Syiahindonesia.com - Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati setiap tahun di berbagai belahan dunia.
Maulid Nabi Muhammad SAW bahkan menjadi bagian dari libur nasional di Indonesia.
Selain soal hukum merayakannya, sejarah asal usul peringatan Nabi Muhammad'>Maulid Nabi Muhammad SAW juga punya versi tak sama.
Setidaknya ada dua pendapat yang sejauh ini diketahui, satu menyatakan bahwa Maulid dibuat oleh Syiah Fathimiyah, kelompok sesat dan kafir.
Pendapat kedua menyatakan, Maulid pertama kali dibuat Raja al Muzhaffar Abu Sa'id Kukbury Ibn Zainiddin Ali Ibn Baktakin wafat 630 H.
Ustadz Abdul Somad dalam ceramahnya menyampaikan, dirinya ikut pendapat kedua yang menyatakan Maulid pertama kali dibuat Raja al Muzhaffar Abu Sa'id Kukbury Ibn Zainiddin Ali Ibn Baktakin yang wafat 630 H.
Baca: Ustadz Abdul Somad Tegur Jemaah saat Ceramah, Kalau Cerita Jahat, Tak Usah Kalian Pancing-pancing
Baca: Ustadz Abdul Somad Tiba-tiba Hentikan Ceramah: Panggil 5 Jemaah Kedepan, Berikutnya Ini yang Terjadi
Baca: Ustaz Abdul Somad Ungkap Keutamaan & Manfaat Puasa Senin Kamis, Ini Bacaan Niat dan Doa Buka Puasa
Sebab pendapat ini sumbernya jelas dan terpercaya yaitu dari kitab yang ditulis Imam As Suyuthi "al Hawy li al Fatawy" juz 1 halaman 272.
Siapa Raja al Muzhaffar Abu Sa'id Kukbury Ibn Zainiddin Ali Ibn Baktakin?
Ustadz Somad menyampaikan, menurut Ibnu Katsir, Raja al Muzhaffar merupakan seorang raja yang pemberani, cerdas, berilmu dan adil.
Raja al Muzhaffar pernah memberikan 1000 dinar atau sekitar Rp 2,5 Miliar kepada Syaikh Abu al Khattab bin Dihyah, penulis kitab at Tanwir fi Maulid al Basyir an Nadzir.
Imam Sabth Ibnu al Jauzi menyatakan, Raja al Muzhaffar bersedekah waktu maulid, lima ribu kambing panggang, 10 ribu ekor ayam, seratus kuda, seratus ribu keju 30 ribu piring manisan.
Adapun isi dari acara Maulid sendiri, yang pertama, membaca al Quran, kemudian membaca kisah riwayat nabi muhammad SAW dan terakhir makan.
"Orang yang melakukannya dapat pahala, kenapa? Karena dia mengangungkan Nabi dan menunjukkan kebahagiaan," kata Ustadz Somad.
Hukum Nabi Muhammad'>Maulid Nabi Muhammad SAW
Ustadz Abdul Somad dalam buku 37 Masalah Populer mengatakan, dalam Fatâwa al-Azhar dinyatakan oleh Syekh ‘Athiyyah Shaqar bahwa menurut Imam al-Suyuthi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Ibnu Hajar al-Haitsami memperingati maulid nabi itu baik, meskipun demikian mereka mengingkari perkara-perkara bid’ah yang menyertai peringatan maulid.
Pendapat mereka ini berdasarkan kepada firman Allah Swt dalam al Quran Surah Ibrahim ayat 5.
Imam an-Nasa’i, Abdullah bin Ahmad dalam Zawâ’id al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Îmân dari Ubai bin Ka’ab meriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa Rasulullah Saw menafsirkan kalimat Ayyâmillah sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah Swt.
Dengan demikian maka makna ayat ini: “Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah”.
Dan kelahiran nabi Muhammad Saw adalah nikmat dan karunia terbesar yang mesti diingat dan disyukuri.
Rasulullah Saw memperingati hari kelahirannya dengan melaksanakan puasa pada hari itu.
Ini terlihat dari jawaban beliau ketika beliau ditanya mengapa beliau melaksanakan puasa pada hari Senin.
"Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan hari aku dibangkitkan (atau hari itu diturunkan [al-Qur’an] kepadaku)”. (HR. Muslim).
Masih dalam bukunya, Abdul Somad'>Ustadz Abdul Somad menulis, para ulama menyampaikan pandangan soal Maulid.
Pendapat Ibnu Taimiah:
“Mengagungkan hari kelahiran nabi Muhammad Saw dan menjadikannya sebagai perayaan terkadang dilakukan sebagian orang, maka ia mendapat balasan pahala yang besar karena kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah Saw,”
Pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani pernah ditanya tentang peringatan maulid nabi, beliau menjawab:
Hukum asal melaksanakan maulid adalah bid’ah, tidak terdapat riwayat dari seorang pun dari kalangan Salafushshalih dari tiga abad (pertama). Akan tetapi maulid itu juga mengandung banyak kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya mencari kebaikan kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak baik, maka maulid itu adalah bid’ah hasanah. Dan siapa yang tidak menghindari hal-hal yang tidak baik, berarti bukan bid’ah hasanah.
Syekh ‘Athiyyah Shaqar mantan ketua Komisi Fatwa Al-Azhar Mesir:
Menurut pendapat saya, boleh memperingati maulid nabi pada saat ini ketika para pemuda nyaris melupakan agama dan keagungannya, pada saat ramainya perayaan-perayaan lain yang hampir mengalahkan hari-hari besar agama Islam. Peringatan maulid tersebut diperingati dengan memperdalam sirah (sejarah nabi), membuat peninggalan-peninggalan yang dapat mengabadikan peringatan maulid seperti membangun masjid atau lembaga pendidikan atau amal baik lainnya yang dapat mengaitkan antara orang yang melihatnya dengan Rasulullah Saw dan sejarah hidupnya.
Pendapat Syekh Yusuf al-Qaradhawi.
Syekh Yusuf al-Qaradhawi ketua al-Ittihâd al-‘Âlami li ‘Ulamâ’ al-Muslimîn ditanya tentang hukum memperingati maulid nabi. Beliau memberikan jawaban:
“Bismillah, Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah ke hadirat Rasulullah Saw, amma ba’du:
Ada bentuk perayaan yang dapat kita anggap dan kita akui memberikan manfaat bagi kaum muslimin. Kita mengetahui bahwa para shahabat –semoga Allah Swt meridhai mereka- tidak pernah merayakan maulid nabi, peristiwa hijrah dan perang Badar, mengapa?
Karena semua peristiwa ini mereka alami secara langsung. Mereka hidup bersama Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw hidup di hati mereka, tidak pernah hilang dari fikiran mereka. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Kami bercerita kepada anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah Saw sebagaimana kami menghafalkan satu surah al-Qur’an kepada mereka”. Mereka menceritakan kepada anak-anak mereka tentang apa yang terjadi pada perang Badar, Uhud, Khandaq dan Khaibar. Mereka menceritakan kepada anak-anak mereka tentang berbagai peristiwa dalam kehidupan Rasulullah Saw. Oleh sebab itu mereka tidak perlu diingatkan tentang berbagai peristiwa tersebut.
Kemudian tiba suatu masa, kaum muslimin melupakan berbagai peristiwa tersebut, semua peristiwa itu tidak lagi ada di benak mereka. Tidak ada dalam akal dan hati mereka. Oleh sebab itu kaum muslimin perlu menghidupkan kembali makna-makna yang telah mati, mengingatkan kembali berbagai peristiwa yang terlupakan. Memang benar bahwa ada beberapa bentuk bid’ah terjadi, akan tetapi saya nyatakan bahwa kita merayakan maulid nabi untuk mengingatkan kaum muslimin tentang kebenaran hakikat sejarah Rasulullah Saw, kebenaran risalah Muhammad Saw. Ketika saya merayakan maulid nabi, maka saya sedang merayakan lahirnya risalah Islam. Saya mengingatkan manusia tentang risalah dan sirah Rasulullah Saw.
Pada kesempatan ini saya mengingatkan umat manusia tentang sebuah peristiwa agung dan banyak pelajaran yang bisa diambil, agar saya dapat mengeratkan kembali antara manusia dengan sejarah nabi. Firman Allah Swt: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 21). Agar kita bisa berkorban sebagaimana para shahabat berkorban. Sebagaimana Ali mengorbankan dirinya dengan menempatkan dirinya di tempat tidur nabi. Sebagaimana Asma’ berkorban dengan naik ke atas bukit Tsur setiap hari, sebuah bukit terjal. Agar kita dapat membuat strategi sebagaimana Rasulullah Saw membuat strategi hijrah. Agar kita mampu bertawakkal kepada Allah Swt sebagaimana Rasulullah Saw bertawakkal ketika Abu Bakar berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah, jika salah seorang dari mereka melihat ke bawah kedua kakinya, pastilah ia melihat kita”. Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Bakar, tidaklah menurut prasangkamu tentang dua orang, maka Allah adalah yang ketiga. Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”.
Kita membutuhkan pelajaran-pelajaran ini. Peringatan maulid nabi merupakan sarana untuk mengingatkan kembali umat manusia akan makna-makna yang mulia ini. Saya yakin bahwa hasil positif di balik peringatan maulid adalah mengikat kembali kaum muslimin dengan Islam dan mengeratkan mereka kembali dengan sejarah nabi Muhammad Saw agar mereka bisa menjadikan Rasulullah Saw sebagai suri tauladan. Adapun hal-hal yang keluar dari semua ini, maka semua itu bukanlah perayaan maulid nabi dan kami tidak membenarkan seorang pun untuk melakukannya272.
Peringatan maulid nabi tidak lebih dari sekedar ekspresi kegembiraan seorang hamba atas nikmat dan karunia besar yaitu kelahiran Muhammad Saw. Dari beberapa pendapat ulama diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dipermasalahkan itu bukanlah peringatannya, akan tetapi cara memperingatinya. Ketika dengan peringatan maulid kesadaran umat semakin bertambah, membangkitkan semangat menjalankan agama, menyadarkan generasi muda akan nabi dan keagungan agamanya, maka maulid menjadi sesuatu yang baik. Akan tetapi perlu inovasi dalam peringatan maulid nabi, tidak hanya sekedar seremonial tanpa makna yang membuat umat terjebak pada rutinitas. Perlu menjadikan momen maulid nabi sebagai wasilah, sebagaimana yang dinyatakan Syekh al-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki:
Perkumpulan-perkumpulan (maulid) ini adalah wasilah/sarana terbesar untuk berdakwah kepada Allah dan merupakan kesempatan emas yang semestinya tidak terlewatkan. Bahkan para da’i dan ulama mesti mengingatkan umat tentang nabi Muhammad Saw, tentang akhlaknya, adab sopan santunnya, keadaannya, sejarah hidupnya, mu’amalah dan ibadahnya. Memberikan nasihat kepada kaum muslimin dan menunjukkan jalan kebaikan dan kemenangan, memperingatkan umat akan musibah, bid’ah, kejelekan dan fitnah. Tribbunnews.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Maulid Nabi Muhammad SAW bahkan menjadi bagian dari libur nasional di Indonesia.
Selain soal hukum merayakannya, sejarah asal usul peringatan Nabi Muhammad'>Maulid Nabi Muhammad SAW juga punya versi tak sama.
Setidaknya ada dua pendapat yang sejauh ini diketahui, satu menyatakan bahwa Maulid dibuat oleh Syiah Fathimiyah, kelompok sesat dan kafir.
Pendapat kedua menyatakan, Maulid pertama kali dibuat Raja al Muzhaffar Abu Sa'id Kukbury Ibn Zainiddin Ali Ibn Baktakin wafat 630 H.
Ustadz Abdul Somad dalam ceramahnya menyampaikan, dirinya ikut pendapat kedua yang menyatakan Maulid pertama kali dibuat Raja al Muzhaffar Abu Sa'id Kukbury Ibn Zainiddin Ali Ibn Baktakin yang wafat 630 H.
Baca: Ustadz Abdul Somad Tegur Jemaah saat Ceramah, Kalau Cerita Jahat, Tak Usah Kalian Pancing-pancing
Baca: Ustadz Abdul Somad Tiba-tiba Hentikan Ceramah: Panggil 5 Jemaah Kedepan, Berikutnya Ini yang Terjadi
Baca: Ustaz Abdul Somad Ungkap Keutamaan & Manfaat Puasa Senin Kamis, Ini Bacaan Niat dan Doa Buka Puasa
Sebab pendapat ini sumbernya jelas dan terpercaya yaitu dari kitab yang ditulis Imam As Suyuthi "al Hawy li al Fatawy" juz 1 halaman 272.
Siapa Raja al Muzhaffar Abu Sa'id Kukbury Ibn Zainiddin Ali Ibn Baktakin?
Ustadz Somad menyampaikan, menurut Ibnu Katsir, Raja al Muzhaffar merupakan seorang raja yang pemberani, cerdas, berilmu dan adil.
Raja al Muzhaffar pernah memberikan 1000 dinar atau sekitar Rp 2,5 Miliar kepada Syaikh Abu al Khattab bin Dihyah, penulis kitab at Tanwir fi Maulid al Basyir an Nadzir.
Imam Sabth Ibnu al Jauzi menyatakan, Raja al Muzhaffar bersedekah waktu maulid, lima ribu kambing panggang, 10 ribu ekor ayam, seratus kuda, seratus ribu keju 30 ribu piring manisan.
Adapun isi dari acara Maulid sendiri, yang pertama, membaca al Quran, kemudian membaca kisah riwayat nabi muhammad SAW dan terakhir makan.
"Orang yang melakukannya dapat pahala, kenapa? Karena dia mengangungkan Nabi dan menunjukkan kebahagiaan," kata Ustadz Somad.
Hukum Nabi Muhammad'>Maulid Nabi Muhammad SAW
Ustadz Abdul Somad dalam buku 37 Masalah Populer mengatakan, dalam Fatâwa al-Azhar dinyatakan oleh Syekh ‘Athiyyah Shaqar bahwa menurut Imam al-Suyuthi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Ibnu Hajar al-Haitsami memperingati maulid nabi itu baik, meskipun demikian mereka mengingkari perkara-perkara bid’ah yang menyertai peringatan maulid.
Pendapat mereka ini berdasarkan kepada firman Allah Swt dalam al Quran Surah Ibrahim ayat 5.
Imam an-Nasa’i, Abdullah bin Ahmad dalam Zawâ’id al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Îmân dari Ubai bin Ka’ab meriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa Rasulullah Saw menafsirkan kalimat Ayyâmillah sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah Swt.
Dengan demikian maka makna ayat ini: “Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah”.
Dan kelahiran nabi Muhammad Saw adalah nikmat dan karunia terbesar yang mesti diingat dan disyukuri.
Rasulullah Saw memperingati hari kelahirannya dengan melaksanakan puasa pada hari itu.
Ini terlihat dari jawaban beliau ketika beliau ditanya mengapa beliau melaksanakan puasa pada hari Senin.
"Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan hari aku dibangkitkan (atau hari itu diturunkan [al-Qur’an] kepadaku)”. (HR. Muslim).
Masih dalam bukunya, Abdul Somad'>Ustadz Abdul Somad menulis, para ulama menyampaikan pandangan soal Maulid.
Pendapat Ibnu Taimiah:
“Mengagungkan hari kelahiran nabi Muhammad Saw dan menjadikannya sebagai perayaan terkadang dilakukan sebagian orang, maka ia mendapat balasan pahala yang besar karena kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah Saw,”
Pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani pernah ditanya tentang peringatan maulid nabi, beliau menjawab:
Hukum asal melaksanakan maulid adalah bid’ah, tidak terdapat riwayat dari seorang pun dari kalangan Salafushshalih dari tiga abad (pertama). Akan tetapi maulid itu juga mengandung banyak kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya mencari kebaikan kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak baik, maka maulid itu adalah bid’ah hasanah. Dan siapa yang tidak menghindari hal-hal yang tidak baik, berarti bukan bid’ah hasanah.
Syekh ‘Athiyyah Shaqar mantan ketua Komisi Fatwa Al-Azhar Mesir:
Menurut pendapat saya, boleh memperingati maulid nabi pada saat ini ketika para pemuda nyaris melupakan agama dan keagungannya, pada saat ramainya perayaan-perayaan lain yang hampir mengalahkan hari-hari besar agama Islam. Peringatan maulid tersebut diperingati dengan memperdalam sirah (sejarah nabi), membuat peninggalan-peninggalan yang dapat mengabadikan peringatan maulid seperti membangun masjid atau lembaga pendidikan atau amal baik lainnya yang dapat mengaitkan antara orang yang melihatnya dengan Rasulullah Saw dan sejarah hidupnya.
Pendapat Syekh Yusuf al-Qaradhawi.
Syekh Yusuf al-Qaradhawi ketua al-Ittihâd al-‘Âlami li ‘Ulamâ’ al-Muslimîn ditanya tentang hukum memperingati maulid nabi. Beliau memberikan jawaban:
“Bismillah, Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah ke hadirat Rasulullah Saw, amma ba’du:
Ada bentuk perayaan yang dapat kita anggap dan kita akui memberikan manfaat bagi kaum muslimin. Kita mengetahui bahwa para shahabat –semoga Allah Swt meridhai mereka- tidak pernah merayakan maulid nabi, peristiwa hijrah dan perang Badar, mengapa?
Karena semua peristiwa ini mereka alami secara langsung. Mereka hidup bersama Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw hidup di hati mereka, tidak pernah hilang dari fikiran mereka. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Kami bercerita kepada anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah Saw sebagaimana kami menghafalkan satu surah al-Qur’an kepada mereka”. Mereka menceritakan kepada anak-anak mereka tentang apa yang terjadi pada perang Badar, Uhud, Khandaq dan Khaibar. Mereka menceritakan kepada anak-anak mereka tentang berbagai peristiwa dalam kehidupan Rasulullah Saw. Oleh sebab itu mereka tidak perlu diingatkan tentang berbagai peristiwa tersebut.
Kemudian tiba suatu masa, kaum muslimin melupakan berbagai peristiwa tersebut, semua peristiwa itu tidak lagi ada di benak mereka. Tidak ada dalam akal dan hati mereka. Oleh sebab itu kaum muslimin perlu menghidupkan kembali makna-makna yang telah mati, mengingatkan kembali berbagai peristiwa yang terlupakan. Memang benar bahwa ada beberapa bentuk bid’ah terjadi, akan tetapi saya nyatakan bahwa kita merayakan maulid nabi untuk mengingatkan kaum muslimin tentang kebenaran hakikat sejarah Rasulullah Saw, kebenaran risalah Muhammad Saw. Ketika saya merayakan maulid nabi, maka saya sedang merayakan lahirnya risalah Islam. Saya mengingatkan manusia tentang risalah dan sirah Rasulullah Saw.
Pada kesempatan ini saya mengingatkan umat manusia tentang sebuah peristiwa agung dan banyak pelajaran yang bisa diambil, agar saya dapat mengeratkan kembali antara manusia dengan sejarah nabi. Firman Allah Swt: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 21). Agar kita bisa berkorban sebagaimana para shahabat berkorban. Sebagaimana Ali mengorbankan dirinya dengan menempatkan dirinya di tempat tidur nabi. Sebagaimana Asma’ berkorban dengan naik ke atas bukit Tsur setiap hari, sebuah bukit terjal. Agar kita dapat membuat strategi sebagaimana Rasulullah Saw membuat strategi hijrah. Agar kita mampu bertawakkal kepada Allah Swt sebagaimana Rasulullah Saw bertawakkal ketika Abu Bakar berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah, jika salah seorang dari mereka melihat ke bawah kedua kakinya, pastilah ia melihat kita”. Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Bakar, tidaklah menurut prasangkamu tentang dua orang, maka Allah adalah yang ketiga. Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”.
Kita membutuhkan pelajaran-pelajaran ini. Peringatan maulid nabi merupakan sarana untuk mengingatkan kembali umat manusia akan makna-makna yang mulia ini. Saya yakin bahwa hasil positif di balik peringatan maulid adalah mengikat kembali kaum muslimin dengan Islam dan mengeratkan mereka kembali dengan sejarah nabi Muhammad Saw agar mereka bisa menjadikan Rasulullah Saw sebagai suri tauladan. Adapun hal-hal yang keluar dari semua ini, maka semua itu bukanlah perayaan maulid nabi dan kami tidak membenarkan seorang pun untuk melakukannya272.
Peringatan maulid nabi tidak lebih dari sekedar ekspresi kegembiraan seorang hamba atas nikmat dan karunia besar yaitu kelahiran Muhammad Saw. Dari beberapa pendapat ulama diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dipermasalahkan itu bukanlah peringatannya, akan tetapi cara memperingatinya. Ketika dengan peringatan maulid kesadaran umat semakin bertambah, membangkitkan semangat menjalankan agama, menyadarkan generasi muda akan nabi dan keagungan agamanya, maka maulid menjadi sesuatu yang baik. Akan tetapi perlu inovasi dalam peringatan maulid nabi, tidak hanya sekedar seremonial tanpa makna yang membuat umat terjebak pada rutinitas. Perlu menjadikan momen maulid nabi sebagai wasilah, sebagaimana yang dinyatakan Syekh al-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki:
Perkumpulan-perkumpulan (maulid) ini adalah wasilah/sarana terbesar untuk berdakwah kepada Allah dan merupakan kesempatan emas yang semestinya tidak terlewatkan. Bahkan para da’i dan ulama mesti mengingatkan umat tentang nabi Muhammad Saw, tentang akhlaknya, adab sopan santunnya, keadaannya, sejarah hidupnya, mu’amalah dan ibadahnya. Memberikan nasihat kepada kaum muslimin dan menunjukkan jalan kebaikan dan kemenangan, memperingatkan umat akan musibah, bid’ah, kejelekan dan fitnah. Tribbunnews.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: