Terjadi perbedaan pandangan dalam masalah Alquran antara sunni dan syiah. Seorang penulis dari kota Wonosobo menjelaskan secara ringkas dan kami kutip kesimpulan dari tulisan tersebut.
Diriwayatkan bahwa Ali RA mengatakan mengenai pengumpulan Al-Qur‟an oleh Abu Bakar RA:”Manusia yang paling berjasa bagi mushaf-mushaf Al-Qur‟an adalah Abu Bakar, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya, karena dialah orang pertama yang mengumpulkan kitabullah.” Ali RA juga mengatakan berkenaan dengan pengumpulan Al-Qur‟an oleh Usman RA:”Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah. Jauhilah sikap berlebihan (bermusuhan) terhadap Usman dan perkataanmu bahwa dialah yang membakar mushaf.Demi Allah, ia membakarnya berdasarkan persetujuan kami, sahabat-sahabat Rasulullah.”
Lebih lanjut ia mengatakan:”Seandainya yang menjadi penguasa pada masa Usman adalah aku, tentu aku pun akan berbuat terhadap mushaf-mushaf itu seperti yang dilakukan Usman.” Apa yang telah diriwayatkan dari Ali RA sendiri ini telah membungkam para pendusta yang mengira bahwa mereka adalah pembela Ali RA, sehingga mereka berani berperang untuk sesuatu yang tidak mereka ketahui karena kefanatikannya yang membuta kepada Ali, sedang Ali sendiri lepas tangan dari mereka.
Mereka mengatakan, dalam Al-Qur‟an terdapat sesuatu yang bukan Al-Qur‟an.Mereka berdalil dengan riwayat Ibnu Mas‟ud yang mengingkari Surat An-Nas dan Al-Falaq termasuk bagian dari Al-Qur‟an.Terhadap pendapat ini dapat diajukan jawaban sebagai berikut, yaitu bahwa riwayat yang diterima dari Ibnu Mas‟ud itu tidak benar, karena bertentangan dengan kesepakatan umat. An-Nawawi mengatakan dalam syarah al-Muhazzab:”Kaum Muslimin sepakat bahwa kedua surat (An-Nas dan Al-Falaq) itu dan Al-Fatihah termasuk Al-Qur‟an. Dan siapa saja yang mengingkarinya, sedikit pun, ia adalah kafir. Sedangkan riwayat yang diteri dari Ibnu Mas‟ud adalah batil, tidak sahih.” Ibnu Hazm berpendapat, riwayat tersebut merupakan pendustaan dan pemalsuan atas nama (terhadap) Ibnu Mas‟ud.
Seandainya riwayat itu benar, maka yang dapat dipahami adalah bahwa Ibnu Mas‟ud tidak pernah mendengar kedua surat mu‟awwizatain, yakni surat An-Nas dan Al-Falaq itu secara langsung dari Nabi Muhammad saw., sehingga ia berhenti, tidak memberikan komentar mengenainya. Selain itu pengingkaran Ibnu Mas‟ud tersebut tidak dapat membatalkan consensus kaum Muslimin bahwa kedua surat itu merupakan bagian Al-Qur‟an yang mutawatir. Argumentasi ini dapat pula dipergunakan untuk menjawab isu yang menyatakan bahwa mushaf Ibnu Mas‟ud tidak memuat surat Al-Fatihah sebab Al-Fatihah adalah Ummul Qur‟an, induk Qur‟an, yang status qur‟aniyyah-nya tak seorang pun meragukannya.
Tentang ayat rajam, di kalangan ulama pembesar Syiah menetapkan bahwa ayat rajam seperti yang diriwayatkan Umar di atas, telah dinasakh bacaannya namun hukumnya tetap berlaku. Pendapat seperti ini dapat disimak dari ulama kenamaan Syiah, diantaranya: (1) Abu Ali al-Thabarsi dalam kitabnya “Majma‟al-Bayan fi Tafsir al-Qur‟an, Vol. 1 halaman 406 beliau berkata:”Nasakh dalam Al-Qur‟an ada bermacam-macam, diantaranya dihapus bacaannya tetapi hukumnya tetap berlaku, seperti ayat rajam.(2) Abu Ja‟far al-Thusi, dalam kitabnya “al-Tibyan fi Tafsir al-Qur‟an, Vol. 1 halaman 13.(3) Abd Al-Rahman al-Attaiqi al-Hilli, dalam kitabnya “Nasakh wa Mansukh” halaman 35.(4) Muhammad Ali dalam kitabnya”Lamhat min Tarikh al-Qur‟an”, (5) Muhammad Baqir Majlisi, dalam kitabnya “Mar‟atul „Uqul, halaman 267.
Al-Kuiy memang menolak tahrif dalam Al-Qur‟an. Dalam karyanya al-Bayan fi Tafsir Al-Qur‟an, beliau menegaskan dalam satu fasal khusus tentang keterjagaan Al-Qur‟an dari tahrif (shiyanatul Qur‟an min al-Tahrif). Di akhir pasal ini beliau menulis :”Seperti yang telah kami jelaskan kepada pembaca bahwa hadist-hadist yang berbicara tentang tahrif dalam Al-Qur‟an adalah khurafat dan khayalan belaka yang hanya diucapkan oleh orang yang lemah akalnya…”. Namun uniknya, dalam kitabnya yang sama,beliau malah terjerumus meyakini adanya tahrif. Misalnya, beliau menulis:”Sesungguhnya banyaknya periwayatan yang menyebutkan adanya tahrif dalam Al-Qur‟an diwarisi secara meyakinkan, yang sebagiannya muncul dari orang-orang yang maksum (imam-imam Syiah)… dan sebagianya diriwayatkan dengan jalan yang terpercaya.
Beliau juga mengatakan:”Jikalau Al-Qur‟an dibaca seperti apa yang diwahyukan, tentu kamu akan mendapati nama-nama kami (disebutkan)”. Lebih lanjut beliau berkata:”Jibril menurunkan ayat kepada Muhammad seperti ini, “wa in kuntum fi raybin mimma nazzalna „ala „abdina fi aliyyin fa‟tu bi suratin min mitslih”. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Al-Kuiy mengakui kebenaran riwayat-riwayat yang membincangkan Mushaf Ali yang berbeda dengan Al-Qur‟an yang ada saat ini, baik dari sisi urutan surat, maupun dari sisi kekurangan ayat-ayat yang belum tercantum dalam Al-Qur‟an yang ada saat ini, seperti nama-nama Imam Syiah.
Kesimpulan
Menurut Ahlusunah Al-Qur‟an yang ada saat ini adalah sudah sempurna, tidak ada tahrif sama sekali baik tahrif pengurangan, penambahan maupun penghilangan ayat dalam Al-Qur‟an. Sebab seandainya dalam Al-Qur‟an terdapat tahrif maka hal tersebut akan menghilangkan kemukjizatan Al-Qur‟an dilihat dari segi fashahah maupun kebalaghohannya. Sedangkan riwayat-riwayat yang dipaparkan golongan Syiah, menurut Ahlusunah riwayat-riwayat itu hanya untuk konteks nasikh mansukh, dan bukan pembuktian terjadinya tahrif dalam Al-Qur‟an.Ulama Ahlusunah memandang adanya nasikh mansukh di dalam Al-Qur‟an tentunya adalah hak prerogatif Allah SWT., dan hanya bisa terjadi selama Rasulullah hidup dan atas kewenangannya sebagai kasih dan sayangnya terhadap umat, bukan suatu distorsi tahrif dan ketidak lengkapan Al-Qur‟an.
Sedangkan kelompok Syiah setelah mencermati apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah dalam kitab Al-Kafy, maka kesimpulan penulis, bahwa syiah memang mengakui adanya tahrif dalam Al-Qur‟an, hanya saja hal itu ditutupi dengan metode taqiyah (tetap dalam hati yakin kelak di hari kiamat Imam terakhir akan membawa Al-Qur‟an yang asli). Yang perlu digaris bawahi adalah ulama Sunni tidak mengakui adanya tahrif tetapi mengakui dan sepakat adanya Nasakh Mansukh, sedangkan ulama Syiah mengakui adanya tahrif dalam Al-Qur‟an, tidak mengakui adanya Nasakh Mansukh.Allah a‟alam bi Showab
Penulis : Mukromin, Dosen tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UNSIQ Wonosobo
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: