Syiahindonesia.com - Kalangan Syiah dengan berbagai sektenya, sangat tepat untuk dijadikan contoh nyata dalam pembahasan kita. Sengaja kami memilih riwayat hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu—bukan dari sahabat lain—, karena pengakuan kalangan Syiah yang menghormati dan mengagungkan beliau.
Adapun kenyataannya? Silakan Anda menelaah tulisan ringkas ini.
Dalam kalangan Syiah tidak dikenal istilah yang cukup populer di bidang ilmu hadits. Tidak ada pembahasan hadits sahih, hasan, ataupun dha’if, menurut keyakinan mereka. Jika pun ditemukan dalam beberapa kitab rujukan mereka, hal itu dilakukan demi prinsip taqiyyah (dusta demi keyakinan).
Hal ini dinyatakan sendiri oleh salah satu tokoh besar mereka yang bernama al-Faidh al-Kasyani. Selain itu, al-Faidh menyebut pembagian hadits menjadi sahih, hasan, dan dhaif, hanyalah mustahdats. Artinya, sesuatu yang dibuatbuat oleh Ahlus Sunnah. Pernyataannya ini dimuat di dalam kitab al-Wafi pada mukadimah keduanya (1/11).
Bukankah hal ini menyelisihi prinsip utama kaum muslimin? Bukankah hal ini akan membuka lebar pintu berbicara dan bersikap tanpa dasar ilmiah? Bukankah hal ini secara tidak langsung telah membuktikan bahwa kalangan Syiah tidak peduli dengan sahih atau tidaknya riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Buku-buku referensi utama mereka penuh dengan riwayat palsu dan dusta. Bagaimana tidak, para perawi andalan kaum Syiah adalah kumpulan para pendusta. Sebut saja Zurarah bin A’yan, Jabir al-Ju’fi, Abu Bashir al-Laits, Barid al-‘Ijli, Humran bin A’yan, dan yang semisalnya.
Zurarah bin A’yan disebut ulama sebagai tokoh ekstrem kaum Syiah, terutama sebagai tokoh pendiri sekte Zurariyah (al-A’lam karya az-Zirikli 3/43).
Akan tetapi, apa pendapat Abu Abdillah, seorang ulama yang ditokohkan oleh kaum Syiah tentangnya? Kata Abu Abdillah Ja’far ash-Shadiq (Rijalul Kusysyi hlm. 149—151), “Zurarah lebih jahat dibandingkan dengan kaum Yahudi dan Nasrani!”
Seorang perawi yang telah dicacat oleh tokohnya sendiri, mengapa kemudian dijadikan sebagai salah satu sumber utama riwayat kaum Syiah?
Tidak perlu kaget atau heran! Kaum Syiah pada dasarnya memang tidak mengakui disiplin ilmu hadits, apalagi ilmu al-jarh wat ta’dil!
Sekalipun ditemukan sejenis ilmu al-jarh wat ta’dil di kalangan Syiah, pasti diiringi oleh kontradiksi, pertentangan, dan pendapat yang saling berlawanan.
Buktinya?
Adalah pengakuan dari seorang tokoh mereka yang dikenal dengan sebutan al-Kasyani. Dalam mukadimah kedua dari kitab al-Wafi (1/11/12), ia mengatakan, “Di dalam al-jarh wat ta’dil serta syarat yang berlaku, terdapat kontradiksi, pertentangan, dan pendapat yang saling berlawanan. Hampir-hampir hal ini membuat hati tidak tenang, sebagaimana hal ini tidak tersembunyi bagi orang yang mengetahuinya.” asysyariah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Adapun kenyataannya? Silakan Anda menelaah tulisan ringkas ini.
Dalam kalangan Syiah tidak dikenal istilah yang cukup populer di bidang ilmu hadits. Tidak ada pembahasan hadits sahih, hasan, ataupun dha’if, menurut keyakinan mereka. Jika pun ditemukan dalam beberapa kitab rujukan mereka, hal itu dilakukan demi prinsip taqiyyah (dusta demi keyakinan).
Hal ini dinyatakan sendiri oleh salah satu tokoh besar mereka yang bernama al-Faidh al-Kasyani. Selain itu, al-Faidh menyebut pembagian hadits menjadi sahih, hasan, dan dhaif, hanyalah mustahdats. Artinya, sesuatu yang dibuatbuat oleh Ahlus Sunnah. Pernyataannya ini dimuat di dalam kitab al-Wafi pada mukadimah keduanya (1/11).
Bukankah hal ini menyelisihi prinsip utama kaum muslimin? Bukankah hal ini akan membuka lebar pintu berbicara dan bersikap tanpa dasar ilmiah? Bukankah hal ini secara tidak langsung telah membuktikan bahwa kalangan Syiah tidak peduli dengan sahih atau tidaknya riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Buku-buku referensi utama mereka penuh dengan riwayat palsu dan dusta. Bagaimana tidak, para perawi andalan kaum Syiah adalah kumpulan para pendusta. Sebut saja Zurarah bin A’yan, Jabir al-Ju’fi, Abu Bashir al-Laits, Barid al-‘Ijli, Humran bin A’yan, dan yang semisalnya.
Zurarah bin A’yan disebut ulama sebagai tokoh ekstrem kaum Syiah, terutama sebagai tokoh pendiri sekte Zurariyah (al-A’lam karya az-Zirikli 3/43).
Akan tetapi, apa pendapat Abu Abdillah, seorang ulama yang ditokohkan oleh kaum Syiah tentangnya? Kata Abu Abdillah Ja’far ash-Shadiq (Rijalul Kusysyi hlm. 149—151), “Zurarah lebih jahat dibandingkan dengan kaum Yahudi dan Nasrani!”
Seorang perawi yang telah dicacat oleh tokohnya sendiri, mengapa kemudian dijadikan sebagai salah satu sumber utama riwayat kaum Syiah?
Tidak perlu kaget atau heran! Kaum Syiah pada dasarnya memang tidak mengakui disiplin ilmu hadits, apalagi ilmu al-jarh wat ta’dil!
Sekalipun ditemukan sejenis ilmu al-jarh wat ta’dil di kalangan Syiah, pasti diiringi oleh kontradiksi, pertentangan, dan pendapat yang saling berlawanan.
Buktinya?
Adalah pengakuan dari seorang tokoh mereka yang dikenal dengan sebutan al-Kasyani. Dalam mukadimah kedua dari kitab al-Wafi (1/11/12), ia mengatakan, “Di dalam al-jarh wat ta’dil serta syarat yang berlaku, terdapat kontradiksi, pertentangan, dan pendapat yang saling berlawanan. Hampir-hampir hal ini membuat hati tidak tenang, sebagaimana hal ini tidak tersembunyi bagi orang yang mengetahuinya.” asysyariah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: