Syiahindonesia.com - Tak sedikit tokoh yang mengklaim diri sebagai Imam Mahdi . Klaim itu ada juga yang dibuat kelompoknya. Mereka tak segan-segan merekayasa agar sang tokoh tersebut cocok sebagaimana Imam Mahdi yang dimaksud dalam hadis Rasulullah SAW .
Syaikh Mutawalli Sya'rawi dalam bukunya berjudul "Alaamaat Al-Giyaamah Al-Kubraa" mencontohkan beberapa kasus tentang klaim sejumlah kelompok tentang Imam Mahdi mereka itu.
Abu Al-Husain Muhammad bin Al-Husain Al-Abiri dalam kitab "Manaagib Asy-Syafi'i" mengatakan, hadis-hadis mengenai Al-Mahdi sudah sangat masyhur dan mutawatir.
"Ia berasal dari Ahlu Bait, berkuasa selama tujuh tahun, memenuhi dunia dengan keadilan, dan sesungguhnya Isa juga keluar membantunya dalam membunuh Dajjal. Ia menjadi imam sholat umat ini dan Isa ikut menjadi makmum di belakangnya."
Selanjutnya, Syi'ah Itsna 'Atsariya berkeyakinan bahwa Al-Mahdi yang dimaksud Rasulullah SAW adalah Al-Mahdi mereka. Namanya Muhammad bin Hasan. Hal ini berbeda dengan Al-Mahdi yang disebutkan Rasulullah SAW karena yang disebutkannya bernama Muhammad bin Abdullah.
Oleh sebab itu, sebagian kaum menghilangkan nama ayah agar tidak bertentangan dengan pengakuan mereka. Sebagian yang lain menyimpangkannya dengan mengatakan bahwa kakeknya adalah Al-Husain, sedang Al-Mahdi yang nama panggilannya yaitu Abu Abdillah disebut Rasulullah SAW. Mereka menyebutnya dengan Muhammad bin Abi Abdullah. Di sini nama panggilan dijadikan nama ayah.
Barangsiapa yang mempunyai sedikit penalaran, maka ia akan mengetahui bahwa yang ini adalah suatu penyimpangan dan kebohongan terhadap Rasulullah. Sabda Rasulullah SAW berbunyi, “Namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya juga sama dengan nama ayahku," tidak bisa dipahami oleh seorang pun kecuali bahwa nama ayahnya adalah Abdullah (bukan Abu Abdillah). Dan juga, Al-Mahdi yang disebut Rasulullah SAW adalah dari keturunan Al-Hasan bin Ali bukan dari keturunan Al-Husain.
Selanjutnya, beberapa golongan mengaku bahwa Al-Mahdi yang diberitakan Rasulullah SAW adalah Al-Mahdi dari Qaramithah Al-bathiniyah yang bermukim di Maroko.
Kaum Qamamithah itu berasal dari keturunan Maimun Al-Qaddah. Mereka mengaku bahwa Maimun ini berasal dari keturunan Muhammad bin Ismail. Dari sinilah Al-Ismaili dinisbatkan. Mereka ini adalah kelompok batin yang atheis, keluar dari semua agama, lebih kafir dari kelompok kafir ekstrim seperti An-Nashiriyah.
Madzhab mereka merupakan campuran dari mazhab Majusi, Shabi'ah dan falasifah (para filsuf) yang disertai dengan kentalnya madzhab Syiah dalam mereka.
Kakek mereka adalah seorang Yahudi yang pernah menjadi anak tiri seorang Majusi. Mereka pernah mempunyai kedaulatan dan para pengikut. Para ulama telah menulis kitab-kitab yang menyingkap rahasia dan kedok mereka, seperti Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani, Al-Qadhi Abdul Jabbar Al-Hamadzani, Al-Ghazali dan ulama-ulama yang lain.
Ada pula yang mengaku bahwa Al-Mahdi adalah Ibnu At-Tamrat yang juga muncul di kawasan barat yang para pengikutnya disebut Al-Muwahhidin. Mereka menyebutnya sebagai imam makshum dan Al-Mahdi Al-Ma'lum (yang diketahui) yang memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi kecurangan dan kezhaliman.
Kelompok ini mengaku bahwa Al-Mahdi mereka ini berasal dari keturunan Al-Hasan bukan Al-Husain. Orang yang seperti ini bukanlah termasuk Syiah Rafidhah. Pengakuannya seperti itu menunjukkan kelompok ini mempunyai pengalaman dalam bidang hadis sehingga mereka mengaku demikian agar sesuai dengan yang dikatakan Rasulullah SAW dalam hadis mengenai Al-Mahdi. Namun, diketahui secara jelas bahwa Al-Mahdi yang mereka akui tersebut bukanlah al-Mahdi yang dimaksud Rasulullah SAW.
Tokoh lain yang dianggap sebagai Imam Mahdi adalah Abdullah bin Mu'awiyah. Dia adalah keturunan Ja'far bin Abi Thalib, sahabat dan sepupu Nabi Muhammad.
Pada 127 H atau 744 M, golongan Syiah di Kufah mengangkat Abdullah bin Mu'awiyah sebagai Imam Mahdi. Setelah itu, ia memberontak terhadap Khalifah Yazid III, yang kala itu menjadi penguasa Dinasti Umayyah. Abdullah bin Mu'awiyah, yang didukung golongan Syiah, berhasil menguasai barat Iran selama dua tahun, dari 746 hingga 747.
Selanjutnya ada juga Agha Muhammad Reza. Dia adalah Syiah keturunan Iran yang tinggal di Bengal. Agha Muhammad Reza dikenal sebagai seorang Sufi Pir atau orang yang menjadi pembimbing spiritual Sufi. Melalui jalan Sufi, ia memperoleh banyak pengikut dan memulai sebuah pergerakan pada 1799 dengan menginvasi Kerajaan Kachari di India Timur.
Setelah berhasil menginvasi Kerajaan Kachari, Agha Muhammad Reza mengklaim kemerdekaan dari Inggris. Agha Muhammad Reza kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai Imam Mahdi.
Pada akhirnya, Agha Muhammad Reza ditangkap oleh East India Company (EIC), kongsi dagang Inggris, dan dipenjara di Kalkutta.
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah , juga mengaku sebagai Imam Mahdi dan mengklaim telah menerima wahyu dari Tuhan. Selain itu, dalam usahanya untuk melegitimasi sebagai Imam Mahdi, Mirza Ghulam Ahmad mendirikan gerakan Ahmadiyah. Melalui Ahmadiyah inilah, Mirza Ghulam Ahmad menyalurkan segala idenya.
Tokoh lain yang mengaku diri sebagai Imam Mahdi adalah Juhaiman Al-Otabi. Ia adalah teroris yang telah menyerang Masjidil Haram di Mekkah pada 1979.
Pengepungan yang dilakukan bersama ratusan orang itu berlangsung pada 20 November 1979. Ia mengaku sebagai Imam Mahdi karena tidak puas dengan Kerajaan Arab Saudi yang telah kehilangan wibawanya karena korupsi dan westernisasi.
Juhaiman juga menyerang para ulama yang gagal memprotes kebijakan kerajaan Arab yang dinilai mengkhianati Islam. Ia juga menuduh para ulama telah menerima pemerintahan kafir dan menawarkan kesetiaan kepada penguasa yang korup.
Syaikh Mutawalli Sya'rawi mengatakan masih banyak kelompok yang mengaku Imam Mahdi dan jumlah mereka tidak dapat dihitung kecuali Allah yang menghitungnya.
Terkadang Al-Mahdi mereka ini bermanfaat bagi suatu kaum, meskipun juga menimbulkan mudharat bagi kaum yang lain, sebagaimana yang kita ketahui dari Al-Mahdi dari kawasan barat. Ada sesuatu yang dipuji dan sesuatu yang dicela dari Al-Mahdi ini.
Menurutnya, Al-Mahdi ini dan orang-orang sepertinya lebih baik daripada Al-Mahdi yang diakui Rafidhah, yaitu Al-Mahdi yang tidak dilihat dan tidak ditemukan beritanya sampai sekarang, ia tidak memberikan manfaat sama sekali baik untuk dunia maupun untuk agama. "Bahkan dengan mayakini adanya timbullah kerusakan dan kejahatan yang tidak dapat menghitungnya kecuali Allah SWT."
Hadis Shahih
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah sebagaimana dinukil Syaikh Mutawalli Sya'rawi mengatakan, hadis-hadis yang dijadikan hujjah atas munculnya Al-Mahdi adalah shahih. Hadis-hadis tersebut telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad dan lainnya dari Ibnu Mas'ud dan sahabat-sahabat yang lain.
"Dalam menyikapi hadis-hadis ini banyak orang yang melakukan kesalahan. Segolongan orang mengingkarinya dan mengambil hujjah dari hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah, yaitu bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda, 'Tidak ada Al-Mahdi kecuali Isa bin Maryam', padahal hadis ini adalah dhaif. Muhammad bin Al-Walid Al-Baghdadi dan lainnya telah menggunakan hadis dhaif ini sebagai dasar dan ini adalah sesuatu yang tidak dibenarkan," ujar Ibnu Taimiyah.
Hadis ini diriwayatkan Ibnu Majah dari Yunus dari Asy-Syafi'i, dan Asy-Syafi'i meriwayatkannya dari seorang lelaki dari penduduk Yaman yaitu Muhammad bin Khalid Al-Jundi, seorang yang tidak dapat dijadikan hujjah. Hadis ini juga tidak terdapat dalam Munad Asy-Syafi'i. Sungguh dikatakan bahwa sesungguhnya Asy-Syafi'i tidak mendengar hadis itu dari Al-Jundi dan Yunus tidak mendengarnya dari Asy-Syafi'i. sindonews
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: