BAGHDAD – Ulama Syiah terkemuka Irak Muqtada al-Sadr memperingatkan bahwa negara tersebut dapat terperosok ke dalam konflik seperti Suriah atau Yaman. Hal itu sangat mungkin terjadi jika pemerintahan saat ini menolak mengundurkan diri.
“Jika Perdana Menteri (Irak) Adel Abdul-Mahdi tidak mengundurkan diri, Irak bisa berubah menjadi Suriah atau Yaman lainnya,” kata al-Sadr pada Rabu (30/10), dikutip laman Anadolu Agency.
Menurutnya, penolakan Abdul-Mahdi untuk menanggalkan jabatannya akan membuat Irak semakin berdarah. “Saya tidak akan mengambil bagian dalam aliansi apa pun di masa mendatang untuk membentuk pemerintahan,” kata dia.
Pada Senin lalu al-Sadr telah mendesak Abdul-Mahdi mundur dan membiarkan Irak menggelar pemilu awal. Namun, Abdul-Mahdi mengatakan bahwa dia akan mengundurkan diri jika al-Sadr setuju dengan pemimpin koalisi Al-Fatah Hadi al-Amiri, dua blok terbesar di parlemen, untuk membentuk pemerintahan baru.
Al-Sadr adalah putra keempat dari Imam Syiah Irak Ayatollah Muhammad Baqir al-Sadr. Hingga 2004, dia merupakan penguasa de facto bagian kota Sadr, Baghdad. Dia pun mengepalai pasukan Tentara Mahdi.
Demonstrasi di Irak kembali berlangsung sejak pekan lalu. Massa kembali turun ke jalan setelah jeda hampir tiga pekan. Pada Selasa lalu, bentrokan pecah di Karbala. Sedikitnya 14 orang dilaporkan tewas ditembak pasukan keamanan Irak. Sementara lebih dari 800 lainnya mengalami luka-luka.
Gubernur Karbala Nassif al-Khattabi telah membantah bahwa pasukan keamanan Irak melakukan penembakan terhadap demonstran. Menurut dia laporan tersebut, termasuk video yang beredar di media sosial, dibuat-buat. "Pasukan keamanan telah menahan diri sepenuhnya," ujar al-Khattabi dalam sebuah konferensi pers.
Dia justru menuding para pengunjuk rasa yang menyerang pasukan keamanan dengan bom molotov dan senjata. Hal itu menyebabkan beberapa personel terluka.
Sementara di Baghdad, massa menentang pemberlakuan jam malam oleh pemerintah. Mereka berkumpul di Tahrir Square. Ada pula puluhan demonstran yang berusaha menyeberangi jembatan yang mengarah ke Zona Hijau, yakni tempat gedung-gedung pemerintah berada.
"Tidak untuk jam malam, kami akan tetap di sini. Jam malam adalah salah satu permainan kotor mereka (pemerintah)," ujar salah seorang pengunjuk rasa.
Aksi demonstrasi di Irak pecah pada 1 Oktober lalu. Masyarakat turun ke jalan untuk memprotes permasalahan yang mereka hadapi, seperti meningkatnya pengangguran, akses terhadap layanan dasar, termasuk air dan listrik, yang terbatas serta masifnya praktik korupsi di tubuh pemerintahan. Mereka mendesak Adel Abdul Mahdi mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri.
Demonstrasi yang berlangsung selama sepekan menelan sekitar 150 korban jiwa. Ribuan lainnya dilaporkan mengalami luka-luka. PBB telah mengecam pasukan keamanan Irak atas banyaknya korban tewas dalam unjuk rasa di sana. internasional.republika.co.id
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
“Jika Perdana Menteri (Irak) Adel Abdul-Mahdi tidak mengundurkan diri, Irak bisa berubah menjadi Suriah atau Yaman lainnya,” kata al-Sadr pada Rabu (30/10), dikutip laman Anadolu Agency.
Menurutnya, penolakan Abdul-Mahdi untuk menanggalkan jabatannya akan membuat Irak semakin berdarah. “Saya tidak akan mengambil bagian dalam aliansi apa pun di masa mendatang untuk membentuk pemerintahan,” kata dia.
Pada Senin lalu al-Sadr telah mendesak Abdul-Mahdi mundur dan membiarkan Irak menggelar pemilu awal. Namun, Abdul-Mahdi mengatakan bahwa dia akan mengundurkan diri jika al-Sadr setuju dengan pemimpin koalisi Al-Fatah Hadi al-Amiri, dua blok terbesar di parlemen, untuk membentuk pemerintahan baru.
Al-Sadr adalah putra keempat dari Imam Syiah Irak Ayatollah Muhammad Baqir al-Sadr. Hingga 2004, dia merupakan penguasa de facto bagian kota Sadr, Baghdad. Dia pun mengepalai pasukan Tentara Mahdi.
Demonstrasi di Irak kembali berlangsung sejak pekan lalu. Massa kembali turun ke jalan setelah jeda hampir tiga pekan. Pada Selasa lalu, bentrokan pecah di Karbala. Sedikitnya 14 orang dilaporkan tewas ditembak pasukan keamanan Irak. Sementara lebih dari 800 lainnya mengalami luka-luka.
Gubernur Karbala Nassif al-Khattabi telah membantah bahwa pasukan keamanan Irak melakukan penembakan terhadap demonstran. Menurut dia laporan tersebut, termasuk video yang beredar di media sosial, dibuat-buat. "Pasukan keamanan telah menahan diri sepenuhnya," ujar al-Khattabi dalam sebuah konferensi pers.
Dia justru menuding para pengunjuk rasa yang menyerang pasukan keamanan dengan bom molotov dan senjata. Hal itu menyebabkan beberapa personel terluka.
Sementara di Baghdad, massa menentang pemberlakuan jam malam oleh pemerintah. Mereka berkumpul di Tahrir Square. Ada pula puluhan demonstran yang berusaha menyeberangi jembatan yang mengarah ke Zona Hijau, yakni tempat gedung-gedung pemerintah berada.
"Tidak untuk jam malam, kami akan tetap di sini. Jam malam adalah salah satu permainan kotor mereka (pemerintah)," ujar salah seorang pengunjuk rasa.
Aksi demonstrasi di Irak pecah pada 1 Oktober lalu. Masyarakat turun ke jalan untuk memprotes permasalahan yang mereka hadapi, seperti meningkatnya pengangguran, akses terhadap layanan dasar, termasuk air dan listrik, yang terbatas serta masifnya praktik korupsi di tubuh pemerintahan. Mereka mendesak Adel Abdul Mahdi mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri.
Demonstrasi yang berlangsung selama sepekan menelan sekitar 150 korban jiwa. Ribuan lainnya dilaporkan mengalami luka-luka. PBB telah mengecam pasukan keamanan Irak atas banyaknya korban tewas dalam unjuk rasa di sana. internasional.republika.co.id
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: