sebagaimana dilansir Associated Press, Selasa (20/02/2018) kemarin.
Kelompok White Helmets, sekelompok pekerja SAR sukarela lokal di Suriah telah berbagi video di akun Twitter mereka tentang seorang pria yang menyelamatkan bayi dari reruntuhan bangunan akibat pemboman udara.
PBB mendesak penghentian pemboman berat di Suriah tak lama setelah serangan di Ghouta Timur. ”Sangat penting untuk mengakhiri penderitaan manusia yang tidak masuk akal ini. Penargetan seperti itu terhadap infrastruktur dan warga sipil yang tidak berdosa harus dihentikan sekarang,” kata Panos Moumtzis, Koordinator Kemanusiaan Regional PBB untuk Krisis Suriah, dalam sebuah pernyataan.
Sejak 2012, Ghouta timur menjadi kantong oposisi atau kelompok oposisi terakhir di sekitar Damaskus. Rezim Assad telah mengirim pasukan bala bantuan untuk merebut kembali kota tersebut. Serangan itu sebagai upaya rezim Assad untuk mengakhiri kelompok oposisi yang sudah berlangsung selama tujuh tahun.
”Serangan itu menewaskan 18 anak-anak hanya pada Senin (19/02/2018),” demikian bunyi komplain tertulis SOHR dikutip BBC.
Selain merenggut sedikitnya ratusan nyawa, aksi udara di Ghouta Timur tu juga mengakibatkan 325 orang terluka.
Hari Selasa, Direktur Regional UNICEF untuk kawasan Timur Tengah, Geert Cappelaere, mengungkapkan kemarahannya atas kekerasan tersebut.
“Kami tidak lagi memiliki kata-kata untuk menggambarkan penderitaan anak-anak dan kemarahan kami,” dikutip laman independent.co.uk.
Moumtzis mengatakan bahwa situasi kemanusiaan di daerah kantong pejuang oposisi tersebut sudah tidak terkendali.
”Eskalasi kekerasan baru-baru ini telah membentuk situasi kemanusiaan yang sudah genting bagi 393.000 penduduk Ghouta Timur, banyak di antaranya mengungsi,” katanya, seperti dikutip AFP.
Pemerintah maupun militer rezim Suriah belum berkomentar atas serangan besar-besaran di Ghouta Timur. Seruan gencatan senjata dari PBB juga belum ditanggapi pihak Damaskus.* Hidayatullah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Sebagaimana diketahui, pasukan rezim Suriah telah melancarkan serangan kalap ke wilayah Ghouta Timur, di wilayah yang dikuasai kubu kelompok oposisi sejak Senin hingga Selasa (20/02/2018).
Syrian Observatory for Human Rights (Observatorium Suriah untuk Kepala Hak Asasi Manusia /SOHR) melaporkan bahwa pasukan Presiden Bashar al Assad membombardirGhouta Timur dari udara sejak Ahad (18/02/2018).
Dalam waktu tak sampai 24 jam, tidak kurang dari 98 nyawa melayang. Rusia, yang terlibat dalam aksi maut itu, menegaskan bahwa sasaran aksi udara tersebut hanyalah militan bersenjata alias kelompok oposisi
Direktur Observatorium Suriah untuk Kepala Hak Asasi Manusia Rami Abdel Rahman mengatakan korban tewas sipil akibat pemboman di daerah kantong kelompok oposisi di luar Damaskus pada hari Senin adalah yang terberat sejak awal 2015.
Entah yang dilancarkan pasukan Bashar maupun Rusia atau gabungan keduanya. Sebanyak 400 ribu warga sipil yang tinggal di kawasan pinggiran Provinsi Damaskus itu terus-terusan menjadi target.
”Kami hanya mereaksi provokasi bersenjata kelompok-kelompok oposisi dari Jabhah Nusra,” terang Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov tentang serangan di Ghouta Timur, sebagaimana dilansir Associated Press, Selasa (20/02/2018) kemarin.
Kelompok White Helmets, sekelompok pekerja SAR sukarela lokal di Suriah telah berbagi video di akun Twitter mereka tentang seorang pria yang menyelamatkan bayi dari reruntuhan bangunan akibat pemboman udara.
PBB mendesak penghentian pemboman berat di Suriah tak lama setelah serangan di Ghouta Timur. ”Sangat penting untuk mengakhiri penderitaan manusia yang tidak masuk akal ini. Penargetan seperti itu terhadap infrastruktur dan warga sipil yang tidak berdosa harus dihentikan sekarang,” kata Panos Moumtzis, Koordinator Kemanusiaan Regional PBB untuk Krisis Suriah, dalam sebuah pernyataan.
Sejak 2012, Ghouta timur menjadi kantong oposisi atau kelompok oposisi terakhir di sekitar Damaskus. Rezim Assad telah mengirim pasukan bala bantuan untuk merebut kembali kota tersebut. Serangan itu sebagai upaya rezim Assad untuk mengakhiri kelompok oposisi yang sudah berlangsung selama tujuh tahun.
”Serangan itu menewaskan 18 anak-anak hanya pada Senin (19/02/2018),” demikian bunyi komplain tertulis SOHR dikutip BBC.
Selain merenggut sedikitnya ratusan nyawa, aksi udara di Ghouta Timur tu juga mengakibatkan 325 orang terluka.
Hari Selasa, Direktur Regional UNICEF untuk kawasan Timur Tengah, Geert Cappelaere, mengungkapkan kemarahannya atas kekerasan tersebut.
“Kami tidak lagi memiliki kata-kata untuk menggambarkan penderitaan anak-anak dan kemarahan kami,” dikutip laman independent.co.uk.
Moumtzis mengatakan bahwa situasi kemanusiaan di daerah kantong pejuang oposisi tersebut sudah tidak terkendali.
”Eskalasi kekerasan baru-baru ini telah membentuk situasi kemanusiaan yang sudah genting bagi 393.000 penduduk Ghouta Timur, banyak di antaranya mengungsi,” katanya, seperti dikutip AFP.
Pemerintah maupun militer rezim Suriah belum berkomentar atas serangan besar-besaran di Ghouta Timur. Seruan gencatan senjata dari PBB juga belum ditanggapi pihak Damaskus.* Hidayatullah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: