Syiahindonesia.com - Konsep wasiat dalam Islam memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan kepemimpinan dan ajaran agama. Dalam ajaran Syiah, konsep wasiat menjadi salah satu landasan utama yang membedakan mereka dari Sunni. Mereka meyakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewasiatkan kepemimpinan umat kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dan keturunannya. Namun, benarkah klaim ini didukung oleh fakta atau hanya sebuah bentuk manipulasi sejarah?
Konsep Wasiat dalam Islam
Dalam Islam, wasiat merupakan salah satu bentuk pesan terakhir yang diberikan oleh seseorang sebelum wafat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur’an:
كتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
"Diwajibkan atas kamu, apabila salah seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta, berwasiat untuk ibu bapak dan kaum kerabatnya secara ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 180)
Ayat ini menunjukkan bahwa wasiat adalah hal yang dianjurkan, terutama dalam konteks harta benda dan hak-hak keluarga. Namun, apakah wasiat dalam Islam juga mencakup penunjukan pemimpin secara khusus?
Klaim Syiah tentang Wasiat Nabi kepada Ali: Sebuah Distorsi
Kaum Syiah meyakini bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah berwasiat secara eksplisit kepada Ali bin Abi Thalib sebagai penerusnya. Salah satu dalil yang mereka gunakan adalah hadits Ghadir Khum:
مَن كُنْتُ مَولاهُ فَعَلِيٌ مَولاهُ
"Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya."
(HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Namun, para ulama Sunni menegaskan bahwa hadits ini tidak ada kaitannya dengan penunjukan kepemimpinan. Konteks hadits ini lebih kepada penghormatan kepada Ali, bukan sebagai wasiat politik yang mengikat. Tidak ada bukti yang sahih bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam secara eksplisit mewasiatkan kepemimpinan hanya kepada Ali dan keturunannya.
Kebenaran dalam Pandangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Dalam ajaran Sunni, kepemimpinan dalam Islam bersifat musyawarah. Setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat sepakat mengangkat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah pertama melalui proses syura. Ini sesuai dengan prinsip yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُم
"Sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka." (QS. Asy-Syura: 38)
Ayat ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam Islam harus ditentukan melalui musyawarah, bukan melalui wasiat eksklusif kepada individu tertentu. Jika memang ada wasiat jelas dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka para sahabat yang merupakan orang-orang terbaik pasti akan mengikutinya. Fakta bahwa mereka justru bermusyawarah menunjukkan bahwa klaim Syiah tidak memiliki dasar kuat.
Kesimpulan: Propaganda Syiah yang Menyesatkan
Konsep wasiat yang dipegang oleh Syiah terkait kepemimpinan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu adalah distorsi sejarah yang tidak memiliki landasan kuat. Sementara mereka mengklaim adanya wasiat eksplisit dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kenyataannya Islam mengajarkan sistem musyawarah dalam kepemimpinan. Umat Islam harus waspada terhadap narasi yang digunakan untuk menyesatkan dan memecah belah persatuan Islam. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami sejarah dan ajaran Islam yang benar agar tidak terjebak dalam propaganda Syiah yang menyimpangkan kebenaran.
Wallahu a'lam bishawab.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: