Breaking News
Loading...

 Tinjauan Kritik Terhadap Konsep Ghadir Khum Syiah


Syiahindonesia.com
- Salah satu doktrin utama dalam ajaran Syiah adalah keyakinan bahwa peristiwa Ghadir Khum merupakan dalil penunjukan langsung Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun, benarkah peristiwa ini dapat dijadikan dasar bagi konsep imamah sebagaimana yang diyakini oleh Syiah? Artikel ini akan mengkaji secara mendalam makna Ghadir Khum berdasarkan sumber-sumber Islam yang sahih.

Apa yang Terjadi di Ghadir Khum?

Ghadir Khum adalah sebuah tempat antara Makkah dan Madinah, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan khutbah kepada para sahabatnya dalam perjalanan pulang dari Haji Wada' (Haji Perpisahan). Dalam kesempatan itu, beliau bersabda:

مَنْ كُنْتُ مَوْلاهُ فَعَلِيٌّ مَوْلاهُ

"Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya (mawla), maka Ali adalah pemimpinnya." (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan lainnya)

Syiah menafsirkan kata mawla dalam hadits ini sebagai "pemimpin" atau "khalifah yang ditunjuk," dan menjadikannya dasar bagi konsep imamah. Namun, benarkah interpretasi ini sesuai dengan makna yang sebenarnya?

Makna Sebenarnya dari Kata Mawla

Para ulama Ahlus Sunnah menjelaskan bahwa kata mawla memiliki banyak arti dalam bahasa Arab, di antaranya adalah:

  1. Pemimpin atau wali (tetapi tidak selalu dalam arti politik)

  2. Sahabat atau teman dekat

  3. Pelindung atau penolong

  4. Orang yang dicintai

Dalam konteks Ghadir Khum, mayoritas ulama memahami bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang menegaskan kecintaan dan kedekatan Ali dengan kaum Muslimin, bukan menunjuknya sebagai pemimpin politik setelah beliau.

Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa kata mawla di sini berarti "kekasih" atau "orang yang wajib dicintai," bukan "khalifah yang diangkat secara khusus."

Fakta Historis: Abu Bakar Dipilih Melalui Musyawarah

Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam benar-benar telah menunjuk Ali sebagai khalifah, tentu para sahabat akan segera berbaiat kepadanya. Namun, sejarah menunjukkan bahwa setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kepemimpinan diberikan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu melalui musyawarah di Saqifah Bani Sa'idah. Ini membuktikan bahwa tidak ada wasiat khusus untuk Ali bin Abi Thalib.

Bahkan, Ali sendiri membaiat Abu Bakar, Umar, dan Utsman tanpa pernah menuntut hak kekhalifahan berdasarkan peristiwa Ghadir Khum. Hal ini menjadi bukti bahwa Ghadir Khum tidak bermakna penunjukan politik.

Kesalahan Syiah dalam Menafsirkan Ghadir Khum

  1. Mengabaikan Konteks Historis

    • Hadits Ghadir Khum disampaikan dalam konteks menghadapi sebagian sahabat yang kurang menghargai Ali. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin menegaskan bahwa mencintai Ali adalah bagian dari ajaran Islam, bukan dalam konteks pengangkatan khalifah.

  2. Bertentangan dengan Prinsip Syura dalam Islam

    • Dalam Al-Qur'an, kepemimpinan dalam Islam ditegakkan berdasarkan musyawarah:

      وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ "Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka." (QS. Asy-Syura: 38)

  3. Ali Tidak Pernah Mengklaim Wasiat dari Nabi

    • Jika memang Ghadir Khum bermakna penunjukan, seharusnya Ali menuntut haknya atas kepemimpinan. Namun, dalam berbagai riwayat, Ali tetap membaiat khalifah-khalifah sebelumnya dengan lapang dada.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis dalil dan fakta sejarah, dapat disimpulkan bahwa peristiwa Ghadir Khum tidak bisa dijadikan dalil bagi klaim Syiah tentang imamah. Kata mawla dalam hadits tersebut lebih tepat diartikan sebagai "sahabat dekat" dan "orang yang wajib dicintai," bukan "pemimpin yang ditunjuk."

Dengan demikian, keyakinan Syiah tentang wasiat kepemimpinan Ali bin Abi Thalib di Ghadir Khum merupakan bentuk manipulasi dalil yang tidak sesuai dengan pemahaman sahih dalam Islam.

Wallahu a’lam bish-shawab.

(albert/syiahindonesia.com)



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: