Breaking News
Loading...

Perlawanan Suriah Berhasil Merebut Hama, Mengapa Kota Ini Begitu Penting?

Syiahindonesia.com - Pada Kamis (5/12/2024), Hama di Suriah direbut oleh pasukan oposisi setelah berhari-hari terjadi bentrokan hebat di pedesaannya yang menyusul serangan kilat perlawanan di seluruh Suriah barat laut.

Hama adalah kota besar kedua di Suriah yang jatuh setelah perlawanan menguasai Aleppo pada Jumat (29/11) dan banyak kota serta desa lain di barat laut negara itu.

Di tengah kemajuan pesat yang mengejutkan seluruh Timur Tengah, The New Arab mengulas pentingnya kota tersebut serta kepentingan historisnya sebagai sarang aktivitas anti-Assad.

Pembantaian Hama 1982

Sepanjang akhir 1970-an dan awal 80-an, rezim Suriah di bawah pimpinan ayah Presiden Bashar al-Assad, Hafez, melancarkan perang terhadap Perlawanan Islam yang berpuncak pada pemberontakan di Hama pada Februari 1982.

Dalam upaya untuk meredakan pemberontakan, militer rezim yang dipimpin oleh paman Bashar, Rifaat al-Assad, melancarkan kampanye militer yang melibatkan penggunaan pesawat terbang dan artileri dalam skala besar terhadap permukiman warga sipil, diikuti oleh serangan darat.

Diperkirakan sebanyak 40.000 orang tewas dalam Pembantaian Hama, dan Rifaat, yang kemudian mengasingkan diri di Eropa, dijuluki sebagai “Penjagal Hama”.

Pada Maret, Rifaat didakwa oleh jaksa agung Swiss dengan tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pemberontakan sipil 2011

Ketika protes pro-demokrasi meletus di seluruh Suriah pada Maret 2011, Hama juga mengalami pemberontakan besar-besaran terhadap rezim, yang melibatkan puluhan ribu penduduk.

Protes di Hama memunculkan beberapa adegan yang paling menonjol dari pemberontakan 2011.

Ini termasuk lagu revolusioner “Yallah Erhal ya Bashar”, yang diterjemahkan menjadi “Ayo, Bashar, pergi”, yang secara luas dianggap diciptakan oleh Ibrahim Qashoush, meskipun ada beberapa perselisihan tentang asal-usulnya.

Protes di kota itu mencapai puncaknya pada Juli 2011, dengan laporan sebanyak setengah juta orang di Hama turun ke jalan untuk berunjuk rasa pada 1 Juli sambil meneriakkan slogan-slogan anti-rezim.

Dengan besarnya aksi protes di Hama, pada 31 Juli rezim mengerahkan pasukannya ke jalan-jalan kota, dengan sekitar 100 orang tewas pada hari itu sebagai bagian dari tindakan keras tersebut.

Homs dan sekitarnya

Hama tidak hanya memiliki sejarah penting, tetapi juga merupakan lokasi yang strategis.

Dengan jatuhnya Hama ke tangan pemberontak, pintu kini terbuka menuju kota besar lainnya, Homs, yang terletak di jalan raya M5 Aleppo-Damaskus.

Tidak seperti Hama, Homs menjadi saksi pertempuran sengit antara perlawanan dan rezim selama beberapa tahun setelah protes awal, yang pertama kali pecah di sekitar menara jam utama kota.

Homs adalah kota yang sangat strategis bagi rezim tersebut, terletak di persimpangan antara ibu kota Suriah, Damaskus, dan provinsi pesisir Tartus dan Latakia, tempat banyak pendukung rezim, serta pangkalan angkatan laut dan udara Rusia berada.

Jatuhnya Hama, merupakan pukulan lain terhadap kedudukan rezim setelah hilangnya Aleppo, membalikkan persepsi luas bahwa rezim telah memenangkan konflik yang pecah pada 2011 setelah penindasan penduduk.

Hal ini juga kemungkinan akan memicu tindakan anti-rezim lebih lanjut, termasuk protes sipil dan pemberontakan bersenjata.

Di provinsi Daraa di Suriah selatan, mantan pejuang perlawanan mulai menyerang posisi rezim. Daraa telah direbut kembali oleh rezim dengan dukungan dari angkatan udara Rusia pada 2018, dengan banyak pejuang perlawanan menerima kesepakatan rekonsiliasi yang didukung Rusia untuk tetap berada di provinsi tersebut.

Di provinsi tetangga Suwieda, yang mayoritas penduduknya beragama Druze, protes anti-rezim yang telah berlangsung sejak 2023 dipicu oleh kemenangan perlawanan dan kemungkinan akan terus berlanjut di tengah tekanan militer terhadap rezim. (zarahamala/arrahmah.id)





************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: