Syiahindonesia.com - Jika kita mencermati perjalanan dakwah al-haq sejak diutusnya para nabi dan rasul, akan kita temukan berbagai bentuk penentangan dan penyelisihan terhadap al-haq. Ini menjadi bukti bahwa kebanyakan hamba- Nya tidak menginginkan kelurusan hidup. Mereka memberontak, menyerukan kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan slogan-slogan kekufuran. Di antara slogan itu ialah menghidupkan budaya dan peninggalan nenek moyang, serta menjaga eksistensi ajaran mereka. Dalam pandangan mereka, agama yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala itu universal dan fleksibel. Ia bisa diotakatik dan ditarik ulur sesuai dengan kondisi dan zaman yang berlangsung.
Alhasil, yang ada adalah menghakimi ajaran agama, sebagaimana halnya perbuatan orang-orang kafir terhadap agama mereka. Akibatnya, muncullah dalam tubuh kaum muslimin istilah para “pembaru”, aliran-aliran modern di dalam Islam, pemikiran dan gerakan pembaruan, periode modern dalam sejarah Islam, dan berbagai istilah lain, yang notabene semuanya mempertanyakan (menggugat) sakralisasi Islam sebagai agama wahyu. Jika kita tarik benang merah, secara jujur, akan kita dapati bahwa penolakan mereka terhadap al-haq adalah titipan Iblis la’natullah alaih.
Dakwah para nabi dan rasul yang menebar rahmat kepada segenap manusia dianggap sebagai aturan yang mengekang kebebasan, membunuh karakteristik berpikir yang hidup dan luas, serta menumpulkan ketajaman akal. Dalam anggapan mereka, wahyu menjerat semua kehendak dan keinginan. Mengapa mereka tidak berpikir ringan dan mudah, yaitu bukankah Allah Subhanahu wata’ala yang menciptakan kita? Bukankah Allah yang mengatur urusan hidup ini? Bukankah Allah Subhanahu wata’ala yang telah memenuhi segala kebutuhan mereka?
Bukankah Allah Yang Maha Mengetahui kemaslahatan hidup setiap hamba? Dzat yang seperti ini tentu Mahaadil, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui akan seluk-beluk maslahat dan mafsadah bagi kehidupan manusia. Sungguh, Iblis la’natullah alaih bergembira melihat perilaku hambahamba Allah itu. Sebab, memperoleh banyak sahabat untuk memenuhi isi jahannam bersama dirinya. Ia mendapat banyak teman yang akan mendapatkan murka Allah Subhanahu wata’ala, dan banyak pengikut yang merasakan azab-Nya.
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya setan bagi kalian adalah musuh, maka jadikanlah dia sebagai musuh kalian, dan sesungguhnya setan menyeru pengikutnya menjadi penghuni neraka Sa’ir (yang menyala-nyala).” (Fathir: 6)
Syiah Salah Satunya
Munculnya ajaran dan aliran Syiah sesungguhnya menjadi bukti nyata akan hal itu. Dengan kedok mengangkat eksistensi “ahlul bait” dan memperjuangkan hakhak mereka, agama ini dicetuskan oleh Abdullah bin Saba’, si Yahudi. Syiah pun menyasar kaum muslimin yang jahil tentang agama dengan menggugah sifat dasar pada setiap bani Adam, yaitu kerakusan hidup dan tidak pernah puas. Cukuplah untuk membuktikan hal itu adalah ajaran kebinatangan melalui hubungan seks bebas yang diseting oleh mereka sebagai bagian dari ajarannya. Kemudian perbuatan keji dan kotor itu mereka istilahkan dengan nikah mut’ah, sebuah bentuk pernikahan yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul- Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kebebasan hubungan seks ala Syiah itu telah memunculkan berbagai penyakit kelamin yang mengerikan dan kotor: GO (kencing nanah), AIDS, dan sebagainya. Tidak mengherankan jika kelakuan binatang itu akan menyusup di pelosokpelosok daerah kaum muslimin yang Syiah berkembang di situ. Oleh karena itu, segenap kaum muslimin mesti mewaspadai ajaran tersebut. Cukuplah kitab suci al-Qur’an dan wahyu yang kedua, yaitu Sunnah Rasul, sebagai dasar menghukumi bahwa ajaran mereka itu sesat dan menyesatkan. Mewaspadai mereka berikut ajaran mereka termasuk pelaksanaan terhadap perintah Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hendaklah berhati-hati orangorang yang menyelisihi perintahnya untuk tertimpa fitnah (musibah) dan azab yang pedih.” (an-Nur: 63)
Syiah Memorak-porandakan Umat Islam
Kaum Syiah telah terang-terangan memorak-porandakan ajaran Islam dan umat Islam. Hal itu terjadi sejak ada anggapan mereka bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Ali bin Abu Thalib dan 12 keturunannya yang dianggap sebagai imam-imam yang maksum (terbebas dari dosa dan kesalahan). Mereka menganggap bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah Ali. Ini pun tidak sekadar anggapan, tetapi ada konsekuensi di belakangnya, yaitu mereka mengafirkan dan memvonis para sahabat sebagai orang-orang munafik. Menurut pandangan mereka Abu Bakr, Umar, dan Utsman, serta para sahabat yang bersama mereka, tak ubahnya komplotan penjegal, perampok, pencuri, dan perampas.
Mulla Baqir al-Majlisi berkata di dalam kitabnya, Hayatul Qulub, “Rasulullah memproklamirkan pada hari Ghadir, ‘Sesungguhnya Ali adalah waliku, wasiatku, dan pengganti setelahku.’ Namun, teman-temannya telah berbuat kepadanya seperti perbuatan kaum Musa. Mereka mengikuti anak sapi umat ini dan Samiri-nya. Yang aku maksudkan adalah Abu Bakr dan Umar….
Kaum munafik murka atas kekhilafahan Ali sebagai pengganti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sepeninggal beliau. Mereka melakukan kezaliman terhadap kitabullah. Mereka selewengkan, rombak, dan berbuat sesuai dengan kehendak mereka.” (Baina asy-Syiah wa Ahlis Sunnah karya Ihsan Ilahi Zhahir hlm. 71)
Mereka mengafirkan Abu Bakr dan Umar dengan mengatakan, “Sesungguhnya keduanya tidak memilki nilai atau kebaikan dalam Islam, walaupun hanya sebesar biji sawi.” Tentang Utsman, mereka berkata, “Sesungguhnya dia telah berhukum dengan hukum yang tidak diturunkan oleh Allah.”
Tentang Muawiyah, mereka berkata, “Sesungguhnya dia telah memikul kedengkian yang memuncak dan kekafiran yang tersembunyi.” Tentang Aisyah, mereka berkata, “Rasulullah berkhutbah. Beliau mengisyaratkan ke arah kamar Aisyah dan mengatakan, ‘Dari sinilah fitnah muncul.’ Beliau mengulanginya tiga kali.” Kata mereka pula, “Rasulullah keluar dari rumah Aisyah lalu bersabda, ‘Dari ini munculnya otak kekafiran’.” Mereka mengatakan, “Sunnah Nabi diriwayatkan dari para sahabat Rasulullah, padahal mereka telah murtad semuanya, termasuk tokoh-tokoh bani Hasyim dan selainnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar, kecuali tiga orang, yaitu Miqdad, Abu Dzar, dan Salman. Orang yang meriwayatkan dari mereka sedikit sekali. Adapun perawi-perawi dari selain mereka bertiga tidak menenteramkan hati, karena mereka kembali kafir.” (Baina asy-Syiah wa Ahlis Sunnah karya Ihsan Ilahi Zhahir hlm. 104 )
Perselisihan Syiah dalam Menetapkan Hak Imamah
Syiah telah berselisih pendapat dalam hal penetapan imamah di kalangan mereka. Perselisihannya cukup banyak dan sengit. Ini menjadi bukti goncang/ rapuhnya ajaran mereka. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa imamah tetap di tangan Ja’far bin Muhammad. Ada pula yang mengatakan bahwa imamah itu di tangan anaknya, yaitu Musa. Ada yang mengatakan bahwa imamah di tangan Abdullah bin Mu’awiyah. Ada juga yang mengatakan dengan jelas bahwa Ali telah menunjuk Hasan dan Husain.
Ada yang mengatakan, yang dimaksud ialah Muhammad bin Hanafiyyah. Ada yang berpendapat, Ali bin Husain telah berwasiat kepada putranya, Abu Ja’far. Masih banyak lagi perselisihan pendapat di kalangan mereka tentang hal ini. (Lihat Aujaz al-Khithab fi Bayan Mauqif asy-Syiah minal Ashhab 1/10 )
Saudaraku, dari perselisihan yang sangat pelik tersebut, orang yang memiliki dasar ilmu yang paling rendah pun akan bisa menyimpulkan, betapa bingungnya mereka meletakkan prinsip beragama dan betapa jauhnya mereka dari kebenaran.
Tujuan Menghalalkan Segala Cara
Syiah telah melakukan banyak manuver untuk melariskan dagangan kesesatan mereka. Intinya, bagaimana tujuan mereka bisa tercapai. Manuver-manuver sesat yang mereka lakukan di antaranya adalah menodai keabsahan al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala, meragukan penukilan riwayat dari para sahabat selain tiga orang, yaitu Miqdad, Abu Dzar, dan Salman, karena mayoritas sahabat murtad dan menjadi munafik sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tanpa rasa malu, mereka menjadikan amalan kekafiran tersebut sebagai sarana menggapai tujuan. Sungguh, sangat mengherankan. Di mana mereka letakkan akal mereka? Seharusnya, mereka meragukan kebenaran ajaran mereka karena banyaknya dosa dan kemaksiatan mereka. Mereka melakukan berbagai kesyirikan dan ribuan kebid’ahan. Bukankah mereka itu yang semestinya menyandang tuduhan yang mereka sematkan kepada para sahabat yang mulia dan agung? Padahal para sahabat telah mendapatkan predikat tinggi dari Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.
Apalagi ajaran mereka membolehkan berdusta untuk kepentingan dakwah. Tidak hanya boleh, bahkan mereka menjadikan dusta sebagai salah satu prinsip beragama. Mereka menyebutnya taqiyah. Al-ghayah tubarrirul wasilah (Tujuan menghalalkan segala cara). Inilah kaidah Iblis dalam menentang perintah-perintah Allah Subhanahu wata’ala.
Benarkah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam Mewasiatkan Khilafah Untuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu?
Kaum Syiah tidak akan habishabisnya menunggangi syariat Allah Subhanahu wata’ala dan mengotorinya, sampai keputusan Allah Subhanahu wata’ala datang atas mereka. Mereka akan melakukan segala cara, yang penting tujuan mereka bisa tercapai. Salah satunya adalah menukilkan riwayat-riwayat dusta dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Syiah adalah kelompok yang paling pendusta.” Kaum Syiah menganggap, hadits Ghadir Khum menjelaskan bahwa Rasulullah hallallahu ‘alaihi wasallam langsung menobatkan Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah sepeninggal beliau. Mereka mengatakan, penobatan tersebut di hadapan 120 ribu kaum muslimin. Ghadir Khum adalah persimpangan jalan menuju kota Madinah, Irak, Mesir, dan Yaman. Versi mereka, Malaikat Jibril ‘Alaihissalam turun membawa wahyu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang isinya,
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Jika tidak kamu kerjakan apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memeliharamu dari gangguan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (al-Maidah: 67)
Selain itu, Jibril ‘Alaihissalam menyampaikan kepada Rasulullah n bahwa Allah Subhanahu wata’ala memerintah beliau agar menjadikan Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai pemimpin umatnya dan sebagai pemegang wasiat beliau setelah beliau wafat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lantas menghentikan perjalanan dan memerintah orang-orang yang berada di barisan belakang untuk segera menyusul dan yang telah mendahului untuk kembali. Mereka semuanya pun berkumpul di sekeliling beliau.
Saat waktu zuhur tiba, beliau mengimami shalat dan menyampaikan pidato yang isinya adalah bahwa Allah Subhanahu wata’ala telah memerintahkan bahwa keimamahan itu kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Yang hadir diminta untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir. Di antara ucapan beliau dalam pidato tersebut, “Taatilah dan patuhilah, sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala adalah pelindung kalian, Ali adalah pemimpin kalian.
Kemudian kepemimpinan ada di tangan anak cucuku dari keturunannya hingga hari kiamat. Sabdaku dari Jibril, dari Allah Subhanahu wata’ala. Hendaknya setiap jiwa melihat apa yang telah dipersiapkan untuk hari esoknya.”
Tinjauan Ulama Sunnah Tentang Hadits Ghadir Khum Ala Syiah
a. Sahihkah riwayat hadits Ghadir Khum?
Saudaraku, kita memiliki ulamaulama sunnah yang akan menjelaskan kepada kita tentang kebenaran riwayat tersebut. Dengan demikian, kita bisa berada di atas bashirah dan mengetahui kejahatan, kerusakan, dan kesesatan agama Syiah. Hadits Ghadir Khum benar datangnya dari Rasulullah n. Sepulang beliau dari haji wada’, pada 18 Dzulhijjah, di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Ghadir Khum, antara kota Makkah dan Madinah, beliau berwasiat,
كَأَنِّي دُعِيتُ فَأَجَبْتُ وَإِنِّي تَارِكٌ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ أَحَدِهِمَا أَكْبرُ مِنَ الْآخَرِ: كِتَابُ اللهِ وَعِتْرَتِي أَهْلِ بَيْتِي، فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي فِيهِمَا فَإِنَّهُمَا لَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللهَ مَوْ يَالَ وَأَنَا وَلِيُّ كَلِّ مُؤْمِنٍ. ثُمَّ إِنَّهُ أَخَذَ بِيَدِ عَلِيٍّ فَقَالَ: مَنْ كُنْتُ وَلِيَّهُ فَهَذَا وَلِيُّهُ اللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَا هَالُ وَعَادِ مَنْ عَادَاهُ
“Seolah-olah aku dipanggil lalu aku menyambutnya. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua hal yang berat, yang satu lebih besar dari yang lain. Itulah kitabullah dan ‘itrati (keluargaku). Perhatikanlah apa yang kalian perbuat sepeninggalku terhadap keduanya. Sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya mendatangiku di telaga kelak.” Lalu beliau berkata, “SesungguhnyaAllah adalah waliku, dan aku adalah wali setiap orang yang beriman.” Kemudian beliau memegang tangan Ali seraya berkata, “Barang siapa menjadi waliku, Ali pun menjadi walinya. Ya Allah, lindungilah orang yang melindunginya, dan musuhilah orang yang memusuhinya.”
Hadits di atas dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash- Shahihah no. 1750. Beliau bawakan pula syawahid (penguat-penguat) yang sangat banyak. Riwayat serupa datang dari banyak sahabat, seperti sahabat Zaid bin Arqam, Sa’d bin Abi Waqqash, Buraidah bin Hushaib, Ali bin Abu Thalib, Abu Ayyub al-Anshari, al-Bara’ bin ‘Azib, Abdulah bin Abbas, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah g.
b. Riwayat hadits Ghadir Khum ala Syiah
Ingat, Syiah adalah kelompok yang paling pendusta, sebagaimana ungkapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas. Tentu saja gambaran yang melekat di benak kita, mereka akan menguatkan segala prinsip agamanya di atas standar dusta. Kedustaan adalah simbol agama dan syiar ajaran mereka. Pantaslah apabila mereka mencoba memanipulasi hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengokohkan ajaran mereka sehingga bisa mudah diterima oleh banyak pihak. Contoh konkret adalah hadits Ghadir Khum yang mereka tambah-tambahi, seperti firman Allah Subhanahu wata’ala,
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Jika kamu tidak melakukannya, kamu tidak menyampaikan risalah-Nya.” (al-Maidah: 67)
Kata mereka, ayat ini turun pada peristiwa Ghadir Khum saat pengokohan Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah pengganti beliau. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Ini adalah satu bentuk kedustaan. Ayat di atas sudah turun lama sebelum haji wada’. Sementara itu, peristiwa Ghadir Khum terjadi pada haji wada’, tanggal 18 Dzulhijjah, sekembalinya beliau dari menunaikan haji. Setelah itu, beliau menjalani hidup selama dua bulan. Adapun ayat yang terakhir turun adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
“ Pada hari ini , Aku telah menyempurnakan agama kalian dan telah mencukupkan atas kalian nikmat- Ku.” (al-Maidah: 3)
Ayat ini turun pada 9 Dzulhijjah, dalam rentetan amalan haji wada’. Ayat ini turun saat beliau wukuf di Arafah, sebagaimana termaktub di dalam kitabkitab Shahih dan Sunan. Seluruh ahli tafsir dan ulama hadits selain mereka pun menyatakan demikian. Sementara itu, peristiwa Ghadir Khum terjadi setelah beliau kembali ke Madinah pada 18 Dzulhijjah, sembilan hari setelah haji wada’. Bagaimana bisa dikatakan bahwa ayat al-Maidah: 67 turun pada waktu itu? Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa ayat di atas turun sebelum itu. Ayat di atas termasuk ayat-ayat pertama kali turun di kota Madinah, walaupun terdapat dalam surat al-Maidah. Di samping itu, kaum Syiah juga menambahkan riwayat pada peristiwa Ghadir Khum,
هَذَا أَخِي وَوَصِيِّي وَخَلِيفَتِي فِيكُمْ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا-يَعْنِي عَلِيًّ
“Ini adalah saudaraku, wasiatku, dan penggantiku di tengah-tengah kalian. Karena itu, dengarlah dan taatlah kepadanya, yaitu Ali.” Dengan demikian, jelaslah kepalsuan hadits ini sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama Sunnah. Lihat keterangan lebih lanjut pada Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 4932.
Wilayah Imamah Ala Syiah, Angan- Angan Belaka
Dengan keterangan ini, jelaslah bahwa apa pun yang mereka serukan, akui, serta yakini, semuanya hanyalah kamuflase kesesatan. Tujuannya adalah menggiring umat kepada ideologi Abdullah bin Saba’, sebuah ajaran untuk memerangi orang-orang Islam secara umum dan Ahlus Sunnah secara khusus. Semoga Allah Subhanahu wata’ala menyelamatkan kaum muslimin dari kesesatan mereka. Amin.
Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Alhasil, yang ada adalah menghakimi ajaran agama, sebagaimana halnya perbuatan orang-orang kafir terhadap agama mereka. Akibatnya, muncullah dalam tubuh kaum muslimin istilah para “pembaru”, aliran-aliran modern di dalam Islam, pemikiran dan gerakan pembaruan, periode modern dalam sejarah Islam, dan berbagai istilah lain, yang notabene semuanya mempertanyakan (menggugat) sakralisasi Islam sebagai agama wahyu. Jika kita tarik benang merah, secara jujur, akan kita dapati bahwa penolakan mereka terhadap al-haq adalah titipan Iblis la’natullah alaih.
Dakwah para nabi dan rasul yang menebar rahmat kepada segenap manusia dianggap sebagai aturan yang mengekang kebebasan, membunuh karakteristik berpikir yang hidup dan luas, serta menumpulkan ketajaman akal. Dalam anggapan mereka, wahyu menjerat semua kehendak dan keinginan. Mengapa mereka tidak berpikir ringan dan mudah, yaitu bukankah Allah Subhanahu wata’ala yang menciptakan kita? Bukankah Allah yang mengatur urusan hidup ini? Bukankah Allah Subhanahu wata’ala yang telah memenuhi segala kebutuhan mereka?
Bukankah Allah Yang Maha Mengetahui kemaslahatan hidup setiap hamba? Dzat yang seperti ini tentu Mahaadil, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui akan seluk-beluk maslahat dan mafsadah bagi kehidupan manusia. Sungguh, Iblis la’natullah alaih bergembira melihat perilaku hambahamba Allah itu. Sebab, memperoleh banyak sahabat untuk memenuhi isi jahannam bersama dirinya. Ia mendapat banyak teman yang akan mendapatkan murka Allah Subhanahu wata’ala, dan banyak pengikut yang merasakan azab-Nya.
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya setan bagi kalian adalah musuh, maka jadikanlah dia sebagai musuh kalian, dan sesungguhnya setan menyeru pengikutnya menjadi penghuni neraka Sa’ir (yang menyala-nyala).” (Fathir: 6)
Syiah Salah Satunya
Munculnya ajaran dan aliran Syiah sesungguhnya menjadi bukti nyata akan hal itu. Dengan kedok mengangkat eksistensi “ahlul bait” dan memperjuangkan hakhak mereka, agama ini dicetuskan oleh Abdullah bin Saba’, si Yahudi. Syiah pun menyasar kaum muslimin yang jahil tentang agama dengan menggugah sifat dasar pada setiap bani Adam, yaitu kerakusan hidup dan tidak pernah puas. Cukuplah untuk membuktikan hal itu adalah ajaran kebinatangan melalui hubungan seks bebas yang diseting oleh mereka sebagai bagian dari ajarannya. Kemudian perbuatan keji dan kotor itu mereka istilahkan dengan nikah mut’ah, sebuah bentuk pernikahan yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul- Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kebebasan hubungan seks ala Syiah itu telah memunculkan berbagai penyakit kelamin yang mengerikan dan kotor: GO (kencing nanah), AIDS, dan sebagainya. Tidak mengherankan jika kelakuan binatang itu akan menyusup di pelosokpelosok daerah kaum muslimin yang Syiah berkembang di situ. Oleh karena itu, segenap kaum muslimin mesti mewaspadai ajaran tersebut. Cukuplah kitab suci al-Qur’an dan wahyu yang kedua, yaitu Sunnah Rasul, sebagai dasar menghukumi bahwa ajaran mereka itu sesat dan menyesatkan. Mewaspadai mereka berikut ajaran mereka termasuk pelaksanaan terhadap perintah Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hendaklah berhati-hati orangorang yang menyelisihi perintahnya untuk tertimpa fitnah (musibah) dan azab yang pedih.” (an-Nur: 63)
Syiah Memorak-porandakan Umat Islam
Kaum Syiah telah terang-terangan memorak-porandakan ajaran Islam dan umat Islam. Hal itu terjadi sejak ada anggapan mereka bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Ali bin Abu Thalib dan 12 keturunannya yang dianggap sebagai imam-imam yang maksum (terbebas dari dosa dan kesalahan). Mereka menganggap bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah Ali. Ini pun tidak sekadar anggapan, tetapi ada konsekuensi di belakangnya, yaitu mereka mengafirkan dan memvonis para sahabat sebagai orang-orang munafik. Menurut pandangan mereka Abu Bakr, Umar, dan Utsman, serta para sahabat yang bersama mereka, tak ubahnya komplotan penjegal, perampok, pencuri, dan perampas.
Mulla Baqir al-Majlisi berkata di dalam kitabnya, Hayatul Qulub, “Rasulullah memproklamirkan pada hari Ghadir, ‘Sesungguhnya Ali adalah waliku, wasiatku, dan pengganti setelahku.’ Namun, teman-temannya telah berbuat kepadanya seperti perbuatan kaum Musa. Mereka mengikuti anak sapi umat ini dan Samiri-nya. Yang aku maksudkan adalah Abu Bakr dan Umar….
Kaum munafik murka atas kekhilafahan Ali sebagai pengganti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sepeninggal beliau. Mereka melakukan kezaliman terhadap kitabullah. Mereka selewengkan, rombak, dan berbuat sesuai dengan kehendak mereka.” (Baina asy-Syiah wa Ahlis Sunnah karya Ihsan Ilahi Zhahir hlm. 71)
Mereka mengafirkan Abu Bakr dan Umar dengan mengatakan, “Sesungguhnya keduanya tidak memilki nilai atau kebaikan dalam Islam, walaupun hanya sebesar biji sawi.” Tentang Utsman, mereka berkata, “Sesungguhnya dia telah berhukum dengan hukum yang tidak diturunkan oleh Allah.”
Tentang Muawiyah, mereka berkata, “Sesungguhnya dia telah memikul kedengkian yang memuncak dan kekafiran yang tersembunyi.” Tentang Aisyah, mereka berkata, “Rasulullah berkhutbah. Beliau mengisyaratkan ke arah kamar Aisyah dan mengatakan, ‘Dari sinilah fitnah muncul.’ Beliau mengulanginya tiga kali.” Kata mereka pula, “Rasulullah keluar dari rumah Aisyah lalu bersabda, ‘Dari ini munculnya otak kekafiran’.” Mereka mengatakan, “Sunnah Nabi diriwayatkan dari para sahabat Rasulullah, padahal mereka telah murtad semuanya, termasuk tokoh-tokoh bani Hasyim dan selainnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar, kecuali tiga orang, yaitu Miqdad, Abu Dzar, dan Salman. Orang yang meriwayatkan dari mereka sedikit sekali. Adapun perawi-perawi dari selain mereka bertiga tidak menenteramkan hati, karena mereka kembali kafir.” (Baina asy-Syiah wa Ahlis Sunnah karya Ihsan Ilahi Zhahir hlm. 104 )
Perselisihan Syiah dalam Menetapkan Hak Imamah
Syiah telah berselisih pendapat dalam hal penetapan imamah di kalangan mereka. Perselisihannya cukup banyak dan sengit. Ini menjadi bukti goncang/ rapuhnya ajaran mereka. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa imamah tetap di tangan Ja’far bin Muhammad. Ada pula yang mengatakan bahwa imamah itu di tangan anaknya, yaitu Musa. Ada yang mengatakan bahwa imamah di tangan Abdullah bin Mu’awiyah. Ada juga yang mengatakan dengan jelas bahwa Ali telah menunjuk Hasan dan Husain.
Ada yang mengatakan, yang dimaksud ialah Muhammad bin Hanafiyyah. Ada yang berpendapat, Ali bin Husain telah berwasiat kepada putranya, Abu Ja’far. Masih banyak lagi perselisihan pendapat di kalangan mereka tentang hal ini. (Lihat Aujaz al-Khithab fi Bayan Mauqif asy-Syiah minal Ashhab 1/10 )
Saudaraku, dari perselisihan yang sangat pelik tersebut, orang yang memiliki dasar ilmu yang paling rendah pun akan bisa menyimpulkan, betapa bingungnya mereka meletakkan prinsip beragama dan betapa jauhnya mereka dari kebenaran.
Tujuan Menghalalkan Segala Cara
Syiah telah melakukan banyak manuver untuk melariskan dagangan kesesatan mereka. Intinya, bagaimana tujuan mereka bisa tercapai. Manuver-manuver sesat yang mereka lakukan di antaranya adalah menodai keabsahan al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala, meragukan penukilan riwayat dari para sahabat selain tiga orang, yaitu Miqdad, Abu Dzar, dan Salman, karena mayoritas sahabat murtad dan menjadi munafik sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tanpa rasa malu, mereka menjadikan amalan kekafiran tersebut sebagai sarana menggapai tujuan. Sungguh, sangat mengherankan. Di mana mereka letakkan akal mereka? Seharusnya, mereka meragukan kebenaran ajaran mereka karena banyaknya dosa dan kemaksiatan mereka. Mereka melakukan berbagai kesyirikan dan ribuan kebid’ahan. Bukankah mereka itu yang semestinya menyandang tuduhan yang mereka sematkan kepada para sahabat yang mulia dan agung? Padahal para sahabat telah mendapatkan predikat tinggi dari Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.
Apalagi ajaran mereka membolehkan berdusta untuk kepentingan dakwah. Tidak hanya boleh, bahkan mereka menjadikan dusta sebagai salah satu prinsip beragama. Mereka menyebutnya taqiyah. Al-ghayah tubarrirul wasilah (Tujuan menghalalkan segala cara). Inilah kaidah Iblis dalam menentang perintah-perintah Allah Subhanahu wata’ala.
Benarkah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam Mewasiatkan Khilafah Untuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu?
Kaum Syiah tidak akan habishabisnya menunggangi syariat Allah Subhanahu wata’ala dan mengotorinya, sampai keputusan Allah Subhanahu wata’ala datang atas mereka. Mereka akan melakukan segala cara, yang penting tujuan mereka bisa tercapai. Salah satunya adalah menukilkan riwayat-riwayat dusta dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Syiah adalah kelompok yang paling pendusta.” Kaum Syiah menganggap, hadits Ghadir Khum menjelaskan bahwa Rasulullah hallallahu ‘alaihi wasallam langsung menobatkan Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah sepeninggal beliau. Mereka mengatakan, penobatan tersebut di hadapan 120 ribu kaum muslimin. Ghadir Khum adalah persimpangan jalan menuju kota Madinah, Irak, Mesir, dan Yaman. Versi mereka, Malaikat Jibril ‘Alaihissalam turun membawa wahyu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang isinya,
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Jika tidak kamu kerjakan apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memeliharamu dari gangguan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (al-Maidah: 67)
Selain itu, Jibril ‘Alaihissalam menyampaikan kepada Rasulullah n bahwa Allah Subhanahu wata’ala memerintah beliau agar menjadikan Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai pemimpin umatnya dan sebagai pemegang wasiat beliau setelah beliau wafat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lantas menghentikan perjalanan dan memerintah orang-orang yang berada di barisan belakang untuk segera menyusul dan yang telah mendahului untuk kembali. Mereka semuanya pun berkumpul di sekeliling beliau.
Saat waktu zuhur tiba, beliau mengimami shalat dan menyampaikan pidato yang isinya adalah bahwa Allah Subhanahu wata’ala telah memerintahkan bahwa keimamahan itu kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Yang hadir diminta untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir. Di antara ucapan beliau dalam pidato tersebut, “Taatilah dan patuhilah, sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala adalah pelindung kalian, Ali adalah pemimpin kalian.
Kemudian kepemimpinan ada di tangan anak cucuku dari keturunannya hingga hari kiamat. Sabdaku dari Jibril, dari Allah Subhanahu wata’ala. Hendaknya setiap jiwa melihat apa yang telah dipersiapkan untuk hari esoknya.”
Tinjauan Ulama Sunnah Tentang Hadits Ghadir Khum Ala Syiah
a. Sahihkah riwayat hadits Ghadir Khum?
Saudaraku, kita memiliki ulamaulama sunnah yang akan menjelaskan kepada kita tentang kebenaran riwayat tersebut. Dengan demikian, kita bisa berada di atas bashirah dan mengetahui kejahatan, kerusakan, dan kesesatan agama Syiah. Hadits Ghadir Khum benar datangnya dari Rasulullah n. Sepulang beliau dari haji wada’, pada 18 Dzulhijjah, di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Ghadir Khum, antara kota Makkah dan Madinah, beliau berwasiat,
كَأَنِّي دُعِيتُ فَأَجَبْتُ وَإِنِّي تَارِكٌ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ أَحَدِهِمَا أَكْبرُ مِنَ الْآخَرِ: كِتَابُ اللهِ وَعِتْرَتِي أَهْلِ بَيْتِي، فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي فِيهِمَا فَإِنَّهُمَا لَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللهَ مَوْ يَالَ وَأَنَا وَلِيُّ كَلِّ مُؤْمِنٍ. ثُمَّ إِنَّهُ أَخَذَ بِيَدِ عَلِيٍّ فَقَالَ: مَنْ كُنْتُ وَلِيَّهُ فَهَذَا وَلِيُّهُ اللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَا هَالُ وَعَادِ مَنْ عَادَاهُ
“Seolah-olah aku dipanggil lalu aku menyambutnya. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua hal yang berat, yang satu lebih besar dari yang lain. Itulah kitabullah dan ‘itrati (keluargaku). Perhatikanlah apa yang kalian perbuat sepeninggalku terhadap keduanya. Sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya mendatangiku di telaga kelak.” Lalu beliau berkata, “SesungguhnyaAllah adalah waliku, dan aku adalah wali setiap orang yang beriman.” Kemudian beliau memegang tangan Ali seraya berkata, “Barang siapa menjadi waliku, Ali pun menjadi walinya. Ya Allah, lindungilah orang yang melindunginya, dan musuhilah orang yang memusuhinya.”
Hadits di atas dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash- Shahihah no. 1750. Beliau bawakan pula syawahid (penguat-penguat) yang sangat banyak. Riwayat serupa datang dari banyak sahabat, seperti sahabat Zaid bin Arqam, Sa’d bin Abi Waqqash, Buraidah bin Hushaib, Ali bin Abu Thalib, Abu Ayyub al-Anshari, al-Bara’ bin ‘Azib, Abdulah bin Abbas, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah g.
b. Riwayat hadits Ghadir Khum ala Syiah
Ingat, Syiah adalah kelompok yang paling pendusta, sebagaimana ungkapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas. Tentu saja gambaran yang melekat di benak kita, mereka akan menguatkan segala prinsip agamanya di atas standar dusta. Kedustaan adalah simbol agama dan syiar ajaran mereka. Pantaslah apabila mereka mencoba memanipulasi hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengokohkan ajaran mereka sehingga bisa mudah diterima oleh banyak pihak. Contoh konkret adalah hadits Ghadir Khum yang mereka tambah-tambahi, seperti firman Allah Subhanahu wata’ala,
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Jika kamu tidak melakukannya, kamu tidak menyampaikan risalah-Nya.” (al-Maidah: 67)
Kata mereka, ayat ini turun pada peristiwa Ghadir Khum saat pengokohan Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah pengganti beliau. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Ini adalah satu bentuk kedustaan. Ayat di atas sudah turun lama sebelum haji wada’. Sementara itu, peristiwa Ghadir Khum terjadi pada haji wada’, tanggal 18 Dzulhijjah, sekembalinya beliau dari menunaikan haji. Setelah itu, beliau menjalani hidup selama dua bulan. Adapun ayat yang terakhir turun adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
“ Pada hari ini , Aku telah menyempurnakan agama kalian dan telah mencukupkan atas kalian nikmat- Ku.” (al-Maidah: 3)
Ayat ini turun pada 9 Dzulhijjah, dalam rentetan amalan haji wada’. Ayat ini turun saat beliau wukuf di Arafah, sebagaimana termaktub di dalam kitabkitab Shahih dan Sunan. Seluruh ahli tafsir dan ulama hadits selain mereka pun menyatakan demikian. Sementara itu, peristiwa Ghadir Khum terjadi setelah beliau kembali ke Madinah pada 18 Dzulhijjah, sembilan hari setelah haji wada’. Bagaimana bisa dikatakan bahwa ayat al-Maidah: 67 turun pada waktu itu? Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa ayat di atas turun sebelum itu. Ayat di atas termasuk ayat-ayat pertama kali turun di kota Madinah, walaupun terdapat dalam surat al-Maidah. Di samping itu, kaum Syiah juga menambahkan riwayat pada peristiwa Ghadir Khum,
هَذَا أَخِي وَوَصِيِّي وَخَلِيفَتِي فِيكُمْ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا-يَعْنِي عَلِيًّ
“Ini adalah saudaraku, wasiatku, dan penggantiku di tengah-tengah kalian. Karena itu, dengarlah dan taatlah kepadanya, yaitu Ali.” Dengan demikian, jelaslah kepalsuan hadits ini sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama Sunnah. Lihat keterangan lebih lanjut pada Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 4932.
Wilayah Imamah Ala Syiah, Angan- Angan Belaka
Dengan keterangan ini, jelaslah bahwa apa pun yang mereka serukan, akui, serta yakini, semuanya hanyalah kamuflase kesesatan. Tujuannya adalah menggiring umat kepada ideologi Abdullah bin Saba’, sebuah ajaran untuk memerangi orang-orang Islam secara umum dan Ahlus Sunnah secara khusus. Semoga Allah Subhanahu wata’ala menyelamatkan kaum muslimin dari kesesatan mereka. Amin.
Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: