Syiahindonesia.com - Kaum Syiah mengklaim bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewasiatkan kepemimpinan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu secara langsung. Namun, benarkah ada wasiat seperti itu? Dalam pandangan Ahlus Sunnah, klaim ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an maupun hadits yang sahih. Bahkan, sejarah mencatat bahwa tidak ada satupun sahabat Nabi yang memahami adanya wasiat semacam itu.
Tidak Ada Wasiat Khusus untuk Ali bin Abi Thalib
Para ulama Ahlus Sunnah menegaskan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menunjuk pengganti secara eksplisit. Jika memang ada wasiat seperti yang diklaim Syiah, tentu para sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan mengetahuinya dan melaksanakannya.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ
"Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka." (QS. Asy-Syura: 38)
Ayat ini menegaskan bahwa kepemimpinan dalam Islam ditentukan melalui musyawarah, bukan melalui wasiat pribadi. Jika benar Nabi telah mewasiatkan kepemimpinan kepada Ali, mengapa para sahabat utama seperti Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu 'anhum tidak mengetahuinya? Justru mereka memilih khalifah berdasarkan syura, bukan karena ada wasiat khusus dari Nabi.
Hadits Ghadir Khum: Salah Tafsir Syiah
Syiah sering menggunakan hadits Ghadir Khum sebagai bukti wasiat imamah Ali bin Abi Thalib. Namun, hadits ini hanya menunjukkan keutamaan Ali, bukan penunjukan sebagai khalifah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كُنْتُ مَوْلَاهُ فَعَلِيٌّ مَوْلَاهُ
"Barang siapa yang menjadikanku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya." (HR. Tirmidzi)
Dalam bahasa Arab, kata mawla memiliki banyak makna, termasuk sahabat, penolong, dan pelindung. Jika hadits ini benar-benar bermakna wasiat kepemimpinan, tentu para sahabat akan segera membaiat Ali setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun, kenyataannya, tidak ada seorang pun yang memahami hadits ini sebagai perintah untuk menjadikan Ali sebagai khalifah setelah Nabi.
Kesalahan Konsep Imamah dalam Syiah
Syiah mendasarkan doktrin imamah mereka pada anggapan bahwa kepemimpinan dalam Islam harus bersifat ilahi dan diwariskan secara turun-temurun kepada keturunan tertentu. Namun, konsep ini tidak memiliki dasar dalam Al-Qur'an maupun hadits sahih. Islam tidak mengenal sistem kepemimpinan yang diwariskan berdasarkan keturunan, melainkan melalui musyawarah dan pemilihan yang adil.
Selain itu, dalam sejarah, para imam yang diakui Syiah sendiri tidak pernah mengklaim sebagai pemimpin yang harus diikuti secara mutlak. Sebagai contoh, Imam Ja’far Ash-Shadiq rahimahullah, yang diklaim sebagai imam keenam dalam Syiah, tidak pernah menyatakan dirinya sebagai pemimpin yang ditunjuk oleh Allah. Sebaliknya, beliau dikenal sebagai ulama besar yang dihormati oleh seluruh umat Islam, termasuk ulama Ahlus Sunnah.
Kontradiksi Syiah dalam Mengklaim Wasiat Nabi
Jika benar ada wasiat kenabian yang menetapkan Ali sebagai imam, maka seharusnya tidak ada perpecahan dalam Syiah sendiri. Namun faktanya, Syiah terpecah menjadi banyak sekte karena ketidaksepakatan dalam masalah imamah. Beberapa sekte seperti Ismailiyah, Zaidiyah, dan Itsna Asyariyah memiliki pandangan yang berbeda mengenai siapa yang berhak menjadi imam.
Hal ini menunjukkan bahwa doktrin wasiat imamah dalam Syiah bukanlah sesuatu yang jelas dan mutlak, melainkan hanya klaim yang tidak memiliki landasan kuat.
Kesimpulan
Klaim Syiah tentang adanya wasiat Nabi untuk Ali bin Abi Thalib tidak memiliki landasan yang kuat dalam Islam. Sistem kepemimpinan dalam Islam berdasarkan musyawarah, bukan penunjukan secara turun-temurun seperti yang diklaim Syiah. Jika benar ada wasiat kenabian, tentu para sahabat akan mengetahuinya dan mengikutinya. Namun, fakta sejarah membuktikan bahwa umat Islam sejak awal telah memilih pemimpin mereka berdasarkan prinsip musyawarah.
Sebagai umat Islam, kita harus berhati-hati terhadap klaim-klaim yang tidak berdasar dan selalu kembali kepada Al-Qur’an dan hadits yang sahih dalam memahami ajaran Islam yang benar.
Wallahu a'lam bishawab.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: