Breaking News
Loading...

 Distorsi Sejarah dalam Ritual Karbala


Syiahindonesia.com
- Peristiwa Karbala merupakan salah satu tragedi besar dalam sejarah Islam yang melibatkan kesyahidan cucu Nabi Muhammad ﷺ, Husain bin Ali. Namun, dalam perkembangannya, tragedi ini mengalami banyak distorsi sejarah, terutama dalam ritual peringatan yang dilakukan oleh kelompok Syiah. Mereka menjadikan peristiwa ini sebagai ajang ratapan berlebihan, bahkan hingga melakukan tindakan yang bertentangan dengan syariat Islam. Apakah ritual ini benar-benar mencerminkan ajaran Islam atau justru merupakan bentuk manipulasi sejarah?


Sejarah Tragedi Karbala

Pada tahun 680 M (61 H), Husain bin Ali bersama keluarganya berangkat ke Kufah setelah mendapat banyak dukungan dari penduduk setempat. Namun, dalam perjalanannya, pasukan Yazid bin Muawiyah menghadang rombongan Husain di Karbala, Irak. Dalam pertempuran yang tidak seimbang, Husain dan para pengikutnya dibunuh secara tragis.

Kejadian ini tentu meninggalkan luka mendalam bagi umat Islam, namun Islam mengajarkan untuk bersikap sabar dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Sayangnya, kelompok Syiah mengembangkan ritual tahunan yang dikenal sebagai Hari Asyura dengan berbagai bentuk peringatan yang sering kali menyimpang dari nilai-nilai Islam.


Penyimpangan dalam Ritual Karbala

1. Ratapan Berlebihan dan Penyiksaan Diri

Dalam peringatan Asyura, banyak pengikut Syiah yang melakukan ritual seperti menampar wajah, meratap berlebihan, memukul dada, bahkan menyayat tubuh dengan benda tajam hingga berdarah-darah. Padahal, Islam melarang tindakan meratapi kematian secara berlebihan, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

"Bukan dari golongan kami orang yang menampar pipi, merobek pakaian, dan menyeru dengan seruan jahiliyah." (HR. Bukhari & Muslim)

Tindakan menyiksa diri ini tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam dan lebih mencerminkan praktik-praktik jahiliyah sebelum Islam datang.

2. Pengkultusan Husain bin Ali Secara Berlebihan

Syiah menjadikan peristiwa Karbala sebagai momentum untuk mengkultuskan Husain secara berlebihan, bahkan sering kali melebihi kedudukan Rasulullah ﷺ sendiri. Mereka meyakini bahwa Husain adalah sosok suci yang memiliki kekuatan untuk memberi syafaat tanpa izin Allah. Keyakinan ini bertentangan dengan akidah Islam yang menegaskan bahwa syafaat hanya diberikan dengan izin Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:

"Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya?" (QS. Al-Baqarah: 255)

3. Pemalsuan Sejarah untuk Menyudutkan Sahabat Nabi

Banyak narasi Syiah yang menyudutkan para sahabat Nabi, terutama Yazid bin Muawiyah dan Bani Umayyah, sebagai dalang tunggal tragedi Karbala. Mereka bahkan menuduh sebagian sahabat sebagai pengkhianat. Padahal, tragedi ini lebih kompleks dan tidak bisa hanya disalahkan pada satu pihak. Islam mengajarkan untuk tidak mencela para sahabat, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

"Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, niscaya itu tidak akan menyamai satu mud atau setengahnya dari infak mereka." (HR. Bukhari & Muslim)


Kesimpulan

Peristiwa Karbala memang merupakan tragedi yang memilukan, tetapi cara Syiah memperingatinya dengan ritual yang menyimpang justru bertentangan dengan ajaran Islam. Ratapan berlebihan, penyiksaan diri, pengkultusan Husain, serta pemalsuan sejarah adalah bentuk distorsi yang harus diluruskan. Islam mengajarkan untuk mengambil pelajaran dari sejarah tanpa harus terjerumus dalam praktik-praktik yang tidak sesuai dengan syariat.

Sebagai Muslim, kita harus berpegang teguh kepada ajaran Rasulullah ﷺ dan menjadikan sejarah sebagai sumber hikmah, bukan sebagai alat untuk memupuk kebencian atau mengubah fakta demi kepentingan kelompok tertentu.

Wallahu a’lam bish-shawab.

(albert/syiahindonesia.com)



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: