Mengapa para ulama Madura yang mayoritasnya warga Nahdlatul Ulama (NU) memiliki sensitivitas tinggi terhadap Syiah? Kasus yang terjadi di Sampang Madura,tahun 2012 menjadi menarik untuk ditelusuri akar masalahnya. Tampaknya, sensitivitas para kyai Madura terhadap Syiah ada kaitan dengan pandangan pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari terhadap paham Syiah itu sendiri. Sejak masa masa awal pendirian NU pada 31 Januari 1926, Kyai Hasyim Asy’ari sudah mengeluarkan rambu-rambu dalam soal aqidah Islamiyah. Ia berkeyakinan bahwa Syiah memiliki perbedaan yang mendasar dalam berbagai ajarannya dengan ajaran AhluSunnah wal-Jamaah.
Meskipun pada masa itu di Indonesia aliran Syiah belum sepopuler sekarang, namun Kyai Hasyim sudah memberikan sinyal problem yang akan ditimbulkan oleh kelompok ini. Peringatan itu ia keluarkan agar warga NU ke depan berhati-hati dalam menyikapi fenomena perpecahan umat akibat ajaran yang bertentangan dengan Ahlu Sunnah wa-Jamaah.
Diantara karya Kyai Hasyim yang mengupas masalah Syiah adalah “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, “Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah,al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin ” dan “al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ah al-Arham waal-Aqrab wa al-Akhwan”. Di ketiga kitab itu, Kyai Hasyim sangat gamblang memberikan kritik terhadap ajaran Syi’ah. Menurutnya, baik Syi’ah Imamiyah maupun Zaidiyyah adalah mazhab yang tidak benar.
Dalam kitab Muqaddimah Qanun Asasi,hal.7, Kyai Hasyim mengkritik golongan yang mencaci bahkan mengkafirkan sahabat Nabi saw. Menurutnya, orang atau kelompok yang mengecam para sahabat termasuk ahli bid’ah dan sesat. Berbagai bukti, dari dulu hingga kini, Syiah memang tidak henti hentinya memberikan cacian terhadap sahabat sahabat Nabi utama seperti Abu Bakar ash Shiddiq, Umar bin Khatab dan Usman bin Affan radhiyallahu ‘anhum
Karena itulah Kyai Hasyim kemudian menulis bantahannya dalam ketiga kitab tersebut. Dalam kitab-kitab itu ia mengutip hadits Nabi SAW tentang kecaman terhadap orang yang mencaci sahabat sahabat beliau. Nabi saw antara lain bersabda: “Janganlah kau menyakiti aku dengan cara menyakiti ‘Aisyah”. “Janganlah kamu caci maki sahabatku. Siapa yang mencaci sahabatku, maka dia akan mendapat laknat Allah SAW, para malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima semua amalnya, baik yang wajib maupun yang sunnah”. Juga hadits nabi saw: “Apabila telah nampak fitnah dan bid’ah pencacian terhadap sahabatku, maka bagi orang alim harus menampakkan ilmunya. Apabila orang alim tersebut tidak melakukan hal tersebut (menggunakan ilmu untuk meluruskan golongan yang mencaci sahabat) maka baginya laknat Allah, para Malaikat dan laknat seluruh manusia”.
Sedang dalam kitab “al-Tibyan” Kyai Hasyim memaparkan pada hampir setiap halaman, kutipan pendapat para ulama salaf tentang keutamaan Sahabat dan laknat bagi orang yang mencelanya. Diantara ulama yang banyak dikutip adalah Ibnu Hajar al Asqalani, dan al Qadli Iyyadh. Secara khusus Syaikh Hasyim mengutip hadits yang ditulis Ibnu Hajar dalam Al-Shawa’iq al-Muhriqah, yang menghimbau agar para ulama yang memiliki ilmu meluruskan penyimpangan golongan yang mencaci sahabat Nabi SAW itu.
Dalam Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama ’, hal. 9, Kyai Hasyim, mengingatkan perlunya berpegang pada mazhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Beliau meminta agar Syiah dijauhi. Tentu saja ini sebagai peringatan bagi warga Nahdlyin untuk berhati-hati menghadapi perkembangan aliran-aliran di luar madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah, khususnya Syiah.
Garis panduan Kyai Hasyim dalam soal Syiah ini masih terus dipegang teguh oleh para Kyai di banyak pesantren besar di Indonesia. Tahun 2007 lalu, misalnya, Pesantren Sidogiri di Pasuruan – berdiri sekitar tahun 1700 M – mengeluarkan sebuah buku berjudul “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah”? Salah satu beratnya menjalin ukhuwah antara Sunni Syiah, menurut buku ini, adalah karena kaum Syiah melanggengkan kecaman terhadap para sahabat Nabi.
Padahal, al Quran sendiri menjelaskan: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesame mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaannya.” (QS al-Fath: 29).
Buku ini juga mengkritik sebuah penerbitan Syiah di Jakarta (2004) berjudul Keluarga Suci Nabi: Tafsir Surat al-Ahzab ayat 33 , yang mengutip kata kata Aisyah r.a. yang – katanya memerintahkan agar Utsman bin Affan dibunuh. Konon, menurut buku terbitan Syiah ini, Aisyah r.a. pernah berkata: “Bunuhlah nu’tsal (si tua Yahudi, maksudnya adalah Utsman), semoga Allah membunuhnya.”
Berita tentang Aisyah r.a. seperti itu tidak memiliki sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Fakta sejarah juga menunjukkan, tidak mungkin Aisyah r.a. mengutuk Utsman bin Affan. Ukhuwah memang sangat diharapkan. Tentu untuk menuju ke sana diperlukan saling pengertian, dengan tidak mencerca para tokoh yang sangat dihormati oleh kaum Muslim.
Wallahu a’lam bil-shawab
Sumber : https: bahrul69.wordpress com /2014/12/18/syiah-menurut-kh-hasyim-asyari/
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: