Syiahindonesia.com - Setiap tahun, penganut Syiah di berbagai belahan dunia memperingati peristiwa Karbala dengan ritual yang sering kali penuh dengan unsur duka, ratapan, bahkan tindakan menyakiti diri sendiri. Tradisi ini dikenal dengan sebutan Asyura, di mana mereka mengenang wafatnya Husain bin Ali di medan Karbala. Namun, apakah ritual ini benar-benar bagian dari ajaran Islam yang murni, ataukah hanya propaganda politik dan doktrin yang dimanfaatkan oleh Syiah untuk kepentingan tertentu?
1. Sejarah Singkat Peristiwa Karbala
Tragedi Karbala terjadi pada 10 Muharram 61 H, ketika Husain bin Ali bersama para pengikutnya terbunuh di tangan pasukan Yazid bin Muawiyah. Peristiwa ini memang menyedihkan dan menjadi pelajaran bagi umat Islam tentang kezaliman. Namun, pertanyaannya adalah: apakah Islam mengajarkan umatnya untuk meratapi tragedi ini dengan cara yang dilakukan oleh Syiah?
2. Praktik Ritual Karbala dalam Syiah
Peringatan Asyura di kalangan Syiah sering kali melibatkan:
Matam (menampar dan memukul diri sendiri) sebagai bentuk ekspresi kesedihan.
Tatbir (melukai tubuh dengan pedang atau pisau) hingga berdarah-darah.
Latmiyat (nyanyian ratapan dan puisi duka) yang membangkitkan emosi dan kebencian terhadap pihak yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi Karbala.
Arak-arakan dan drama teatrikal yang memperagakan kembali peristiwa Karbala.
Padahal, dalam Islam, Rasulullah ﷺ telah melarang tindakan meratap berlebihan dan menyakiti diri sendiri. Beliau bersabda:
"Bukan termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, merobek pakaian, dan meratap seperti dalam tradisi jahiliyah." (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Ritual Karbala: Ibadah atau Propaganda?
Banyak ulama menilai bahwa ritual Karbala lebih condong kepada propaganda politik daripada ibadah. Berikut beberapa alasannya:
Mengobarkan kebencian terhadap sahabat dan kelompok tertentu: Ritual ini sering kali dimanfaatkan untuk menanamkan permusuhan terhadap kelompok yang berbeda keyakinan dengan Syiah.
Mempromosikan ideologi Syiah: Dengan terus mengulang tragedi Karbala secara emosional, Syiah menanamkan keyakinan bahwa mereka adalah satu-satunya kelompok yang benar dan menjadi korban ketidakadilan sejarah.
Mempertahankan kepemimpinan ulama Syiah: Ritual ini juga menjadi alat politik untuk mempertahankan otoritas ulama Syiah, terutama di negara-negara yang mayoritas berhaluan Syiah.
4. Pandangan Islam Terhadap Ratapan Berlebihan
Dalam Islam, setiap musibah hendaknya disikapi dengan kesabaran, bukan dengan ratapan berlebihan. Allah berfirman:
"(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un'." (QS. Al-Baqarah: 156)
Sikap ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan ketegaran dalam menghadapi ujian, bukan meratap dengan cara yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah ﷺ.
Kesimpulan
Tradisi Karbala yang dipraktikkan oleh Syiah bukanlah bagian dari ajaran Islam yang murni, melainkan lebih condong kepada propaganda politik dan ideologi sektarian. Islam mengajarkan kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi musibah, bukan meratap dan menyakiti diri sendiri. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya berhati-hati terhadap propaganda yang menyusup dalam ritual-ritual yang menyimpang dari ajaran Rasulullah ﷺ.
(Albert/Syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: