Sementara Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia Ustaz Farid Nu'man Hasan mengatakan, dalam bingkai kenegaraan, sebaiknya negara memasukkan mereka sebagai agama tersendiri. Sehingga posisinya sama dengan Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Sehingga mereka disebut dengan agama Ahmadiyah dan agama Syiah.
Syiahindonesia.com - Isu mengafirmasi (peneguhan, penegasan) hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia sempat ramai diperbincangkan menyusul adanya wacana yang terlontar dari Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Namun belakangan diklarifikasi oleh Menag.
Gus Yaqut mengatakan, terkait persoalan Syiah dan Ahmadiyah ini, selaku Menag akan mendudukkan persoalan ini dengan semestinya. "Semua warga negara itu kedudukannya sama di muka hukum. Dia mau Syiah, mau Ahmadiyah, mau NU, mau Muhammadiyah, mau siapa pun di depan hukum itu sama," kata Gus Yaqut kepada SINDOnews Minggu lalu (27/12/2020).
Lalu, bagaimana pandangan Islam terkait Syiah dan Ahmadiyah dan bagaimana status keduanya dalam bingkai kenegaraan?
Menurut Dai lulusan Mesir yang juga pakar ilmu linguistik Arab Ustaz DR Miftah el-Banjary mengatakan, persoalan Syiah dan Ahmadiyyah itu sebenarnya simple saja dan jangan dibuat-buat menjadi alasan politis dan alibi pembenaran seakan-akan mereka terzhalimi dan kelompok mereka harus dilindungi. "Bukan begitu. Solusinya, sebenarnya kembali pada sikap kedua penganut aliran itu. Mau berpegang pada prinsip agama yang mana yang diakui sah oleh perundangan negara kita?" kata Ustaz Miftah.
Ahmadiyyah jelas dalam pengakuan aqidah mereka meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi bagi mereka dan tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai seorang nabi akhir zaman. Hal itu jelas keluar dan menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Sebab, ajaran Islam bertumpu pada dua prinsip utama, Syahadatain; Asyhadu alla ilaha illallah wa Asyhadu anna Muhammadar-Rasulullah (Aku bersaksi tiada ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah).
Jika ada pengingkaran terhadap kedua prinsip di atas, Al-Qur'an secara tegas menyatakan:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS Ali Imran: 85)
Jika atas nama HAM, setiap orang atau setiap kelompok bebas mengakui siapa saja yang menjadi Nabi bagi mereka, selain Nabi Muhammad, maka point utamanya yang harus digarisbawahi bahwa mereka tidak boleh lagi mengatasnamakan diri mereka atau kelompok mereka itu bagian dari agama Islam.
"Jika kemudian kelompok semacam ini telah melakukan verifikasi sebagai agama baru dan kemudian disahkan oleh undang-undang negara, ya silakan saja dilindungi dan diberikan perlindungan hukum. Sebab mereka telah mendapat perlindungan dari konstitusi negara," kata Dai asal Kalimantan Selatan ini.
Namun, jika belum ada pengakuan resmi, jelas mengakui dan memberikan perlindungan terhadap sekte semacam ini merupakan sebuah sikap pengkhianatan dan penodaan terhadap konstitusi negara itu sendiri.
Mengenai Syiah pun demikian, meskipun memang agak rumit menentukan pemisahan dengan aqidah Islam. Walhasil, tanpa menambahkan dengan nama Islam, itu jauh lebih baik lagi.
Sebab, sekte Syiah sendiri terbagi pada 12 sekte, seperti sekte Syiah Zaidiyyah, Syiah al-Imamiyyah, Syiah Kisaniyyah, Syiah al-Ghaliyyah, Syiah al-Ismailiyyah, dll. Memang, ada sekte Syiah yang hanya sebatas mengakui para imam yang suci dari kalangan ahli bait, tanpa menggeser Nubuwwah Nabi Muhammad dengan posisi Sayyidina Ali bin Abi Thalib semisal Syiah Ismailiyyah.
Namun, ada sekte yang ekstrem dan menyimpang yang mana mereka bukan saja tidak mengakui Nubuwwah Nabi Muhammad, akan tetapi mengakui Imam Ali lah yang seharusnya menjadi seorang Nabi, sebab Jibril katanya salah orang saat menurunkan wahyu.
"Bahkan, ada yang mengangkat posisi Imam Ali sebagai Tuhan mereka, ini jelas sangat menyesatkan dan bertentangan dengan konsep aqidah keislaman. Lebih mirip dengan konsep dalam agama Kristen sebenarnya," terang Ustaz Miftah.
Sebenarnya akan panjang sekali pembicaraan jika kita membahas soal aliran-aliran dan sekte dari Syiah ini, lebih tepatnya kita sebut saja sebagai 'Agama Syiah'.
"Intinya, agar tak ada lagi perdebatan, apakah Syiah atau Ahmadiyyah menyimpang atau tidak dari ajaran kemurnian agama Islam, lebih baiknya kita sebut saja, Agama Syiah dan Agama Ahmadiyyah," kata Ustaz Miftah.
Sebab, dengan memposisikan mereka sebagai sebuah agama baru, tentu mudah bagi kita untuk kembali melihat dasar hukum mereka apakah layak diakui sebagai agama yang dilindungi dan disahkan oleh konstitusi atau bukan? Bagi kelompok mereka, baik Syiah dan Ahmadiyyah ini, jelas mereka memiliki aqidah yang berbeda dengan konsep Islam Ahlussunnah waljama'ah.
Akan tetapi, hal inilah yang menjadi alasan politis bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk terus memelihara ekstensi kelompok kecil ini agar tetap dibiarkan dan dilindungi. Tujuannya untuk mudah dijadikan potensi pemantik kekacauan dan adu domba.
Sementara Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia Ustaz Farid Nu'man Hasan mengatakan, dalam bingkai kenegaraan, sebaiknya negara memasukkan mereka sebagai agama tersendiri. Sehingga posisinya sama dengan Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Sehingga mereka disebut dengan agama Ahmadiyah dan agama Syiah.
"Masalah sering muncul karena mereka masih merasa muslim, namun berbeda dengan ajaran Islam dalam hal-hal yang pokok. Seperti Ahmadiyah masalah kenabian dan kitab suci yang berbeda. Mereka memiliki kitab Tadzkirah dan meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Adapun bagi Ahmadiyah Lahore, dia adalah Mujaddid saja," kata Ustaz Farid.
Perbedaan dengan Syiah Rafidhah juga pokok yaitu menyikapi para sahabat Nabi, di mana mereka mencaci makinya bahkan sampai ada yang mengkafirkannya. Ini tidak bisa ditutup-tutupi.
"Belum lagi masalah tuduhan bahwa Al-Qur'an saat ini tidak lengkap, selebihnya disembunyikan para sahabat Nabi, dan sebagainya. Kaum syiah mungkin menyangkal ini tapi peneliti sunni dan sebagian syiah sendiri mengakuinya," terang Ustaz Farid.
Sebelumnya, Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti meminta rencana mengafirmasi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah harus dikaji terlebih dahulu dan dari banyak perspektif yang berbeda. Selain itu, Abdul Mu'ti mengatakan saat ini masyarakat Indonesia memerlukan suasana tenang. Sehingga, diharapkan tidak ada wacana yang membuat kegaduhan.
"Cuma sebaiknya dibuat kajian dulu dari banyak perspektif," ungkapnya. sindonews.com
Wallahu A'lam
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: