1. Tidak Ada Dalil Jelas dalam Al-Qur’an tentang Imamah
Ahlus Sunnah menolak konsep Imamah karena tidak ada dalil eksplisit dalam Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa para pemimpin Islam harus berasal dari keturunan tertentu atau bahwa mereka memiliki status maksum.
Sebagai contoh, Allah berfirman:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
"Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka."
(QS. Asy-Syura: 38)
Ayat ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam Islam ditentukan melalui musyawarah, bukan penunjukan keturunan tertentu.
2. Tidak Ada Konsep Kemaksuman dalam Ajaran Islam
Syiah mengklaim bahwa para imam mereka maksum seperti halnya Nabi Muhammad ﷺ. Namun, Ahlus Sunnah menolak konsep ini karena Al-Qur’an hanya menyebutkan kemaksuman bagi para nabi dan rasul dalam menyampaikan wahyu.
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
"Dan dia (Nabi Muhammad) tidak berbicara dari hawa nafsunya. Itu tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."
(QS. An-Najm: 3-4)
Ayat ini hanya berbicara tentang kemaksuman Nabi Muhammad ﷺ dalam hal penyampaian wahyu, bukan kepada keturunannya.
3. Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin sebagai Contoh Nyata
Ahlus Sunnah meyakini bahwa kepemimpinan umat Islam setelah Nabi ﷺ telah dijalankan oleh para Khulafaur Rasyidin berdasarkan musyawarah dan persetujuan umat. Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib dipilih melalui proses musyawarah, bukan melalui penunjukan keturunan.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي
"Berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku."
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan pentingnya mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin sebagai bagian dari ajaran Islam.
4. Penafsiran Ayat tentang Kepemimpinan
Syiah sering merujuk pada ayat berikut untuk mendukung konsep Imamah:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا
"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman..."
(QS. Al-Maidah: 55)
Ahlus Sunnah menafsirkan ayat ini secara umum, yaitu bahwa setiap orang beriman yang memenuhi syarat ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya bisa menjadi pemimpin. Ini tidak menunjuk kepada individu tertentu seperti Imam Ali atau keturunannya.
5. Bahaya Fanatisme terhadap Keturunan
Konsep Imamah dalam Syiah juga dianggap dapat menimbulkan fanatisme terhadap keturunan tertentu dan mengabaikan kriteria keimanan, akhlak, dan kemampuan dalam memilih pemimpin. Dalam Islam, Rasulullah ﷺ menekankan pentingnya memilih pemimpin yang adil dan bertakwa, bukan sekadar berdasarkan garis keturunan.
Kesimpulan
Ahlus Sunnah menolak konsep Imamah Syiah karena tidak memiliki dasar yang jelas dalam Al-Qur'an dan hadits, serta bertentangan dengan prinsip musyawarah dalam Islam. Kepemimpinan dalam Islam didasarkan pada kriteria keimanan, akhlak, dan kemampuan, bukan pada keturunan atau konsep kemaksuman yang tidak dibenarkan oleh ajaran Islam.
(albert/Syiahindonesia.com)
0 komentar: