Syiahindonesia.com - Doktrin al-Wilayah merupakan salah satu konsep fundamental dalam ajaran Syiah yang menegaskan kepemimpinan mutlak para tokoh mereka setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ. Konsep ini tidak hanya menempatkan para pemimpin Syiah dalam kedudukan yang hampir setara dengan nabi, tetapi juga menganggap kepemimpinan mereka sebagai bagian integral dari keimanan seorang Muslim. Bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah, konsep ini jelas bertentangan dengan akidah Islam yang murni dan membawa penyimpangan serius.
1. Konsep Al-Wilayah dalam Syiah
Doktrin al-Wilayah dalam Syiah menyatakan bahwa umat Islam harus tunduk sepenuhnya kepada pemimpin mereka (yang disebut imam) sebagai pemegang otoritas penuh dalam semua aspek agama dan kehidupan. Mereka meyakini bahwa keimanan seorang Muslim tidak sah tanpa pengakuan terhadap al-Wilayah.
2. Dalil Syiah yang Sering Digunakan untuk Al-Wilayah
Syiah sering menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditafsirkan sesuai dengan keyakinan mereka untuk mendukung konsep ini. Salah satunya adalah ayat berikut:
"إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ"
"Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan salat dan menunaikan zakat seraya mereka rukuk." (QS. Al-Maidah: 55)
Mereka menafsirkan ayat ini untuk mengklaim bahwa kepemimpinan setelah Rasulullah ﷺ harus diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.
3. Bantahan Ahlus Sunnah terhadap Konsep Al-Wilayah
Kepemimpinan Bukan Bagian dari Rukun Iman
Dalam Ahlus Sunnah, keimanan seorang Muslim tidak bergantung pada pengakuan terhadap pemimpin tertentu. Rukun iman jelas dan tegas: beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, serta takdir baik dan buruk. Tidak ada satu pun dalil dalam Al-Qur’an atau hadis yang menyatakan bahwa keimanan tergantung pada pengakuan terhadap seorang pemimpin manusia.
Kepemimpinan yang Dipilih oleh Musyawarah
Ahlus Sunnah menegaskan bahwa kepemimpinan setelah wafatnya Rasulullah ﷺ adalah hasil musyawarah di kalangan sahabat Nabi, sebagaimana yang terjadi dalam pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama. Ini sesuai dengan prinsip syura dalam Islam:
"وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ"
"Sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka." (QS. Asy-Syura: 38)
Bahaya Pengkultusan Pemimpin
Doktrin al-Wilayah berpotensi menjerumuskan umat Islam kepada pengkultusan individu, yang sangat dilarang dalam Islam. Menganggap seorang manusia memiliki otoritas mutlak dalam agama hampir setara dengan mempersekutukan Allah.
4. Dampak Penyimpangan Konsep Al-Wilayah
Konsep al-Wilayah menciptakan perpecahan di antara umat Islam dan menumbuhkan sikap fanatik terhadap para pemimpin Syiah. Ini juga membuka pintu bagi ajaran-ajaran sesat lainnya, seperti doktrin maksum (ketidakbersalahan) para imam dan penolakan terhadap kepemimpinan Khulafa' Rasyidin.
Kesimpulan
Doktrin al-Wilayah dalam Syiah adalah konsep yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Kepemimpinan umat Islam harus didasarkan pada prinsip syura dan tidak boleh dijadikan syarat keimanan. Menolak konsep ini adalah bagian dari menjaga kemurnian akidah Islam dan menjauhkan diri dari segala bentuk pengkultusan manusia.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: