1. Tidak Ada Dalil Al-Qur’an tentang Imamah
Syiah berpendapat bahwa Al-Qur'an mengisyaratkan konsep Imamah dalam beberapa ayat. Salah satu ayat yang sering digunakan oleh Syiah adalah:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ruku'."
(QS. Al-Maidah: 55)
Syiah menafsirkan bahwa ayat ini merujuk kepada Imam Ali. Namun, Ahlus Sunnah menegaskan bahwa ayat ini berbicara secara umum tentang keutamaan orang-orang beriman yang taat, bukan menunjuk kepada kepemimpinan eksklusif Ali bin Abi Thalib atau keturunannya.
2. Sunnah Rasulullah ﷺ Tidak Menyebut Penunjukan Imam
Tidak ada satu hadits pun yang sahih dan eksplisit menyatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ menunjuk Imam Ali sebagai penggantinya dalam hal kepemimpinan umat Islam. Dalam sebuah hadits shahih, Nabi ﷺ bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي
"Berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku."
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan bahwa kepemimpinan umat setelah Rasulullah ﷺ berada di tangan Khulafaur Rasyidin yang dipilih melalui musyawarah, bukan berdasarkan penunjukan langsung atau garis keturunan.
3. Prinsip Kepemimpinan dalam Islam adalah Musyawarah
Ahlus Sunnah menegaskan bahwa Islam mengajarkan konsep musyawarah dalam memilih pemimpin, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
"Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka."
(QS. Asy-Syura: 38)
Para sahabat Nabi ﷺ juga mempraktikkan musyawarah ini dalam pemilihan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Ini menunjukkan bahwa tidak ada penunjukan khusus oleh Nabi ﷺ mengenai siapa yang harus menjadi pemimpin umat.
4. Konsep Kemaksuman Imam: Bertentangan dengan Ajaran Islam
Syiah meyakini bahwa para Imam mereka adalah sosok yang maksum. Namun, dalam Islam, hanya Nabi Muhammad ﷺ yang dijamin kemaksumannya. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul."
(QS. Ali Imran: 144)
Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada figur yang memiliki otoritas mutlak dalam Islam setelah Rasulullah ﷺ.
5. Bahaya Kultus Individu dalam Islam
Islam melarang pengkultusan individu dalam bentuk apa pun. Nabi Muhammad ﷺ sendiri mengajarkan sikap tawadhu' dan melarang umatnya mengkultuskan dirinya secara berlebihan. Beliau bersabda:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ
"Janganlah kalian mengkultuskanku sebagaimana kaum Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam."
(HR. Bukhari)
Ajaran ini menegaskan bahwa setiap bentuk pengkultusan dalam Islam adalah penyimpangan dari ajaran Rasulullah ﷺ.
Kesimpulan
Penolakan Ahlus Sunnah terhadap konsep Imamah dalam Syiah didasarkan pada kurangnya dalil yang jelas dalam Al-Qur'an dan hadits, serta bertentangan dengan ajaran Islam tentang musyawarah, larangan kultus individu, dan kemurnian akidah. Islam mengajarkan bahwa kepemimpinan umat harus didasarkan pada musyawarah dan ijtihad yang dilakukan oleh para ulama dan tokoh umat, bukan melalui penunjukan atau garis keturunan tertentu.
(albert/Syiahindonesia.com)
0 komentar: