Pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus, akan melakukan kunjungan bersejarah ke Irak pekan ini. Dalam kunjungannya, Paus Fransiskus akan melakukan pertemuan simbolis dengan tokoh Syiah terkemuka di Irak, Grand Ayatollah Ali Sistani, dalam upaya memperdalam dialog dengan pemimpin Muslim.
Seperti dilansir AFP, Rabu (3/3/2021), Paus Fransiskus yang berusia 84 tahun ini akan bertemu Sistani di kediamannya di Najaf, pada Sabtu (6/3) mendatang. Sistani yang kini berusia 90 tahun, tidak pernah terlihat di depan publik dan jarang menerima tamu. Namun Paus Fransiskus ingin bertemu langsung dengannya.
Paus Fransiskus diketahui sejak lama memuji kekuatan dialog antar agama, simbol perdamaian dan toleransi, tanpa memikirkan seluk-beluk teologis yang diajukan oleh pendahulunya.
Dua tahun lalu di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Paus Fransiskus dan ulama Sunni terkemuka, Sheikh Ahmed al-Tayeb, yang juga Imam Besar Al-Azhar, menandatangani sebuah dokumen soal 'persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia'. Keduanya menyampaikan seruan bersama untuk kebebasan berkeyakinan.
Sunni mencakup hampir 90 persen umat Muslim sedunia, dengan Syiah mencakup 10 persen -- mayoritas ada di Iran dan Irak. Untuk Irak, 60 persen populasinya menganut Syiah dan 37 persen lainnya menganut Sunni. Jumlah populasi syiah bertambah banyak pasca kejatuhan rezim Saddam Husain yang notabene sunni dan menjadi penentang terhadap aliran sesat syiah. Setelah kejatuhan rezim yang dilakukan Amerika dengan dukung dari Syiah Iran, maka perkembangan syiah di Iraq relative massif.
Dengan kunjungan ke Najaf dan bertemu ulama Syiah terkemuka, Paus Fransiskus mengulurkan tangan untuk sebuah aliran teologi dalam Islam.
"Ini jelas merupakan peristiwa yang belum pernah terjadi dan hal yang besar," sebut peneliti pada Institut Brookings, Marsin Alshamary.
Disebutkan Alshamary bahwa mazhab pemikiran Islam di Najaf terlibat dialog antaragama sejak invasi Amerika Serikat (AS) ke Irak tahun 2003 lalu dan perang berdarah antara Syiah dan Sunni. Sistani berulang kali menegaskan bahwa Muslim dilarang membunuh orang lain. Tahun 2014, saat Islamic State of Iraq and Syriah (ISIS) mendekati Baghdad, Sistani menyerukan warga Irak untuk menenteng senjata mengusir kaum militan tersebut.
"Kunjungan Paus ini mengirimkan pesan politik yang kuat untuk seorang tokoh yang sangat terkait dengan membela warga Irak," sebut ilmuwan politik Prancis, Myriam Benraad, yang mengkhususkan diri untuk dunia Arab.
Sistani juga disebut merangkul salah satu dari dua aliran Syiah modern, yakni aliran Najaf, yang memisahkan antara politik dan agama. Aliran itu bertentangan dengan mazhab di sekitar kota suci Qom di Iran yang meyakini pemimpin agama juga harus memimpin negara, mengikuti contoh pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
"Kaum Syiah di Irak ingin Vatikan dan dunia Barat mendukung mereka melawan cengkeraman Iran, yang ingin menelan Najaf," ujar biarawan Dominika-Irak, Amir Jaje, yang merupakan salah satu tokoh terkemuka dalam dialog antaragama.
Demikian ulasan yang kami kutip dari detik dot com.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: