Syiahindonesia.com - Salah satu ajaran utama dalam Syiah adalah konsep Imamah, yaitu keyakinan bahwa kepemimpinan umat Islam harus diwariskan secara turun-temurun kepada keturunan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Menurut Syiah, para imam mereka memiliki kedudukan yang maksum (terjaga dari dosa) dan memiliki otoritas spiritual serta politik yang lebih tinggi dari seluruh umat Islam. Namun, apakah konsep Imamah ini berasal dari ajaran Islam yang asli? Ataukah ia merupakan bid’ah yang diada-adakan belakangan?
1. Tidak Ada Dalil Imamah dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber utama hukum Islam, namun di dalamnya tidak terdapat satu pun ayat yang secara eksplisit menyebut konsep Imamah sebagaimana yang diyakini oleh Syiah. Allah ﷻ berfirman:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. An-Nisa: 59)
Ayat ini tidak menyebut bahwa kepemimpinan hanya boleh dipegang oleh keturunan Ali. Sebaliknya, Islam mengajarkan musyawarah dalam memilih pemimpin, sebagaimana yang dipraktikkan oleh Khulafaur Rasyidin.
2. Praktik Khilafah Bertentangan dengan Imamah Syiah
Setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, para sahabat memilih Abu Bakar radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah melalui musyawarah. Jika memang Rasulullah ﷺ telah mewasiatkan kepemimpinan kepada Ali, mengapa tidak ada satupun sahabat yang secara eksplisit menyebutkan wasiat tersebut?
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Wajib atas kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Peganglah sunnah itu erat-erat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap perkara baru adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676)
Hadis ini menegaskan bahwa kepemimpinan setelah Rasulullah ﷺ tidak hanya terbatas pada satu keluarga, melainkan mengikuti metode Khulafaur Rasyidin yang dipilih berdasarkan musyawarah.
3. Status Kemaksuman Imam: Tidak Berdasar dalam Islam
Syiah meyakini bahwa para imam mereka adalah maksum, yaitu tidak pernah melakukan dosa dan selalu berada dalam kebenaran. Keyakinan ini bertentangan dengan ajaran Islam karena hanya para nabi yang memiliki sifat maksum. Allah ﷻ berfirman:
وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا
“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An-Nisa: 28)
Para sahabat Nabi pun adalah manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan, tetapi mereka mendapat pengampunan dan ridha dari Allah.
4. Kontradiksi dalam Doktrin Imamah Syiah
Doktrin Imamah Syiah mengalami berbagai kontradiksi:
Tidak ada dalil yang jelas dalam Al-Qur’an.
Bertentangan dengan sistem khilafah yang dijalankan oleh para sahabat.
Keyakinan tentang kemaksuman imam tidak memiliki dasar yang kuat dalam Islam.
Syiah sendiri terpecah dalam menentukan imam setelah wafatnya Imam Ja’far Ash-Shadiq.
Jika Imamah adalah bagian dari ajaran Islam yang hakiki, seharusnya ia tidak menyebabkan perpecahan internal dalam Syiah itu sendiri.
Kesimpulan
Konsep Imamah yang diyakini oleh Syiah tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an dan hadis. Sebaliknya, Islam mengajarkan sistem kepemimpinan berdasarkan musyawarah dan pemilihan yang adil, sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat. Doktrin Imamah yang menuntut kepemimpinan turun-temurun dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu bukanlah ajaran Islam yang murni, melainkan bid’ah yang diada-adakan kemudian. Oleh karena itu, kaum Muslimin harus berhati-hati dalam memahami konsep kepemimpinan Islam yang benar.
(Albert/Syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: