Syiahindonesia.com - أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيامِ الرَّفَثُ إِلى نِسائِكُمْ هُنَّ لِباسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِباسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتابَ عَلَيْكُمْ وَعَفا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عاكِفُونَ فِي الْمَساجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوها كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آياتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dihalalkan bagimu pada malam hari (di bulan) puasa untuk bercampur dengan isteri-isterimu. Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang, campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu mencampuri mereka sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa. [QS. Al-Baqarah : 178]
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيامَ إِلَى اللَّيْلِ يَقْتَضِي الْإِفْطَارَ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ حُكْمًا شَرْعِيًّا، كَمَا جَاءَ في الصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” Berbuka puasa pada saat matahari terbenam merupakan tuntunan hukum syar’i, sebagaimana tercantum di dalam kitab Shahihain dari Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam pernah bersabda :
«إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَاهُنَا، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَاهُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
Jika malam telah tiba dari sini dan siang pun telah berakhir dari sini, maka orang yang berpuasa hendaklah berbuka. [Bukhari no.1818 & Muslim no.1842]
وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
«لَا يَزَالُ النَّاسُ بخير ما عجلوا الفطر»
Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. [Bukhari no.1821 & Muslim no.1838]
[Tafsir Ibnu Katsir 1/381-382, al-Hafizh Ibnu Katsir]
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ وَأَدْبَرَ النَّهَارُ وَغَابَتْ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, “Jika malam telah tiba dan siang pun telah berakhir, dan matahari telah terbenam, maka orang yang berpuasa hendaklah berbuka. [Muslim no.1841]
2110 - " كان لا يصلي المغرب وهو صائم حتى يفطر، ولو على شربة من ماء ".
(Nabi) tidak melaksanakan shalat Maghrib pada saat berpuasa hingga berbuka terlebih dahulu, walaupun hanya dengan meminum air.
[Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no.2110, Syaikh al-Albani]
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Agama ini senantiasa nampak selama manusia menyegerakan berbuka, karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkan (berbuka).”
[Abu Daud no.2006, Hasan : Shahih Abu Daud no.2353, Syaikh al-Albani]
زَادَ أَبُو هُرَيْرَةَ فِي حَدِيثِهِ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وبن خُزَيْمَةَ وَغَيْرُهُمَا
Abu Hurairah menambahkan di dalam haditsnya [لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ] “Karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkan (berbuka).” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah serta lainnya.
وَتَأْخِيرُ أَهْلِ الْكِتَابِ لَهُ أَمَدٌ وَهُوَ ظُهُور النَّجْم وَقد روى بن حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ مِنْ حَدِيثِ سَهْلٍ أَيْضًا بِلَفْظِ لَا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ وَفِيهِ بَيَانُ الْعِلَّةِ فِي ذَلِكَ
Perbuatan Ahlul Kitab dalam mengakhirkan tersebut berlangsung hingga beberapa waktu, yaitu hingga munculnya bintang-bintang. Ibnu Hibban dan al-Hakim meriwayatkan dari hadits Sahl juga, dengan lafazh [لَا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ] “Umatku senantiasa berada di atas sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang-bintang untuk berbuka puasa.” Pada hadits ini terdapat penjelasan tentang alasan tersebut.
قَالَ الْمُهَلَّبُ وَالْحِكْمَةُ فِي ذَلِكَ أَنْ لَا يُزَادَ فِي النَّهَارِ مِنَ اللَّيْلِ وَلِأَنَّهُ أَرْفَقُ بِالصَّائِمِ وَأَقْوَى لَهُ عَلَى الْعِبَادَةِ وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ إِذَا تَحَقَّقَ غُرُوبُ الشَّمْسِ بِالرُّؤْيَةِ أَوْ بِإِخْبَارِ عَدْلَيْنِ وَكَذَا عدل وَاحِد فِي الارجح
Al-Muhallab berkata, “Dan hikmah pada masalah ini adalah agar waktu siang tidak ditambah (dengan mengambil) dari waktu malam, selain karena hal tersebut lebih mengasihi terhadap orang yang sedang berpuasa dan lebih menguatkannya untuk beribadah.” Para ulama telah bersepakat bahwa waktu berbuka tersebut adalah ketika matahari benar-benar terbenam, baik melalui penglihatan mata ataupun berita yang disampaikan oleh dua orang yang adil. Demikian pula halnya dengan berita yang disampaikan oleh seorang yang adil, berdasarkan pendapat yang rajih.
قَالَ بن دَقِيقِ الْعِيدِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ رَدٌّ عَلَى الشِّيعَةِ فِي تَأْخِيرِهِمُ الْفِطْرَ إِلَى ظُهُورِ النُّجُومِ وَلَعَلَّ هَذَا هُوَ السَّبَبُ فِي وُجُودِ الْخَيْرِ بِتَعْجِيلِ الْفِطْرِ لِأَنَّ الَّذِي يُؤَخِّرُهُ يَدْخُلُ فِي فِعْلِ خِلَافِ السُّنَّةِ اه وَمَا تَقَدَّمَ مِنَ الزِّيَادَةِ عِنْدَ أَبِي دَاوُدَ أَوْلَى بِأَنْ يَكُونَ سَبَبَ هَذَا الْحَدِيثِ فَإِنَّ الشِّيعَةَ لَمْ يَكُونُوا مَوْجُودِينَ عِنْدَ تَحْدِيثِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ibnu Daqiq al-‘Ied berkata, “Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap Syiah yang mengakhirkan berbuka puasa hingga bintang-bintang terlihat. Dan mungkin ini merupakan penyebab adanya kebaikan di balik menyegerakan berbuka puasa. Karena mereka yang mengakhirkannya berarti telah melakukan perbuatan yang menyelisihi sunnah.” Namun, lafazh tambahan yang terdapat pada riwayat Abu Dawud di atas kiranya lebih tepat untuk dijadikan alasan bagi hadits ini, karena Syiah sendiri belum ada ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyampaikan hadits tersebut.
[Fathul Baari 4/199, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani]
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ عَجِّلُوا الْفِطْرَ فَإِنَّ الْيَهُودَ يُؤَخِّرُونَ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. Maka segerakanlah berbuka, karena orang-orang Yahudi mengakhirkan (berbuka).”
[Ibnu Majah no.1688, Hasan Shahih : Shahih Ibnu Majah no.1387, Syaikh al-Albani]
Namun ada sebuah agama yang mengakhirkan berbuka puasa hingga bintang-bintang terlihat pada waktu malam hari, ia adalah agama Syiah Rafidhah al-Yahudi.
سألت أبا جعفر عليه السلام عن وقت إفطار الصائم, قال: حين يبدو ثلاثة أنجم الحديث. أقول: هذا محمول على من خفي عليه المشرق فلم يعلم ذهاب الحمرة إلا بظهور النجوم كما مر في مواقيت الصلوات, أو على استحباب تقديم الصلوات على الافطار, وحينئذ يبدو ثلاثة أنجم ذكره بعض المتأخرين
وسائل الشيعة (الإسلامية) - الحر العاملي - ج ٧ - الصفحة ٨٩
Aku bertanya kepada Abu Ja’far ‘alaihi Salam mengenai waktu berbuka bagi orang yang berpuasa, beliau menjawab: “Ketika telah terbit 3 (tiga) bintang.” Al-Hadits.
Aku (al-Hurr al-‘Amiliy) berkata : “Hal ini dipahami bahwa orang yang tidak mengetahui arah timur sehingga tidak mengetahui hilangnya warna merah (di langit) kecuali dengan munculnya bintang-bintang sebagaimana penjelasan mengenai waktu-waktu shalat, atau dianjurkan untuk mendahulukan shalat (Maghrib) atas berbuka (puasa) hingga setelah terbit 3 (tiga) bintang. Demikianlah yang dijelaskan oleh sebagian Muta’akhirin (Pendeta Syiah Rafidhah al-Yahudi)
[Wasail asy-Syiah 7/89, al-Hurr al-‘Amiliy Pendeta Syiah Rafidhah al-Yahudi]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1223_وسائل-الشيعة-الإسلامية-الحر-العاملي-ج-٧/الصفحة_89]
إني أفطرت اليوم على تمر وطين القبر, فقال عليه السلام: جمعت السنة والبركة
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٧٥ - الصفحة ٣٤٢
Sesungguhnya aku berbuka (puasa) pada suatu hari dengan kurma dan tanah kuburan. Berkata ‘alaihi Salam: “Engkau telah menggabungkan sunnah dan berkah.”
[Bihar al-Anwar 75/342, al-Majlisi Pendeta Syiah Rafidhah]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1506_بحار-الأنوار-العلامة-المجلسي-ج-٧٥/الصفحة_344]
Tanyasyiah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Dihalalkan bagimu pada malam hari (di bulan) puasa untuk bercampur dengan isteri-isterimu. Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang, campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu mencampuri mereka sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa. [QS. Al-Baqarah : 178]
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيامَ إِلَى اللَّيْلِ يَقْتَضِي الْإِفْطَارَ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ حُكْمًا شَرْعِيًّا، كَمَا جَاءَ في الصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” Berbuka puasa pada saat matahari terbenam merupakan tuntunan hukum syar’i, sebagaimana tercantum di dalam kitab Shahihain dari Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam pernah bersabda :
«إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَاهُنَا، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَاهُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
Jika malam telah tiba dari sini dan siang pun telah berakhir dari sini, maka orang yang berpuasa hendaklah berbuka. [Bukhari no.1818 & Muslim no.1842]
وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
«لَا يَزَالُ النَّاسُ بخير ما عجلوا الفطر»
Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. [Bukhari no.1821 & Muslim no.1838]
[Tafsir Ibnu Katsir 1/381-382, al-Hafizh Ibnu Katsir]
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ وَأَدْبَرَ النَّهَارُ وَغَابَتْ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, “Jika malam telah tiba dan siang pun telah berakhir, dan matahari telah terbenam, maka orang yang berpuasa hendaklah berbuka. [Muslim no.1841]
2110 - " كان لا يصلي المغرب وهو صائم حتى يفطر، ولو على شربة من ماء ".
(Nabi) tidak melaksanakan shalat Maghrib pada saat berpuasa hingga berbuka terlebih dahulu, walaupun hanya dengan meminum air.
[Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no.2110, Syaikh al-Albani]
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Agama ini senantiasa nampak selama manusia menyegerakan berbuka, karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkan (berbuka).”
[Abu Daud no.2006, Hasan : Shahih Abu Daud no.2353, Syaikh al-Albani]
زَادَ أَبُو هُرَيْرَةَ فِي حَدِيثِهِ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وبن خُزَيْمَةَ وَغَيْرُهُمَا
Abu Hurairah menambahkan di dalam haditsnya [لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ] “Karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkan (berbuka).” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah serta lainnya.
وَتَأْخِيرُ أَهْلِ الْكِتَابِ لَهُ أَمَدٌ وَهُوَ ظُهُور النَّجْم وَقد روى بن حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ مِنْ حَدِيثِ سَهْلٍ أَيْضًا بِلَفْظِ لَا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ وَفِيهِ بَيَانُ الْعِلَّةِ فِي ذَلِكَ
Perbuatan Ahlul Kitab dalam mengakhirkan tersebut berlangsung hingga beberapa waktu, yaitu hingga munculnya bintang-bintang. Ibnu Hibban dan al-Hakim meriwayatkan dari hadits Sahl juga, dengan lafazh [لَا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ] “Umatku senantiasa berada di atas sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang-bintang untuk berbuka puasa.” Pada hadits ini terdapat penjelasan tentang alasan tersebut.
قَالَ الْمُهَلَّبُ وَالْحِكْمَةُ فِي ذَلِكَ أَنْ لَا يُزَادَ فِي النَّهَارِ مِنَ اللَّيْلِ وَلِأَنَّهُ أَرْفَقُ بِالصَّائِمِ وَأَقْوَى لَهُ عَلَى الْعِبَادَةِ وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ إِذَا تَحَقَّقَ غُرُوبُ الشَّمْسِ بِالرُّؤْيَةِ أَوْ بِإِخْبَارِ عَدْلَيْنِ وَكَذَا عدل وَاحِد فِي الارجح
Al-Muhallab berkata, “Dan hikmah pada masalah ini adalah agar waktu siang tidak ditambah (dengan mengambil) dari waktu malam, selain karena hal tersebut lebih mengasihi terhadap orang yang sedang berpuasa dan lebih menguatkannya untuk beribadah.” Para ulama telah bersepakat bahwa waktu berbuka tersebut adalah ketika matahari benar-benar terbenam, baik melalui penglihatan mata ataupun berita yang disampaikan oleh dua orang yang adil. Demikian pula halnya dengan berita yang disampaikan oleh seorang yang adil, berdasarkan pendapat yang rajih.
قَالَ بن دَقِيقِ الْعِيدِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ رَدٌّ عَلَى الشِّيعَةِ فِي تَأْخِيرِهِمُ الْفِطْرَ إِلَى ظُهُورِ النُّجُومِ وَلَعَلَّ هَذَا هُوَ السَّبَبُ فِي وُجُودِ الْخَيْرِ بِتَعْجِيلِ الْفِطْرِ لِأَنَّ الَّذِي يُؤَخِّرُهُ يَدْخُلُ فِي فِعْلِ خِلَافِ السُّنَّةِ اه وَمَا تَقَدَّمَ مِنَ الزِّيَادَةِ عِنْدَ أَبِي دَاوُدَ أَوْلَى بِأَنْ يَكُونَ سَبَبَ هَذَا الْحَدِيثِ فَإِنَّ الشِّيعَةَ لَمْ يَكُونُوا مَوْجُودِينَ عِنْدَ تَحْدِيثِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ibnu Daqiq al-‘Ied berkata, “Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap Syiah yang mengakhirkan berbuka puasa hingga bintang-bintang terlihat. Dan mungkin ini merupakan penyebab adanya kebaikan di balik menyegerakan berbuka puasa. Karena mereka yang mengakhirkannya berarti telah melakukan perbuatan yang menyelisihi sunnah.” Namun, lafazh tambahan yang terdapat pada riwayat Abu Dawud di atas kiranya lebih tepat untuk dijadikan alasan bagi hadits ini, karena Syiah sendiri belum ada ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyampaikan hadits tersebut.
[Fathul Baari 4/199, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani]
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ عَجِّلُوا الْفِطْرَ فَإِنَّ الْيَهُودَ يُؤَخِّرُونَ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. Maka segerakanlah berbuka, karena orang-orang Yahudi mengakhirkan (berbuka).”
[Ibnu Majah no.1688, Hasan Shahih : Shahih Ibnu Majah no.1387, Syaikh al-Albani]
Namun ada sebuah agama yang mengakhirkan berbuka puasa hingga bintang-bintang terlihat pada waktu malam hari, ia adalah agama Syiah Rafidhah al-Yahudi.
سألت أبا جعفر عليه السلام عن وقت إفطار الصائم, قال: حين يبدو ثلاثة أنجم الحديث. أقول: هذا محمول على من خفي عليه المشرق فلم يعلم ذهاب الحمرة إلا بظهور النجوم كما مر في مواقيت الصلوات, أو على استحباب تقديم الصلوات على الافطار, وحينئذ يبدو ثلاثة أنجم ذكره بعض المتأخرين
وسائل الشيعة (الإسلامية) - الحر العاملي - ج ٧ - الصفحة ٨٩
Aku bertanya kepada Abu Ja’far ‘alaihi Salam mengenai waktu berbuka bagi orang yang berpuasa, beliau menjawab: “Ketika telah terbit 3 (tiga) bintang.” Al-Hadits.
Aku (al-Hurr al-‘Amiliy) berkata : “Hal ini dipahami bahwa orang yang tidak mengetahui arah timur sehingga tidak mengetahui hilangnya warna merah (di langit) kecuali dengan munculnya bintang-bintang sebagaimana penjelasan mengenai waktu-waktu shalat, atau dianjurkan untuk mendahulukan shalat (Maghrib) atas berbuka (puasa) hingga setelah terbit 3 (tiga) bintang. Demikianlah yang dijelaskan oleh sebagian Muta’akhirin (Pendeta Syiah Rafidhah al-Yahudi)
[Wasail asy-Syiah 7/89, al-Hurr al-‘Amiliy Pendeta Syiah Rafidhah al-Yahudi]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1223_وسائل-الشيعة-الإسلامية-الحر-العاملي-ج-٧/الصفحة_89]
إني أفطرت اليوم على تمر وطين القبر, فقال عليه السلام: جمعت السنة والبركة
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٧٥ - الصفحة ٣٤٢
Sesungguhnya aku berbuka (puasa) pada suatu hari dengan kurma dan tanah kuburan. Berkata ‘alaihi Salam: “Engkau telah menggabungkan sunnah dan berkah.”
[Bihar al-Anwar 75/342, al-Majlisi Pendeta Syiah Rafidhah]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1506_بحار-الأنوار-العلامة-المجلسي-ج-٧٥/الصفحة_344]
Tanyasyiah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: