Penutup
Pelaksanaan kawin kontrak di Kawasan Puncak terdiri dari beberapa macam :
Pertama, akad kawin kontrak yang dilakukan oleh dua orang saja, yakni pihak laki-laki dan pihak perempuan, ada mahar dan batasan waktu yang ditentukan. Pelaksanaan kawin kontrak semacam ini apabila dilihat dari segi rukun nikah mut’ah sudah sesuai, namun tidak memiliki akibat hukum seperti keharusan menjalani masa iddah. Apabila dilihat dari rukun dan syarat nikah sebagaimana dalam UUP dan KHI, kawin kontrak termasuk perkawinan yang tidak sah karena tidak memenuhi syarat dan rukun nikah.
Kedua, kawin kontrak yang dilaksanakan dengan menghadirkan wali, saksi, penghulu yang sah, mahar, dan batasan waktu. Apabila dilihat dari pendapat Ibn Abbas, perkawinan semacam ini tidak sesuai dengan aturan nikah mut’ah, tetapi menurut Syi‘ah Imamiyah dapat dikategorikan nikah mut’ah selama ada batasan waktu yang disepakati kedua belah pihak. Sebagaimana jenis perkawinan yang pertama, jenis yang kedua ini juga tidak memiliki akibat hukum, yakni keharusan menjalani masa iddah. Apabila dilihat dari rukun nikah berdasarkan KHI maka kawin kontrak sudah memenuhi rukun yang ada akan tetapi tidak sesuai syarat yang ditentukan sebagaimana dalam UUP karena terdapat pembatasan waktu dalam akad.
Ketiga, pelaksanaan kawin kontrak yang dihadiri oleh wali, saksi, penghulu bayaran, batasan waktu dan mahar. Perkawinan semacam ini tidak sesuai dengan aturan nikah mut’ah, karena wali sebagai pihak yang menikahkan bukan wali yang sah bagi wanita tersebut. Di samping itu, perkawinan macam ini juga tidak memiliki akibat hukum seperti menjalani masa iddah (masa tunggu). Kawin kontrak semacam ini tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam UUP karena wali dan penghulu yang ada bukanlah pihak yang berhak untuk melaksanakan akad nikah.
Status kawin kontrak dilihat dari pemenuhan rukun dan syarat perkawinan sebagaimana dalam KHI dan undang-undang perkawinan merupakan perkawinan yang tidak sah. Karena tidak memenuhi rukun dan syarat yang berlaku. Hal ini disebabkan kawin kontrak terkadang dilakukan hanya dengan dua orang yang melakukan akad tanpa dihadiri wali dan saksi, terkadang juga dilakukan dengan dihadiri wali yang tidak memenuhi syarat. Pelaksanaan kawin kontrak bertentangan dengan tujuan perkawinan karena hanya mementingkan penyaluran kebutuhan biologis semata dan tidak sesuai dengan status ikatan perkawinan sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur‘an, yakni merupakan ikatan yang suci dan kokoh, yang harus dijaga oleh pasangan yang mengikatkan diri di dalamnya. Hal ini tidak akan ditemukan dalam kawin kontrak, karena kawin kontrak layaknya prostitusi terselubung yang mengatasnamakan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zayd, Farouq, Hukum Islam antara Tradisionalis dan Modernis, terj Husain Muhammad, Jakarta: P3M, 1986.
Amili, Ja‘far Murtada al-, Nikah mut’ah dalam Islam: Kajian Ilmiah dari Berbagai Mazhab, terj. Abu Muhammad Jawad, cet. ke-1, Jakarta: Yayasan As-Sajjad, 1992.
Anshari, Zakariya Al-, asy-Syarqawi ala at-Tahir, Jeddah: Al Haramain, 1990.
Gayah al-Wusul fi Syarh Lubb al-Usul, Surabaya: al-Hidayah, t.th.
Asqalani, Ibn Hajar al-, Fath al-Bari: Penjelasan Kitab Sahih} al-Bukhari,Terj. Amiruddin, 25 Jilid, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
Bulug al-Maram, Surabaya: al-Hidayah, t.th.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat (Khitbah, Nikah dan Talak), Terj. H. Abdul Majid Khon, cet. Ke-1, Jakarta: Amzah, 2009.
Bigha, Al dan Muhy al-Din, al-Mistu al-Wafy fi Syarh al-Arbain an-Nawawiyah, Beirut: Dar Ibn Katsir, 1989.
Bukhari, 'Abdillah Muhammad bin Isma‘il bin Ibrahim Al-, Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, 1981.
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta, 1982.
Dimyati, Sayyid al-Bakri bin Sayyid Muhammad Syato al-, Hasyiyah Ianatu at-Talibin Ala Hilli Alfazi Fath al-Mu‟in, 4 Jilid, Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1430 H/2009 M.
Fachrudin, Fuad Muhammad, Kawin Mutah dalam Pandangan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992.
Fadhlullah, Muhammad Husein, Soal-Jawab Fikih Kontemporer (Masalah Seks, Keluarga, Niaga, Politik, Negara, dan Lain-Lain), Terj. R.
Hikmat Danaatmadja, cet. ke-1, Cianjur: Titian Cahaya, 2005.
Habsul, Wannimaq, Perkawinan “Terselubung” di antara Berbagai Pandangan, Jakarta: Golden Terayon Press, 1994.
Hamdani, H.S.A. al-, Risalah Nikah Hukum Perkawian Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 1989.
Jannati, Muhammad Ibrahim, Fiqh Perbandingan Lima Mazhab, terj. Ibnu Alwi Bafaqih, Muhdor Assegaf, Alam Firdaus, cet. ke-1, Jakarta: Cahaya, 2007.
Jaziri, Abdurrahman al-, Kitab al-Fiqh „ala al-Mazahib al-Arbaah, 5 jilid, Beirut: Dar al-Fikr, 1986.
Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Fikr, 1972.
Murata, Sachiko, Lebih Jelas tentang Mutah: Perdebatan Sunni dan Syiah, Terj. Tri Wibowo Budi Santoso, cet. ke-1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Musawi, Syarafuddin al-, Isu-Isu Penting Ikhtilaf Sunnah Syi‟ah, Terj. Mukhlis B.A., cet. ke-2, Bandung: Mizan, 2002.
Mustafa, Ibnu, Perkawinan Mut‟ah dalam Perspektif Hadis dan Tinjauan Masa Kini, cet. ke-2, Jakarta: Lentera, 2002.
Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan I: Dilengkapi Perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer, edisi revisi, Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA, 2004.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, 15 Jilid, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Syarifudin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, cet. ke-3, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Citra Umbara, 2007.
Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita (Edisi Lengkap), Terj. M. Abdul Ghoffar E. M., cet. Ke-26, Jakarta: Al-Kautsar, 1998.
Zuhaily, Wahbah Al-, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh, Mesir, Kairo: Dar al Fikr, 1989.
Sumber : Kawin Kontrak di Kawasan Puncak, Vol. 2, No. 2, 2012 M/1434 H 47
Penulis : Nurlailiyah Aidatussholihah
Fakultas Syari„ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Email: [email protected]
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: