Syiahindonesia.com - Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Syiah menjadi bahaya laten yang mengancam cukup serius di negara kita. Maka dari itu, bekal yang paling penting untuk menghadapi mereka adalah bertafaqquh fiddin, mempelajari ilmu agama Islam dengan benar yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman para ulama salaf, generasi terbaik umat ini.
Ilmu akidah adalah ilmu yang paling penting bagi setiap muslim. Sebab, akidah adalah fondasi dan pilar-pilar yang dibangun di atasnya bangunan-bangunan Islam lainnya. Akidah yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan tameng untuk menjaga seorang muslim dari penyimpangan, kesesatan, dan kesyirikan.
Seluruh kaum muslimin hendaknya tidak mencoba untuk menelaah pemikiran-pemikiran mereka atau mendengar syubhat-syubhatnya. Sungguh, akan menjadi musibah yang besar manakala seseorang membaca dan meneliti serta mendengar syubhat-syubhat kelompok Syiah sedangkan pemikirannya kosong dari akidah yang benar. Hal itu akan menyeretnya kepada penyimpangan.
Begitulah akidah dan paham-paham yang menyimpang. Ia tidak akan datang kecuali kepada orang-orang yang bodoh. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
{وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا (140)} [النساء: 140]
“Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain….” (an-Nisa: 140)
Para ulama telah menetapkan melalui tafsiran dari ayat ini bahwa tidak diperbolehkan mendengarkan perkataan orang yang menyimpang, sesat, dan ahli bid’ah, serta tidak boleh duduk bersama mereka. Sebab, apabila mendengarkannya, seseorang akan terlibat bersama mereka dalam dosanya. Selain itu, bisa jadi mereka akan meniupkan racun (syubhat) kepada dirinya. Inilah musibah yang menimpa agama seseorang.
Generasi muda kaum muslimin hendaknya tidak menyepelekan bahaya laten Syiah yang terus menggerogoti umat. Sebab, tidaklah mereka tinggal di suatu negara melainkan akan meniupkan api, membakar setiap yang basah dan kering, serta mengembuskan racunnya. Kelompok Syiah siap menggelontorkan materi dan dana kepada kaum muslimin asalkan mereka mau mengambil akidahnya, mengambil akhlaknya, bahkan agamanya. Inilah yang perlu diwaspadai.
Asy-Syaikh al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, dalam nasihatnya menghadapi kelompok Syiah Rafidhah, menegaskan, “Kami menasihati seluruh kaum muslimin agar tidak tertipu olh seruan-seruan kelompok Syiah. Sebab, segala seruan mereka yang mengatasnamakan Islam, tidak berdasar dan tidak benar. Semuanya masuk dalam kerangka perbuatan munafik. Mereka adalah para munafik dan tukang taqiyyah. Siapa yang melihat kitab-kitabnya, pasti mengetahuinya. Kaum mukminin dan muslimin semestinya mengetahui bahwa seruan (Republik Islam Iran), semua itu tidak ada hakikatnya. Tampak dari luar saja seperti Islam, namun batinnya menyelisihi Islam. Batinnya adalah watsaniyyah (penyembahan terhadap berhala) dan permusuhan terhadap Islam serta seluruh para sahabat, serta tidak menampakkan keridhaan kepada mereka. Yang ada, mereka malah mengafirkan dan memvonis fasik para sahabat, kecuali sebagian kecil saja. Intinya, Khomeini dan para pengikutnya adalah tokoh-tokoh (Syiah) Rafidhah, pengagum akidah Rafidhah dan berpegang teguh dengannya. Mereka mengagungkan imam yang dua belas serta mengklaim bahwa imam-imam itulah yang paling berhak atas predikat imam dan mendapatkan kepemimpinan, dan yang paling tingginya adalah Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak mengakui kepemimpinan yang lain dan menganggapnya batil.
Benar bahwa Ali Radhiyallahu ‘anhu, ialah seorang imam yang saleh, khalifah keempat setelah tiga khalifah sebelumnya, sahabat yang paling utama setelah tiga sahabat sebelumnya. Demikian juga al-Hasan dan al-Husein, merupakan sahabat, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhainya. Akan tetapi, mereka tidak menjadi pemimpin, kecuali al-Hasan menjadi pemimpin sebentar kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu. Sementara itu, al-Husein sama sekali tidak menjadi pemimpin. Orang-orang Rafidhah (Syiah) tidak memiliki ilmu pengetahuan, tidak ada pada diri mereka kecuali klaim-klaim yang tidak berdasar.” (www.binbaz.org)
Salah satu pintu menyesatkan umat yang dilakukan oleh kelompok Syiah adalah slogan “cinta Ahlul Bait”. Maka dari itu, seorang muslim tidak boleh tertipu ketika kaum Syiah mengawali pembicaraannya dengan hal itu. Mereka adalah orang-orang yang sudah ada penyimpangan dalam hatinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya,
{فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِه} [آل عمران: 7]
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya….” (Ali Imran: 7)
Yang dapat membentengi kita dari kesesatan Syiah adalah dengan mengetahui akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan senantiasa merujuk kepada tafsiran-tafsiran para salaf, serta kembali kepada para ulama rabbani.
Menurut akidah Ahlus Sunnah, tidak ada seorang imam yang diagungkan, yang diambil semua perkataannya dan ditinggalkan semua yang menyelisihannya, selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Keistimewaan ini tidaklah ada pada imam-imam yang lain. Setiap orang dapat diambil perkataannya dan ditinggalkan, tidak ada yang maksum selain beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Ahlus Sunnah mengikuti jalan para pendahulu dari kalangan sahabat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)} [التوبة: 100]
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (at-Taubah: 100)
Ahlus Sunnah selalu menjaga lisan dan hatinya terkait dengan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan sifat mereka dalam firman-Nya,
{وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)} [الحشر: 10]
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar),mereka berdoa, “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (al-Hasyr: 10)
Sebagai bentuk ketaatan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,
ا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela sahabat- sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, andai salah seorang dari kalian berinfak dengan emas seperti Gunung Uhud, niscaya hal itu tidak akan dapat menyamai infak salah seorang dari mereka walau satu mud, tidak pula setengahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Ahlus Sunnah menerima apa yang datang dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam serta apa yang telah menjadi konsensus (ijma’) yang terkait dengan keutamaan dan kedudukan para sahabat.
Kelompok Syiah tidak jujur dalam klaimnya sebagai pecinta Ahlul Bait, karena pada kenyataannya mereka tidak mencintai Ahlul Bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tidak pula Ahlu Bait Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak mengambil petunjuknya, tidak mengikuti jalannya, tidak menaati perintahnya. Mereka justru menentang dan menyelisihinya, bahkan dengan terang-terangan hal itu mereka lakukan terutama kepada al-Khulafa ar-Rasyidin, Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam), dan seluruh sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhum.
Al-Qur’an telah menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala ridha kepada para sahabat. Al-Qur’an pun memberi rekomendasi tentang keimanan yang sesungguhnya pada diri mereka. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (29)} [الفتح: 29]
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” (al-Fath: 29)
{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117) } [التوبة: 117]
“Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada mereka.” (at-Taubah: 117)
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (74)} [الأنفال: 74]
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.” (al-Anfal: 74)
Wallahu a’lam.
(Majalah Asy Syariah edisi 102, hlm. 28–31)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Syiah menjadi bahaya laten yang mengancam cukup serius di negara kita. Maka dari itu, bekal yang paling penting untuk menghadapi mereka adalah bertafaqquh fiddin, mempelajari ilmu agama Islam dengan benar yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman para ulama salaf, generasi terbaik umat ini.
Ilmu akidah adalah ilmu yang paling penting bagi setiap muslim. Sebab, akidah adalah fondasi dan pilar-pilar yang dibangun di atasnya bangunan-bangunan Islam lainnya. Akidah yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan tameng untuk menjaga seorang muslim dari penyimpangan, kesesatan, dan kesyirikan.
Seluruh kaum muslimin hendaknya tidak mencoba untuk menelaah pemikiran-pemikiran mereka atau mendengar syubhat-syubhatnya. Sungguh, akan menjadi musibah yang besar manakala seseorang membaca dan meneliti serta mendengar syubhat-syubhat kelompok Syiah sedangkan pemikirannya kosong dari akidah yang benar. Hal itu akan menyeretnya kepada penyimpangan.
Begitulah akidah dan paham-paham yang menyimpang. Ia tidak akan datang kecuali kepada orang-orang yang bodoh. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
{وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا (140)} [النساء: 140]
“Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain….” (an-Nisa: 140)
Para ulama telah menetapkan melalui tafsiran dari ayat ini bahwa tidak diperbolehkan mendengarkan perkataan orang yang menyimpang, sesat, dan ahli bid’ah, serta tidak boleh duduk bersama mereka. Sebab, apabila mendengarkannya, seseorang akan terlibat bersama mereka dalam dosanya. Selain itu, bisa jadi mereka akan meniupkan racun (syubhat) kepada dirinya. Inilah musibah yang menimpa agama seseorang.
Generasi muda kaum muslimin hendaknya tidak menyepelekan bahaya laten Syiah yang terus menggerogoti umat. Sebab, tidaklah mereka tinggal di suatu negara melainkan akan meniupkan api, membakar setiap yang basah dan kering, serta mengembuskan racunnya. Kelompok Syiah siap menggelontorkan materi dan dana kepada kaum muslimin asalkan mereka mau mengambil akidahnya, mengambil akhlaknya, bahkan agamanya. Inilah yang perlu diwaspadai.
Asy-Syaikh al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, dalam nasihatnya menghadapi kelompok Syiah Rafidhah, menegaskan, “Kami menasihati seluruh kaum muslimin agar tidak tertipu olh seruan-seruan kelompok Syiah. Sebab, segala seruan mereka yang mengatasnamakan Islam, tidak berdasar dan tidak benar. Semuanya masuk dalam kerangka perbuatan munafik. Mereka adalah para munafik dan tukang taqiyyah. Siapa yang melihat kitab-kitabnya, pasti mengetahuinya. Kaum mukminin dan muslimin semestinya mengetahui bahwa seruan (Republik Islam Iran), semua itu tidak ada hakikatnya. Tampak dari luar saja seperti Islam, namun batinnya menyelisihi Islam. Batinnya adalah watsaniyyah (penyembahan terhadap berhala) dan permusuhan terhadap Islam serta seluruh para sahabat, serta tidak menampakkan keridhaan kepada mereka. Yang ada, mereka malah mengafirkan dan memvonis fasik para sahabat, kecuali sebagian kecil saja. Intinya, Khomeini dan para pengikutnya adalah tokoh-tokoh (Syiah) Rafidhah, pengagum akidah Rafidhah dan berpegang teguh dengannya. Mereka mengagungkan imam yang dua belas serta mengklaim bahwa imam-imam itulah yang paling berhak atas predikat imam dan mendapatkan kepemimpinan, dan yang paling tingginya adalah Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak mengakui kepemimpinan yang lain dan menganggapnya batil.
Benar bahwa Ali Radhiyallahu ‘anhu, ialah seorang imam yang saleh, khalifah keempat setelah tiga khalifah sebelumnya, sahabat yang paling utama setelah tiga sahabat sebelumnya. Demikian juga al-Hasan dan al-Husein, merupakan sahabat, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhainya. Akan tetapi, mereka tidak menjadi pemimpin, kecuali al-Hasan menjadi pemimpin sebentar kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu. Sementara itu, al-Husein sama sekali tidak menjadi pemimpin. Orang-orang Rafidhah (Syiah) tidak memiliki ilmu pengetahuan, tidak ada pada diri mereka kecuali klaim-klaim yang tidak berdasar.” (www.binbaz.org)
Salah satu pintu menyesatkan umat yang dilakukan oleh kelompok Syiah adalah slogan “cinta Ahlul Bait”. Maka dari itu, seorang muslim tidak boleh tertipu ketika kaum Syiah mengawali pembicaraannya dengan hal itu. Mereka adalah orang-orang yang sudah ada penyimpangan dalam hatinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya,
{فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِه} [آل عمران: 7]
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya….” (Ali Imran: 7)
Yang dapat membentengi kita dari kesesatan Syiah adalah dengan mengetahui akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan senantiasa merujuk kepada tafsiran-tafsiran para salaf, serta kembali kepada para ulama rabbani.
Menurut akidah Ahlus Sunnah, tidak ada seorang imam yang diagungkan, yang diambil semua perkataannya dan ditinggalkan semua yang menyelisihannya, selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Keistimewaan ini tidaklah ada pada imam-imam yang lain. Setiap orang dapat diambil perkataannya dan ditinggalkan, tidak ada yang maksum selain beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Ahlus Sunnah mengikuti jalan para pendahulu dari kalangan sahabat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)} [التوبة: 100]
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (at-Taubah: 100)
Ahlus Sunnah selalu menjaga lisan dan hatinya terkait dengan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan sifat mereka dalam firman-Nya,
{وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)} [الحشر: 10]
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar),mereka berdoa, “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (al-Hasyr: 10)
Sebagai bentuk ketaatan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,
ا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela sahabat- sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, andai salah seorang dari kalian berinfak dengan emas seperti Gunung Uhud, niscaya hal itu tidak akan dapat menyamai infak salah seorang dari mereka walau satu mud, tidak pula setengahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Ahlus Sunnah menerima apa yang datang dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam serta apa yang telah menjadi konsensus (ijma’) yang terkait dengan keutamaan dan kedudukan para sahabat.
Kelompok Syiah tidak jujur dalam klaimnya sebagai pecinta Ahlul Bait, karena pada kenyataannya mereka tidak mencintai Ahlul Bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tidak pula Ahlu Bait Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak mengambil petunjuknya, tidak mengikuti jalannya, tidak menaati perintahnya. Mereka justru menentang dan menyelisihinya, bahkan dengan terang-terangan hal itu mereka lakukan terutama kepada al-Khulafa ar-Rasyidin, Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam), dan seluruh sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhum.
Al-Qur’an telah menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala ridha kepada para sahabat. Al-Qur’an pun memberi rekomendasi tentang keimanan yang sesungguhnya pada diri mereka. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (29)} [الفتح: 29]
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” (al-Fath: 29)
{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117) } [التوبة: 117]
“Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada mereka.” (at-Taubah: 117)
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (74)} [الأنفال: 74]
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.” (al-Anfal: 74)
Wallahu a’lam.
(Majalah Asy Syariah edisi 102, hlm. 28–31)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: