Syiahindonesia.com - “Keberadaan paham Syiah di Indonesia, bukan dikarenakan unsur kultural atau intelektual tetapi lebih kepada sosial politik.” demikian disampaikan oleh Dosen Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta, Dr Fuad Jabali sebagaimana dilansir uinjkt.ac.id (5/9/24).
Tanpa adanya revolusi Iran, mungkin saja orang Sunni tidak terlalu berminat untuk pindah pemahaman ke Syiah. Dan yang menjadi masalah, masyarakat Indonesia selalu didikte sejak lahir. Didikte oleh lingkungan, keluarga, sekolah, komunitas, dan pemahaman yang dibawa dari Timur Tengah. Di sana ada demo kita juga ikut berdemo, katanya.
Karena itu, orang Indonesia sulit sekali dan bahkan terkadang tidak bisa keluar dari jeratan masa lalu orang lain. Misalnya saya. Ayah saya tumbuh di Garut dari keluarga Sunni, maka masa lalu ayah saya pun menjadi masa depan saya, bahkan dalam beberapa hal, menjadi penjara bagi saya. Penjara kesunnian versi ayah saya. Padahal, kalau ayah saya lahir di Iran, maka ayah saya bisa dipastikan Syiah, dan saya pun Syiah. Kalau ayah saya lahir di Israel maka saya adalah Yahudi, kilahnya.
Peneliti Syiah Indonesia jebolan Leiden University ini menjelaskan, penganut Syiah di Indonesia berkembang begitu cepat semenjak pemerintahan Abdurahman Wahid. Pada masa itu keberadaan Syiah mulai diakui pemerintah dan dilegalkan untuk berkembang. Namun pada dasarnya mereka (Syiah) tidak terlalu menonjolkan keberadaannya, karena target utama hanya mengharapkan pengakuan saja dari lingkungannnya atas status yang tergambar dengan ajaran yang diakuinya. (albert)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: