Kawin kontrak di Kawasan Puncak
1. Pengertian Kawin kontrak
Kawin kontrak merupakan perkawinan yang dilakukan dalam batas waktu tertentu sebagaimana yang disepakati kedua belah pihak. Apabila waktu telah habis mereka akan berpisah dengan sendirinya. Seperti halnya kawin Fitrisa atau kawin paspor yang dikemukakan Bapak H. Gogom bahkan ada pula yang menyebutnya dengan kawin wisata.1 Hal ini disebabkan kawin kontrak sering kali dikaitkan dengan kedatangan wisatawan mancanegara, khususnya Timur Tengah. Namun pada kenyataannya, tidak hanya wisatawan asing yang melakukan kawin berbatas waktu tersebut, namun banyak pula wisatawan lokal dari luar Bogor.
Istilah kawin kontrak yang marak di Kawasan Puncak digunakan untuk menyebutkan perkawinan yang dilakukan dengan wisatawan, baik asing maupun lokal, yang dibatasi waktu tertentu tanpa ada aturan baku dan tidak mengikuti aturan perkawinan yang berlaku sebagaimana mestinya.
2. Profil Pelaku Kawin Kontrak
a. Fitri
Fitri adalah salah satu pekerja short time. Suatu saat Fitri diminta untuk melayani tamu dari Jakarta. Sebelum melaksanakan pekerjaannya Fitri diminta untuk melakukan ijab kabul terlebih dahulu. Tamunya menjelaskan bahwa akad hanya untuk dua jam, setelah dua jam Fitri boleh meninggalkannya tanpa ada konsekuensi apa pun. Setelah mereka bersepkat mengenai upah sebagai mahar yang harus dibayar sebesar Rp400.000 per jam, keduanya melakukan akad tanpa dihadiri wali, saksi, maupun penghulu. Menurut penuturan tamunya, dia tidak ingin melakukan zina. Maka, dia melakukan ijab kabul terlebih dahulu agar hubungan yang dilakukan halal layaknya suami istri.2
b. Dewi
Menurut pengakuan Fitri, rekan kerjanya yang bernama Dewi pernah melakukan kawin kontrak dengan wisatawan Timur Tengah dalam waktu yang cukup lama. Menurut pengakuan tamunya, dia ingin didampingi wanita untuk menyalurkan hasrat seksualnya namun tidak ingin terjerumus pada perzinaan. Dia meminta Dewi untuk melakukan akad nikah terlebih dahulu dengan batasan waktu selama dia di Indonesia. Pernikahan berlangsung dengan dihadiri wali, dua saksi, dan penghulu. Namun, kesemuanya itu adalah orang-orang bayaran yang sudah dipersiapkan.
Dari perkawinan kontrak-nya, Dewi memiliki seorang anak. Setelah kepulangan tamu yang berstatus sebagai bapak dari anaknya, dia tidak pernah memberikan nafkah bahkan tidak pernah menghubunginya lagi. Dewi tidak melaksanakan masa tunggu setelah berpisah dari suaminya.3
c. Diera
Diera adalah salah satu pekerja short time. Suatu ketika Diera didatangi tamu dari Medan. Dia menginginkan Diera menemaninya selama tugas di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua. Namun, dia tidak ingin terjerumus dalam perzinaan. Dia meminta Diera menjadi istri kontraknya dengan terlebih dahulu melakukan ijab kabul. Diera mengikuti kemauannya. Dengan bantuan tukang ojek Diera yang menyiapkan wali, saksi, dan penghulu.
Mereka semua adalah orang-orang bayaran yang dipersiapkan tukang ojek. Mahar yang diberikan berupa satu unit sepeda motor dan kalung emas sebesar sembilan gram sesuai permintaan Diera. Nafkah yang diberikan senilai Rp7.500.000 selama tiga bulan. Setelah habis masa kontraknya, lakilaki
tersebut menjatuhkan talak. Diera tidak menjalani masa tunggu sebagaimana mestinya.4
d. Edah
Menurut penuturan Inayah tetangga dekat Edah, Edah pernah melakukan kawin kontrak dengan warga Taiwan. Perkawinan dilaksanakan layaknya pernikahan pada umumnya, dihadiri ayah kandung Edah sebagai wali, dua saksi, dan penghulu. Pernikahan dilaksanakan di daerah Bogor dengan lamanya kontrak tiga tahun.5
e. Jaja
Jaja adalah salah seorang penjaga vila Fitrila di kawasan Tugu Selatan yang berhadapan dengan Tugu Utara. Jaja mengaku pernah menjadi wali bayaran. Menurutnya, hal semacam ini sangat sulit untuk dihilangkan karena dari pemerintah desa sendiri tidak mampu menanganinya. Bahkan, apabila wisatawan asing ingin menikah resmi harus melalui prosedur yang berbelit. Sebagai penjaga Fitrila, Jaja sering mendapat tips dalam jumlah besar. Misalnya, apabila wanita rekan Jaja melakukan kawin kontrak dengan tamu yang menginap di Fitrila yang dia tempati, ia akan mendapatkan bagian separuh upah yang diterima wanita itu.6
BERSAMBUNG ……
catatan kaki :
1. Muhammad H}usein Fadlullah, Soal-Jawab Fikih Kontemporer (Masalah Seks, Keluarga, Niaga, Politik, Negara, dan Lain-Lain), Terj. R. Hikmat Danaatmadja, cet. ke-1 (Cianjur: Titian Cahaya, 2005), hlm. 130.
2. Wawancara dengan Bapak Yunus Kabag TU KUA Cisarua, tanggal 7 November 2011.
3. Wawancara dengan Fitri melalui Saleh di Vila Haikal Tugu Selatan, tanggal 7 November 2011.
4. Ibid.
5. Wawancara dengan Diera Maranitha melalui Saleh dan Badrud, Vila Haikal, 26 Januari 2012.
6. Wawancara dengan Inayah tetangga dekat Edah, di kediaman Inayah di Subang Jawa Barat, tanggal 8 November 2011.
Sumber : Kawin Kontrak di Kawasan Puncak, Vol. 2, No. 2, 2012 M/1434 H 47
Penulis :
Nurlailiyah Aidatussholihah
Fakultas Syari„ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Email: [email protected]
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: