Syiahindonesia.com - Sudah banyak ulama dan peneliti yang menulis tentang tasawuf serta korelasi erat antara paham Sufisme[1] dan Syi’ah[2]. berikut penjelasan tentang kesamaan ideologi dan manhaj antara keduanya. Misalnya ideology wilayah dalam ajaran Sufi sangat mirip dengan ideology imamah dalam ajaran Syi’ah. Ideologi imam ma’shum versi Syi’ah sama dengan ideology wali mahfuzh versi Sufi. Ta’wil bathiny interpretasi internal dalam pandangan Syi’ah sama dengan Sufi yang biasa mereka sebut dengan rumuz/kode dan isyarah/sinyal. Jika aliran Sufisme mengklasifikasikan agama kepada syariat dan hakikat, maka Syi’ah juga membaginya menjadi tanzil dan ta’wil. Sebagian ulama telah membahas topik-topik ini secara spesifik[3].
Topik bahasan kali ini terfokus pada kesamaan ideologi antara aliran Sufisme dan Syi’ah. Sejauh ini belum ada studi spesifik yang membahas bahaya aliran tersembunyi Rafidhah yang menyamar, berpenetrasi, menunggangi, lantas merusak aliran Sufisme. Karenanya sebagian cendikiawan muslim menyatakan bahwa saat ini tidak ada lagi aliran Sufisme moderat, melainkan semua aliran Sufisme yang ada sekarang adalah ghulat/esktremes[4]. Karena ideologi esktremes Syi’ah sudah sangat mengakar dalam aliran Tasawuf, merekalah yang dari dulu dan sampai saat ini menuntun Sufisme kepada radikalisme dan esktremisme.
Korelasi dan kemiripan ideologi antara Sufisme dan Syi’ah muncul dari sel-sel rahasia yang berpenetrasi dan menyebar dalam Tarekat-tarekat Sufi. Mereka senantiasa memakai topeng Tasawuf, sehingga ada dari sebagian kaum Sufi mempelajari Tasawuf Sunni yang terbebas dari cengkraman radikalisme dan ekstremisme Syi’ah Rafidhah sufistis.
Perlu disadariakan bahaya besar agenda Syi’ah Bathiniah yang menyebar dalam Tarekat Sufi yang penuh dengan khurafat, di mana Sufisme menjadi kuda tunggangan bagi Syi’ah untuk memuluskan berbagai agenda rahasianya.
Yang menarik perhatian adalah bahwa kedua sekte ini, selalu menjadi senjata musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Buktinya, tokoh-tokoh Orientalis sangat tertarik untuk mempelajari kedua sekte ini. Bahkan Donaldson, seorang Orientalis Barat pernah tinggal di Iran selama enam belas tahun untuk mempelajari Syi’ah, sehingga berhasil menulis buku yang berjudul Aqidah ASy-Syi’ah.
Orientalis asal Perancis, Massignon, telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk mempelajari Tasawuf. Ia sangat menggandrungi tokoh ekstremes Sufisme seperti al-Hallaj, hingga ia dijuluki ‘Asyiq al-Hallaj/penyanjung al-Hallaj.
Padahal semua orang tahu bahwa para orientalis tersebut bekerja sebagai penasehat bagi lembaga intelijen dan Kemenlu di negaranya masing-masing. Negaranya menjadikan kajian dan penelitian mereka sebagai dasar mengatur strategi perang dan manuver politik.
Syekh Muhammad al-Ghazali bercerita, bahwa ia pernah membaca laporan rahasia seorang orientalis yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk menghadang penyebaran Islam adalah dengan memelihara dan mendukung sekte dan aliran-aliran sesat yang ada.
Bahaya besar Syi’ah Shafawi tidak terbatas pada misi akidahnya, tetapi juga misi keamanan, politik, dan sosialnya. Majusi Persia yang menjadikan “Syi’ah” sebagai sarana untuk merealisasikan berbagai agendanya termasuk mendirikan Imperium Persia Raya, telah berhasil berpenetrasi ke dalam aliran Sufisme secara khusus, dan masyarakat Islam scara umum. Sufisme dan berbagai aliran lain yang terbius telah menjadi alat penyebaran misi-misi mereka.
Banyaknya varietas tarekat-tarekat Sufi yang tersebar luas di seluruh dunia, juga tingginya posisi sebagian Syekh Sufi di mata beberapa petinggi politik menjadi faktor utama keberhasilan Syi’ah berpenetrasi ke dalam barisan Sufisme. Sebagai bukti, Anda dapat melihat bagaimana Iran berhasil mempengaruhi untuk selanjutnya menyetir beberapa sekte Syi’ah Zaidiah seperti al-Jarudiah[8], dan menjadikannya sebagai boneka untuk menjalankan agenda-agenda politiknya di negara Yaman dan sekitarnya[9]. Lihat pula keberhasilan mereka menguasai politik Libanon melalui milisi Syi’ah “Hizbullah”.
Lebih jauh lagi kita saksikan usaha keras Syi’ah Iran merangkul Syi’ah Nushairiah Suria. Padahal dalam referensi validnya, Syi’ah Imamiah Iran jelas-jelas mengkafirkan Syi’ah Nushairiah[10]. Sebaliknya, Nushairiah juga sangat antipati terhadap Syi’ah Iran disebabkan aliran kebatinan yang mereka anut. Akan tetapi, Iran menjadikan isu Syi’ah sebagai jalan untuk menyebarkan agamanya di kalangan masyarakat Suria, hingga sesuai Khitthah Khamsiniah/Misi 50 tahunnya, Iran berhasil merangkul Nushairiah.
Ini ditandai dengan ‘saling cumbu’ antara para ayatullah Kota Qum dengan pemuka agama Nushairiah. Ambil contoh Hasan al-Syairazi, pasca kunjungannya ke Suria ia langsung menulis buku al-‘Alawiyun Syi’atu Ahli al-Bait/Alawiah adalah pendukung Ahlul Bait[11].Hubungan tersebut meningkat hingga sampai pada sesi berbahaya, yakni pengerahan tentara untuk membela rezim Nushairiah Alawiah di Suria yang dilakukan oleh para Malaali Rafidhah di Qum. Milisi-milisi yang mereka kerahkan meliputi Hizbullah dari Libanon, Brigade Abul Fadhl al-Abbas dari Irak, dan Garda Revolusi dari Iran[12].
Saat ini, Syi’ah Iran sedang melancarkan mega proyek merangkul kaum Sufi dengan merusaknya, lalu mengerahkannya untuk merealisasikan berbagai misi Rafidhah, sama persis dengan Yahudi yang memperalat Kristen demi mencapai ambisinya.
Mayoritas peneliti selalu mengupas isu kesamaan ideologi dan prinsip antara Syi’ah dan Sufisme. Namun mereka alpa dari eksistensi gerakan rahasia Rafidhah yang berpenetrasi di tubuh Sufi. Sama halnya dengan kaum Sufi sendiri yang tidak menyadari esensi gerakan rahasia yang bertopeng Sufisme tersebut. Mereka lalai terhadap kekuatan yang menggerakkan dari belakang, dan tidak menyadari konspirasi besar yang memperalatnya. Kecendrungan Sufisme menjadi Syi’ah saat ini adalah bukti kelicikan missionaris Syi’ah dan kelihaian mereka menerobos pusat-pusat kekuatan dalam tubuh umat Islam.
Tapi ternyata Ahlus Sunnah pun tak luput dari sasaran penyusupan Syi’ah[13].Yang lebih mengejutkan lagi, bahwa di antara mereka yang menjadi korban adalah kalangan Ahlul Hadits dari Ahlus Sunnah, padahal mereka sangat terkenal dengan ketelitian dan kehati-hatiannya.
Syekh Abdullah al-Suwaidi menceritakan cara Syi’ah mengelabui ulama hadits. Beliau berceritera:
Beberapa tokoh Syi’ah turut berkecimpung dalam ilmu hadits dengan mendengar hadits dari ulama Ahlus Sunnah yang tsiqah/terpercaya dan menghapal hadits-hadits tersebut berikut sanadnya. Mereka berusaha menghiasi diri dengan ketakwaaan dan sikap wara’, sehingga dapat dianggap sebagai ulama hadits Ahlus Sunnah. Mereka meriwayatkan hadits shahih dan hasan, kemudian menyusupkan hadits maudhu’/palsu yang mendukung mazhab Syi’ah. Dengan demikian beberapa ulama hadits Ahlus Sunnah dan banyak dari kaum awamnya tertipu dengan ulah mereka. Akan tetapi Allah telah memilih ulama hadits dari umat ini yang mampu menyingkap konspirasi tersebut, mengeluarkan hadits-hadits palsu buatan Syi’ah dan menjelaskannya kepada umat, walhamdulillah[14].
Cara lain yang diperaktekkan oleh tokoh Syi’ah adalah dengan menyamar menjadi ulama Ahlus Sunnah, menciptakan pemikiran yang mirip dengan pemikiran Syi’ah, kemudian menyebarkannya di kalangan Ahlus Sunnah. Syekh Muhammad Abu Zuhrah menganggap Najmuddin al-Thufi (wafat tahun 716 H) adalah salah satu tokoh Syi’ah yang telah mempraktikkan cara ini untuk menyebarkan ajarannya. Pemikiran yang dipromosikan adalah bahwa maslahat harus didahulukan atas nas. Ini murni pemikiran Syi’ah. Sebab Syi’ah mengklaim pasca wafatnya Rasulullah, para imam mereka berhak untuk mengotak-atik nas Al-Qur’an maupun hadits dengan membatasi cakupan atau menghapus nas dan hukumnya. Al-Thufi menjiplak pemikiran ini dengan mengganti kata imam menjadi maslahat, agar pemikirannya laris di kalangan Ahlus Sunnah. Menurut Abu Zuhrah, dengan cara ini al-Thufi bermaksud mengurangi pengkultusan terhadap nas-nas syariat yang selama ini diyakini oleh umat Islam[15].
Kita tidak perlu heran, sebab sekte Syi’ah memang menjadikan Taqiyyah/kemunafikan bagian dari agamanya. Lantaran itu, Khomaini mendorong pengikutnya agar berpenetrasi ke dalam pemerintahan negara-negara Islam demi membela pergerakan rahasia Syi’ah, dan mereka menyebutnya al-Dukhul alSyakli/partisipasi formalitas dalam birokrasi negara[16].
Muhammad Jawad Mughniah, Hakim Ketua di Mahkamah al-Ja’fariah, Beirut justru mewajibkan Machiavellianisme, yang berarti menghalalkan semua cara untuk mencapai tujuan, ia menegaskan bahwa inilah makna taqiyyah dalam agama mereka[17].
Bila Anda masih meragukan besarnya bahaya dari skandal Syi’ah dengan Sufisme, maka perhatikanlah komunikasi tak henti dan kunjungan yang silih berganti antara petinggi-petinggi dua sekte ini. Tingginya kooperasi antara keduanya, bantuan politis tokoh Sufi untuk Syi’ah, dan pengkultusan tokoh Syi’ah yang berhasil berpenetrasi ke tubuh Sufisme, mungkin dapat dijadikan bukti tambahan.
Saat ini kita melihat fenomena baru, di mana Syi’ah memperalat aliran Sufi untuk menghujat dan menyerang Ahlus Sunnah. Terkadang mereka mengambil argumen dari referensi Sufi yang mendukung Rafidhah, lalu mengklaim bahwa itulah manhaj Ahlus Sunnah sebenarnya.
Sebagai contoh, Muhammad Husein al-Zein, salah seorang penulis Syi’ah, dalam bukunya al-Syi’ah fi al-Tarikh, berargumen dengan interpretasi Sulaiman alHanafi al-Naqsyabandi terhadap salah satu hadits Rasulullah:”Sesungguhnya perkara ini tidak akan selesai hingga berlalu dua belas Khalifah di antara mereka, semuanya dari suku Quraisy”[18]. Menurut al-Naqsyabandi mereka adalah imam 12 Syi’ah[19]. Dengan demikian al-Zein mengklaim bahwa mazhabnya telah didukung oleh ulama Ahlus Sunnah[20].
Padahal sebagaimana ditegaskan oleh Dr. Mustafa al-Syaibi: “Tidak ada korelasi sedikit pun antara referensi di atas dengan Ahlus Sunnah, pemikiran yang dianut oleh al-Naqsyabandi adalah pemikiran Sufi yang condong kepada Syi’ah”[21]. Inilah bukti nyata pemikiran ‘Syi’ah Sufistis’ yang berpenetrasi ke aliran Sufisme. Sejak dulu, Ibnu Taimiah telah mengingatkan bahaya besar dari fenomena ini, beliau menulis: “Di antara mereka yang berafiliasi ke salah satu mazhab yang empat, ada orang yang sebenarnya berpaham Rafidhah esktremes”[22].
Mayoritas kaum muslim mengira bahwa kesamaan ideologi antara Syi’ah dan Sufi hanyalah suatu kebetulan dan tidak mengindikasikan adanya hubungan rahasia atau terang-terangan antara pemimpin kedua sekte tersebut. Sebagian lain menganggap kedekatan ideologi ini lumrah adanya, sebagai akibat dari perang pemikiran yang dilancarkan Syi’ah atas Sufisme. Pemahaman ini tentu sangat keliru, walaupun hampir semua orang meyakini demikian. Aliran Sufisme benar-benar telah disusupi bahkan digerakkan oleh tokoh-tokoh Syi’ah yang sejak sekian lama telah bersemayam di dalamnya dan masih terus merongrong dengan berbagai kamuflase dan tipuan, sampai kaum Sufi tunduk sepenuhnya pada ideologi Syi’ah esktremes.
Beberapa Surat Kabar Mesir pernah mempublikasikan laporan Majma’ Buhuts Islamiah tentang proyek penyebaran ideologi Syi’ah kepada para pengikut Sufi di Mesir. Proyek ini dijalankan oleh berbagai lembaga Syi’ah yang menjual isu persamaan Syi’ah dengan Sufisme. Dana proyek tersebut terus mengalir, terlebih lagi setelah Hassan Shinawi, pemimpin tertinggi kaum Sufi Mesir menyatakan tidak ada perbedaan antara Syi’ah dengan Sufi. Selanjutnya Majma’ Buhuts mewanti-wanti dari kemungkinan meningkatnya penganut syi’ah di Mesir, terlebih lagi setelah semakin meningkatnya pengungsi Syi’ah yang migrasi dari Irak[23].
Syi’ah Sufistis telah berusaha mengampanyekan berbagai ideologinya di kalangan Sufisme sejak sekian lama, dengan istilah yang berbeda, namun arti dan hakikatnya sama. Di lain pihak, kita hampir tak pernah mendengar suara moderat dari ahli tasawuf, yang pada hakikatnya tasawuf adalah zuhud terhadap dunia dan konsentrasi penuh dalam ibadah kepada Allah. Ibnu Taimiah menulis: “Sebenarnya ahli tasawuf adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan, sebagaimana kesungguhan mereka yang senantiasa taat kepada Allah”[24].
Sesuai dengan strategi terencana, Syi’ah sengaja menanamkan ideology alwilayah di kalangan penganut Sufi yang diadopsi dari ideologi imamah, AlHifzh/penjagaan Allah atas wali dijadikan pengganti al-Ishmah/imam ma’sum. Syi’ah Sufistis juga membagi agama kepada syariat dan hakikat, sebagaimana Syi’ah Imamiah membaginya kepada tanzild an ta’wil. Syi’ah Sufistis mengklaim bahwa Rasulullah datang membawa syariat dan wali datang membawa hakikat. Sedangkan Syi’ah Imamiah mengkalim bahwa Rasulullah datang membawa tanzil, dan Ali bin Abi Thalib datang membawa ta’wil.
Selain itu Syi’ah Sufistis atau Rafidhah Sufisme juga sengaja menanamkan ritual syirik dan zindiq (kekufuran) di kalangan kaum Sufi. Di Mesir contohnya, kini terdapat lebih dari 6000 mausoleum (bangunan makam yg luas dan megah; monumen makam) yang dikelola oleh Majelis Tinggi Sufi. Menteri Agama Mesir menyampaikan bahwa pada periode 10/07/2005 -30/06/2006, uang sebanyak 52.670.579 Pound Mesir (EGP) telah berhasil dikumpulkan dari ‘sumbangan/nazar’ para pengunjung monumen makam tersebut, padahal jutaan rakyat Mesir hidup di bawah garis kemiskinan.
Situs resmi Sufi merilis berita bahwa mausoleum yang dikunjungi orang setiap harinya untuk Distrik Tihamah (Yaman) saja sudah mencapai 178 monumen. Di tempat ini para pengunjung mempersembahkan kurban, sesajen, dan sumbangan sembari memohon hajat, meminta pertolongan dan keselamatan. Para ilmuan muslim telah membuktikan bahwa Syi’ah Bathiniah adalah oknum pertama yang menciptakan wisata kuburan dan ibadah kubur di tengah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam[25].
Penetrasi Syi’ah ke internal Sufi, peningkatan jumlah, pengaruh praktis, tipu muslihat dan kelicikan, serta bahaya kesyirikan dan zindiq (kekufuran) yang mereka bawa, semuanya menjadi faktor utama kegelapan yang selama ini menimpa kaum Sufi. Sehingga mereka saat ini telah disulap menjadi alat Syi’ah untuk merealisasikan agenda-agenda imperialismenya tanpa mereka sadari.
Kerusakan yang dilakukan oleh sel rahasia gerakan Syi’ah Rafidhah, dampaknya sangat jelas terlihat pada aliran Sufisme zaman ini. Mayoritas tarekat Sufi kini hanya terikat dengan figur Ali ibn Abi Thalib dan Salman al-Farisi radhiyallahu anhuma. Semuanya mengklaim menyimpan ilmu batin tertulis warisan Ali radhiyallahu anhu. Bahkan, asal muasal beberapa tarikat Sufi seperti Naqsyabandiah 100% berasal dari Persia.
Biasanya, setelah sel rahasia Syi’ah berhasil mengkonversi sebuah tarekat Sufi menjadi Syi’ah tulen, maka mereka akan menyingkap tabir taqiyyahnya kepada publik. Inilah yang terjadi pada Tarekat Alkhatmiah. Tarekat Sufi Al-Khatmiah telah mendeklarasikan diri sebagai Tarekat Syi’ah dalam semua aspeknya. Maka tidak mengherankan jika tokoh-tokoh kontemporer tarekat ini selalu berargumentasi dengan hujjah Syi’ah dan mencaci sahabat sama seperti Rafidhah. Begitu pula yang terjadi dengan Tarekat Bektashi, sehingga al-Kautsari menyatakan bahwa Bektashi adalah salah satu julukan dari Syi’ah Imamiah[26]. Hal yang sama terjadi pada Tarekat AlAzmiah[27]. Kemudian orang-orang yang tidak mengetahui esensi gerakan Bathiniah ini mengklaim bahwa persamaan antara kedua sekte tersebut hanyalah sebuah kebetulan.
Manuver lain yang biasa mereka praktekkan adalah klaim berpindah agama dari Ahlus Sunnah kepada Syi’ah, lantas menulis buku yang menceritakan alasanalasan mengapa ia konversi ideologi. Tipuan ini dipercayai begitu saja oleh sebagian orang, padahal esensinya dia adalah oknum Rafidhah Bathiniah yang selama ini bersembunyi di balik jubah tasawuf[28].
Sedikit sekali orang yang bisa membedakan antara Syi’ah Sufistis dan Syi’ah Sufisme dengan Sufisme tulen yang pada dasarnya beraliran Sunni. Topik yang dibahas di sini adalah Syi’ah Sufistis. Adapun Syi’ah Sufisme, maka para pemukanya dengan terang-terangan menampakkan prinsip-prinsip ‘tasawuf menyimpang’ dan ‘Syi’ah ekstremes’. Boleh jadi ini adalah bagian dari rencana strategis untuk mengakomodasi semua jenis tarekat Sufi, sama dengan strategi akomodasi berbagai sekte Syi’ah yang pernah ada dan memadukannya dengan ideologi Syi’ah Imamiah[29].
Khomaini, pendiri Negara Shafawiah Modern misalnya, adalah anggota dari barisan Sufi ekstremes yang meyakini ideology hulul dan ittihad/menyatunya Tuhan dengan hamba-Nya. Khomaini adalah penganut Syi’ah Sufisme, ini dibuktikan dengan pemikiran esktremes Sufi yang ia tuangkan dalam karyanya Mishbah al-Hidayah[30]
dan Sirr al-Shalat[31]. Ia juga mengadopsi pemikiran tokoh esktremis Sufi seperti Ibnu Arabi, yang ia gelari dengan al-Syaikh al-Kabir[32], juga al-Qanawi yang ia beri gelar Khalifah al-Syaikh al-Kabir Muhyiddin[33], dan keduanya adalah penganut Syi’ah Sufisme esktrem. Khomaini juga mengadopsi pemikiran Sufisme esktremes yang menyatakan bahwa kenabian adalah hasil usaha manusia sendiri[34], dan masih banyak lagi prinsip-prinsip dasar Syi’ah yang sama dengan pemikiran Sufisme esktremes[35].
_______________________
[1] Tasawuf atau Sufi adalah tingkatan kedua atau ketiga dalam aliran Sufisme. Pada masa awalnya esensi Sufismeadalah zuhud terhadap dunia dan konsentrasi penuh hanya untuk beribadah kepada Allah, serta bersungguh-sungguh dalam ketaatan. Selanjutnya Sufisme berubah menjadirahbaniah/monastik/biarawan yang penuh dengan bid’ah dan khurafat. Kemudian berubah menjadi penyimpangan akidah dan ritual yang mendalam hingga sampai pada ideologihululdanittihad/menyatu dengan Tuhan. (Lihat,Majmu al-Fatawa, juz XI, h. 18, dst.)
[2] Tasyayyu’ atau Syi’ah yang dimaksudkan disini adalah Syi’ah Imamiah atau 12 imam. Sebab saat ini jika Syi’ah disebut maka merekalah yang dimaksud. Selain golongan ini ada juga Isma’iliah dan Zaidiah.Esensinya aliran Imamiah bukanlah Syi’ah, melainkan Sabaiah Bathiniyah Rafidhah. (Lihat,Ushul Mazhab al-Syi’ah, cet IV, juz I, h. 61-65)
[3] Di antaranya: – Al-Syaibi, Dr. Mustafa Kamil (Penganut Syi’ah dari Irak), al-Shilah Baina al-Tashawwuf wa al-Tasyayyu’danal-Fikr al-Syi’i wa al-Niza’at al-Shufiyah Hatta Mathla’ al-Qarn al-Tsani Asyr. – Mundakar, Falah ibn Isma’il, al-Alaqah Baina al-Tasyayyu’ wa al-Tashawwuf. – Al-Hamam, Ziyad ibn Abdullah, al-Alaqah Baina al-Shufiyah wa al-Imamiyah.
[4] Seperti Syekh Ihsan Ilahi Zhahir. Beliau pernah berkata:”Dulunya aku mengira bahwa sebagian tokoh ekstremeslah yang merusak Sufisme, dan bahwa sikap esktrem dan radikal yang telah menjerumuskan mereka kepada celaan sehingga menyerupai Syi’ah. Akan tetapi, setelah mengkaji secara mendalam, berafiliasi ke dalam sekte-sekte mereka, membaca karya tulis, meneliti biografi dan sejarah mereka, aku simpulkan bahwa tidak ada kemoderatan dalam aliran Sufisme, persis sama dengan Syi’ah. Bagi mereka kemoderatan adalah perkara tabu.”(Al-Tashawwuf, al-Mansya’ wa alMashdar, h. 6)
[5] Di antara hasil karya penulis, Mas’alat al-Taqrib Baina al-Sunnah wa al-Syi’ah, Ushul Mazhab alSyi’ah al-Imamiah al-Itsna Asyariah, Brutukulat Ayat Qum,al-Bid’ah al-Maliah Inda al-Syi’ah alImamiah, Haqiqat Ma Yusamma Bi Zabur Aal Muhammad, al-Bara’ah Min al-Musyrikin Inda alSyi’ah al-Imamiah, al-Syi’ah wa al-Tasyayyu'(Buku ini disusun bersama Dr. Salman al-Audah, kajian atas buku karya Ahmad al-Kasrawi, professor di Tahran University dan ketua MK Iran).
[6] Seperti buku al-Mujaz Fi al-Adyan wa al-Firaq wa al-Mazahib, yang disusun bersama Prof. Dr. Nashir al-Aql, juga bukual-Aqidah wa al-Adyan wa al-Ittijahat al-Mu’ashirah, yang dijadikan kurikulum kelas III SMA.
[7] Mata pelajaran Tasawuf, mata pelajaran yang terbaru di Qassim University, dan baru pertama kali diterapkan di Saudi Arabia.
[8] Houtsiyah yang berkembang di Yaman pada dasarnya beraliran al-Jarodiah. Namun kini mereka telah bermetamorfosa menjadi Syi’ah Itsna Asyariyah. Artinya mereka adalah kolaborasi dari ideologi Jarodiah Rafidhah dengan Itsna Asyariah kontemporer.
[9] Lihat Aljazeera Center For Studies, Sana,al-Houtsiyah Fi al-Yaman. Lihat juga, al-Hajari, Abu Saleh ibn Abdullah, Tahawwulat al-Zaidiah wa Awamil Zhuhur al-Houtsiah.
[10] Lihat Bihar al-Anwar, juz XXV, h. 285.
[11] Lihat Mas’alat al-Taqrib, juz I, h. 383, Ushul Mazhab al-Syi’ah, juz III, h. 20.
[12] Dana yang digunakan untuk membiayai tentara bayaran ini diambil dari minyak milik rakyat Irak.
[13] Untuk mengetahui konspirasi mereka lebih detail, silahkan baca Muhktashar al-Tuhfah al-Istna alAsyariah, h. 25-47, Mas’alat al-Taqrib, juz I, h. 61-83.
[14] Naqdh Aqa’id al-Syi’ah, h. 25-26.
[15] Lihat Ibn Hanbal, h. 361. Dalam kitab ini Abu Zuhrah menyebutkan biografi al-Thufi (h, 361362). Biografi al-Thufi juga tercantum di, Ibn Rajab,Dzail Thabaqat al-Hanabilah, juz IV, h. 409-421.
[16] Al-Hukumah al-Islamiah, h. 142.
[17] Al-Syi’ah Fi al-Mizan, h. 49.
[18] HR. Muslim, Kitab al-Imarah, Bab an-Nas Taba’un Liquraiys wa al-Khalifatu Min Quraisy, no. 1821.
[19] Interpretasi tersebut jelas keliru. Sebab dari 12 imam versi Syi’ah hanya Ali dan Hasan radhiyallahu anhumayang pernah menjadi khalifah.Tidak seorang pun dari mereka mengklaim haknya menjadi khalifah, bahkan Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. Sedangkan imam ke-12 yang mereka klaim adalah sosok fiktif yang tak pernah ada, lalu bagaimana ia diangkat menjadi imam atau khalifah?
[20] Liha tAl-Syi’ah Fi al-Tarikh, h. 118.
[21] Al-Shilah Baina al-Tashawwuf wa al-Tasyayyu’, h. 110.
[22] Minhaj al-Sunnah, juz IV, h. 133.
[23] Situs Islam Memo,http//:www.islammemo.cc/akhbar/arab/2007/11/01/53752.html.
[24] Majmu’ al-Fatawa, juz XI, h. 18.
[25] Lihat Ibn Taimiah,al-Radd Ala al-Akhna’i, h. 47.
[26] Lihat MuqaddimahKasyf Asrar al-Bathiniah.
[27] Buktinya dapat dilihat pada bukuSyubhat Haula al-Syi’ah, terbitan Lembaga Riset Tarekat Alazamiah. Dalam buku ini mereka membela dan ikut mempromosikan beberapa ideologi Syi’ah, seperti Imamah (juz I, h. 110-112), Abdullah ibn Saba’ hanya legenda dan sosok fikif (juz II, h. 17, 94), legalisasi taqiyyah (juz III, h. 13), kritik atas kejujuran sahabat (juz III, h. 70), klaim kemaksuman para imam (juz IV, h. 45, 99), legalisasi nikah Mut’ah (juz V, h. 89-90), ideologial-Bada'(juz VI, h. 5152),al-Intizhar/penantian imam ghaib (juz VI, h. 84,al-Raj’ah/kembalilnya imam ghaib (juz VI, h. 116).
[28] Di antara penganut Sufsime esktremes adalah Muhmammad al-Tijani, ia telah menulis beberapa buku yang mendukung pemikirannya, namun dalam berbagai dialog interaktif di beberapa stasiun TV seperti AlMustakillah TV, ia malah tidak berkutik sama sekali. Sosok lain adalah Muhammad Mare alAntaki, ia pernah mengklaim diri sebagai Qadhi al-Qudhat/hakim tertinggi Ahlus Sunnah di Aleppo, Suria, padahal tak seorangpun dari ulama Aleppo yang mengenalnya. Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah pernah berkata kepadaku (penulis):”Orang ini anonim sama sekali tidak dikenal baik di Aleppo, apalagi di Suria, ia bodoh dan tak mampu berargumen.” Menurut penulis orang ini termasuk dalam dalam barisan rahasia aliran Bathiniah, atau memang tokoh fiktif.
[29] Lihat Ushul Mazhab al-Syi’ah, juz III, h. 19-dst.
[30] Lihat Mishbah al-Hidayah, h. 134, 142, 145.
[31] Lihat Sirr al-Shalat, h. 178.
[32] Idem, h. 84, 94, 112.
[33] Idem, h. 110.
[34] Idem, h. 148-149.
[35] Lihat Ushul Mazhab al-Syi’ah, juz III, h. 213-216.
Markazinayah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Topik bahasan kali ini terfokus pada kesamaan ideologi antara aliran Sufisme dan Syi’ah. Sejauh ini belum ada studi spesifik yang membahas bahaya aliran tersembunyi Rafidhah yang menyamar, berpenetrasi, menunggangi, lantas merusak aliran Sufisme. Karenanya sebagian cendikiawan muslim menyatakan bahwa saat ini tidak ada lagi aliran Sufisme moderat, melainkan semua aliran Sufisme yang ada sekarang adalah ghulat/esktremes[4]. Karena ideologi esktremes Syi’ah sudah sangat mengakar dalam aliran Tasawuf, merekalah yang dari dulu dan sampai saat ini menuntun Sufisme kepada radikalisme dan esktremisme.
Korelasi dan kemiripan ideologi antara Sufisme dan Syi’ah muncul dari sel-sel rahasia yang berpenetrasi dan menyebar dalam Tarekat-tarekat Sufi. Mereka senantiasa memakai topeng Tasawuf, sehingga ada dari sebagian kaum Sufi mempelajari Tasawuf Sunni yang terbebas dari cengkraman radikalisme dan ekstremisme Syi’ah Rafidhah sufistis.
Perlu disadariakan bahaya besar agenda Syi’ah Bathiniah yang menyebar dalam Tarekat Sufi yang penuh dengan khurafat, di mana Sufisme menjadi kuda tunggangan bagi Syi’ah untuk memuluskan berbagai agenda rahasianya.
Yang menarik perhatian adalah bahwa kedua sekte ini, selalu menjadi senjata musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Buktinya, tokoh-tokoh Orientalis sangat tertarik untuk mempelajari kedua sekte ini. Bahkan Donaldson, seorang Orientalis Barat pernah tinggal di Iran selama enam belas tahun untuk mempelajari Syi’ah, sehingga berhasil menulis buku yang berjudul Aqidah ASy-Syi’ah.
Orientalis asal Perancis, Massignon, telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk mempelajari Tasawuf. Ia sangat menggandrungi tokoh ekstremes Sufisme seperti al-Hallaj, hingga ia dijuluki ‘Asyiq al-Hallaj/penyanjung al-Hallaj.
Padahal semua orang tahu bahwa para orientalis tersebut bekerja sebagai penasehat bagi lembaga intelijen dan Kemenlu di negaranya masing-masing. Negaranya menjadikan kajian dan penelitian mereka sebagai dasar mengatur strategi perang dan manuver politik.
Syekh Muhammad al-Ghazali bercerita, bahwa ia pernah membaca laporan rahasia seorang orientalis yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk menghadang penyebaran Islam adalah dengan memelihara dan mendukung sekte dan aliran-aliran sesat yang ada.
Bahaya besar Syi’ah Shafawi tidak terbatas pada misi akidahnya, tetapi juga misi keamanan, politik, dan sosialnya. Majusi Persia yang menjadikan “Syi’ah” sebagai sarana untuk merealisasikan berbagai agendanya termasuk mendirikan Imperium Persia Raya, telah berhasil berpenetrasi ke dalam aliran Sufisme secara khusus, dan masyarakat Islam scara umum. Sufisme dan berbagai aliran lain yang terbius telah menjadi alat penyebaran misi-misi mereka.
Banyaknya varietas tarekat-tarekat Sufi yang tersebar luas di seluruh dunia, juga tingginya posisi sebagian Syekh Sufi di mata beberapa petinggi politik menjadi faktor utama keberhasilan Syi’ah berpenetrasi ke dalam barisan Sufisme. Sebagai bukti, Anda dapat melihat bagaimana Iran berhasil mempengaruhi untuk selanjutnya menyetir beberapa sekte Syi’ah Zaidiah seperti al-Jarudiah[8], dan menjadikannya sebagai boneka untuk menjalankan agenda-agenda politiknya di negara Yaman dan sekitarnya[9]. Lihat pula keberhasilan mereka menguasai politik Libanon melalui milisi Syi’ah “Hizbullah”.
Lebih jauh lagi kita saksikan usaha keras Syi’ah Iran merangkul Syi’ah Nushairiah Suria. Padahal dalam referensi validnya, Syi’ah Imamiah Iran jelas-jelas mengkafirkan Syi’ah Nushairiah[10]. Sebaliknya, Nushairiah juga sangat antipati terhadap Syi’ah Iran disebabkan aliran kebatinan yang mereka anut. Akan tetapi, Iran menjadikan isu Syi’ah sebagai jalan untuk menyebarkan agamanya di kalangan masyarakat Suria, hingga sesuai Khitthah Khamsiniah/Misi 50 tahunnya, Iran berhasil merangkul Nushairiah.
Ini ditandai dengan ‘saling cumbu’ antara para ayatullah Kota Qum dengan pemuka agama Nushairiah. Ambil contoh Hasan al-Syairazi, pasca kunjungannya ke Suria ia langsung menulis buku al-‘Alawiyun Syi’atu Ahli al-Bait/Alawiah adalah pendukung Ahlul Bait[11].Hubungan tersebut meningkat hingga sampai pada sesi berbahaya, yakni pengerahan tentara untuk membela rezim Nushairiah Alawiah di Suria yang dilakukan oleh para Malaali Rafidhah di Qum. Milisi-milisi yang mereka kerahkan meliputi Hizbullah dari Libanon, Brigade Abul Fadhl al-Abbas dari Irak, dan Garda Revolusi dari Iran[12].
Saat ini, Syi’ah Iran sedang melancarkan mega proyek merangkul kaum Sufi dengan merusaknya, lalu mengerahkannya untuk merealisasikan berbagai misi Rafidhah, sama persis dengan Yahudi yang memperalat Kristen demi mencapai ambisinya.
Mayoritas peneliti selalu mengupas isu kesamaan ideologi dan prinsip antara Syi’ah dan Sufisme. Namun mereka alpa dari eksistensi gerakan rahasia Rafidhah yang berpenetrasi di tubuh Sufi. Sama halnya dengan kaum Sufi sendiri yang tidak menyadari esensi gerakan rahasia yang bertopeng Sufisme tersebut. Mereka lalai terhadap kekuatan yang menggerakkan dari belakang, dan tidak menyadari konspirasi besar yang memperalatnya. Kecendrungan Sufisme menjadi Syi’ah saat ini adalah bukti kelicikan missionaris Syi’ah dan kelihaian mereka menerobos pusat-pusat kekuatan dalam tubuh umat Islam.
Tapi ternyata Ahlus Sunnah pun tak luput dari sasaran penyusupan Syi’ah[13].Yang lebih mengejutkan lagi, bahwa di antara mereka yang menjadi korban adalah kalangan Ahlul Hadits dari Ahlus Sunnah, padahal mereka sangat terkenal dengan ketelitian dan kehati-hatiannya.
Syekh Abdullah al-Suwaidi menceritakan cara Syi’ah mengelabui ulama hadits. Beliau berceritera:
Beberapa tokoh Syi’ah turut berkecimpung dalam ilmu hadits dengan mendengar hadits dari ulama Ahlus Sunnah yang tsiqah/terpercaya dan menghapal hadits-hadits tersebut berikut sanadnya. Mereka berusaha menghiasi diri dengan ketakwaaan dan sikap wara’, sehingga dapat dianggap sebagai ulama hadits Ahlus Sunnah. Mereka meriwayatkan hadits shahih dan hasan, kemudian menyusupkan hadits maudhu’/palsu yang mendukung mazhab Syi’ah. Dengan demikian beberapa ulama hadits Ahlus Sunnah dan banyak dari kaum awamnya tertipu dengan ulah mereka. Akan tetapi Allah telah memilih ulama hadits dari umat ini yang mampu menyingkap konspirasi tersebut, mengeluarkan hadits-hadits palsu buatan Syi’ah dan menjelaskannya kepada umat, walhamdulillah[14].
Cara lain yang diperaktekkan oleh tokoh Syi’ah adalah dengan menyamar menjadi ulama Ahlus Sunnah, menciptakan pemikiran yang mirip dengan pemikiran Syi’ah, kemudian menyebarkannya di kalangan Ahlus Sunnah. Syekh Muhammad Abu Zuhrah menganggap Najmuddin al-Thufi (wafat tahun 716 H) adalah salah satu tokoh Syi’ah yang telah mempraktikkan cara ini untuk menyebarkan ajarannya. Pemikiran yang dipromosikan adalah bahwa maslahat harus didahulukan atas nas. Ini murni pemikiran Syi’ah. Sebab Syi’ah mengklaim pasca wafatnya Rasulullah, para imam mereka berhak untuk mengotak-atik nas Al-Qur’an maupun hadits dengan membatasi cakupan atau menghapus nas dan hukumnya. Al-Thufi menjiplak pemikiran ini dengan mengganti kata imam menjadi maslahat, agar pemikirannya laris di kalangan Ahlus Sunnah. Menurut Abu Zuhrah, dengan cara ini al-Thufi bermaksud mengurangi pengkultusan terhadap nas-nas syariat yang selama ini diyakini oleh umat Islam[15].
Kita tidak perlu heran, sebab sekte Syi’ah memang menjadikan Taqiyyah/kemunafikan bagian dari agamanya. Lantaran itu, Khomaini mendorong pengikutnya agar berpenetrasi ke dalam pemerintahan negara-negara Islam demi membela pergerakan rahasia Syi’ah, dan mereka menyebutnya al-Dukhul alSyakli/partisipasi formalitas dalam birokrasi negara[16].
Muhammad Jawad Mughniah, Hakim Ketua di Mahkamah al-Ja’fariah, Beirut justru mewajibkan Machiavellianisme, yang berarti menghalalkan semua cara untuk mencapai tujuan, ia menegaskan bahwa inilah makna taqiyyah dalam agama mereka[17].
Bila Anda masih meragukan besarnya bahaya dari skandal Syi’ah dengan Sufisme, maka perhatikanlah komunikasi tak henti dan kunjungan yang silih berganti antara petinggi-petinggi dua sekte ini. Tingginya kooperasi antara keduanya, bantuan politis tokoh Sufi untuk Syi’ah, dan pengkultusan tokoh Syi’ah yang berhasil berpenetrasi ke tubuh Sufisme, mungkin dapat dijadikan bukti tambahan.
Saat ini kita melihat fenomena baru, di mana Syi’ah memperalat aliran Sufi untuk menghujat dan menyerang Ahlus Sunnah. Terkadang mereka mengambil argumen dari referensi Sufi yang mendukung Rafidhah, lalu mengklaim bahwa itulah manhaj Ahlus Sunnah sebenarnya.
Sebagai contoh, Muhammad Husein al-Zein, salah seorang penulis Syi’ah, dalam bukunya al-Syi’ah fi al-Tarikh, berargumen dengan interpretasi Sulaiman alHanafi al-Naqsyabandi terhadap salah satu hadits Rasulullah:”Sesungguhnya perkara ini tidak akan selesai hingga berlalu dua belas Khalifah di antara mereka, semuanya dari suku Quraisy”[18]. Menurut al-Naqsyabandi mereka adalah imam 12 Syi’ah[19]. Dengan demikian al-Zein mengklaim bahwa mazhabnya telah didukung oleh ulama Ahlus Sunnah[20].
Padahal sebagaimana ditegaskan oleh Dr. Mustafa al-Syaibi: “Tidak ada korelasi sedikit pun antara referensi di atas dengan Ahlus Sunnah, pemikiran yang dianut oleh al-Naqsyabandi adalah pemikiran Sufi yang condong kepada Syi’ah”[21]. Inilah bukti nyata pemikiran ‘Syi’ah Sufistis’ yang berpenetrasi ke aliran Sufisme. Sejak dulu, Ibnu Taimiah telah mengingatkan bahaya besar dari fenomena ini, beliau menulis: “Di antara mereka yang berafiliasi ke salah satu mazhab yang empat, ada orang yang sebenarnya berpaham Rafidhah esktremes”[22].
Mayoritas kaum muslim mengira bahwa kesamaan ideologi antara Syi’ah dan Sufi hanyalah suatu kebetulan dan tidak mengindikasikan adanya hubungan rahasia atau terang-terangan antara pemimpin kedua sekte tersebut. Sebagian lain menganggap kedekatan ideologi ini lumrah adanya, sebagai akibat dari perang pemikiran yang dilancarkan Syi’ah atas Sufisme. Pemahaman ini tentu sangat keliru, walaupun hampir semua orang meyakini demikian. Aliran Sufisme benar-benar telah disusupi bahkan digerakkan oleh tokoh-tokoh Syi’ah yang sejak sekian lama telah bersemayam di dalamnya dan masih terus merongrong dengan berbagai kamuflase dan tipuan, sampai kaum Sufi tunduk sepenuhnya pada ideologi Syi’ah esktremes.
Beberapa Surat Kabar Mesir pernah mempublikasikan laporan Majma’ Buhuts Islamiah tentang proyek penyebaran ideologi Syi’ah kepada para pengikut Sufi di Mesir. Proyek ini dijalankan oleh berbagai lembaga Syi’ah yang menjual isu persamaan Syi’ah dengan Sufisme. Dana proyek tersebut terus mengalir, terlebih lagi setelah Hassan Shinawi, pemimpin tertinggi kaum Sufi Mesir menyatakan tidak ada perbedaan antara Syi’ah dengan Sufi. Selanjutnya Majma’ Buhuts mewanti-wanti dari kemungkinan meningkatnya penganut syi’ah di Mesir, terlebih lagi setelah semakin meningkatnya pengungsi Syi’ah yang migrasi dari Irak[23].
Syi’ah Sufistis telah berusaha mengampanyekan berbagai ideologinya di kalangan Sufisme sejak sekian lama, dengan istilah yang berbeda, namun arti dan hakikatnya sama. Di lain pihak, kita hampir tak pernah mendengar suara moderat dari ahli tasawuf, yang pada hakikatnya tasawuf adalah zuhud terhadap dunia dan konsentrasi penuh dalam ibadah kepada Allah. Ibnu Taimiah menulis: “Sebenarnya ahli tasawuf adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan, sebagaimana kesungguhan mereka yang senantiasa taat kepada Allah”[24].
Sesuai dengan strategi terencana, Syi’ah sengaja menanamkan ideology alwilayah di kalangan penganut Sufi yang diadopsi dari ideologi imamah, AlHifzh/penjagaan Allah atas wali dijadikan pengganti al-Ishmah/imam ma’sum. Syi’ah Sufistis juga membagi agama kepada syariat dan hakikat, sebagaimana Syi’ah Imamiah membaginya kepada tanzild an ta’wil. Syi’ah Sufistis mengklaim bahwa Rasulullah datang membawa syariat dan wali datang membawa hakikat. Sedangkan Syi’ah Imamiah mengkalim bahwa Rasulullah datang membawa tanzil, dan Ali bin Abi Thalib datang membawa ta’wil.
Selain itu Syi’ah Sufistis atau Rafidhah Sufisme juga sengaja menanamkan ritual syirik dan zindiq (kekufuran) di kalangan kaum Sufi. Di Mesir contohnya, kini terdapat lebih dari 6000 mausoleum (bangunan makam yg luas dan megah; monumen makam) yang dikelola oleh Majelis Tinggi Sufi. Menteri Agama Mesir menyampaikan bahwa pada periode 10/07/2005 -30/06/2006, uang sebanyak 52.670.579 Pound Mesir (EGP) telah berhasil dikumpulkan dari ‘sumbangan/nazar’ para pengunjung monumen makam tersebut, padahal jutaan rakyat Mesir hidup di bawah garis kemiskinan.
Situs resmi Sufi merilis berita bahwa mausoleum yang dikunjungi orang setiap harinya untuk Distrik Tihamah (Yaman) saja sudah mencapai 178 monumen. Di tempat ini para pengunjung mempersembahkan kurban, sesajen, dan sumbangan sembari memohon hajat, meminta pertolongan dan keselamatan. Para ilmuan muslim telah membuktikan bahwa Syi’ah Bathiniah adalah oknum pertama yang menciptakan wisata kuburan dan ibadah kubur di tengah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam[25].
Penetrasi Syi’ah ke internal Sufi, peningkatan jumlah, pengaruh praktis, tipu muslihat dan kelicikan, serta bahaya kesyirikan dan zindiq (kekufuran) yang mereka bawa, semuanya menjadi faktor utama kegelapan yang selama ini menimpa kaum Sufi. Sehingga mereka saat ini telah disulap menjadi alat Syi’ah untuk merealisasikan agenda-agenda imperialismenya tanpa mereka sadari.
Kerusakan yang dilakukan oleh sel rahasia gerakan Syi’ah Rafidhah, dampaknya sangat jelas terlihat pada aliran Sufisme zaman ini. Mayoritas tarekat Sufi kini hanya terikat dengan figur Ali ibn Abi Thalib dan Salman al-Farisi radhiyallahu anhuma. Semuanya mengklaim menyimpan ilmu batin tertulis warisan Ali radhiyallahu anhu. Bahkan, asal muasal beberapa tarikat Sufi seperti Naqsyabandiah 100% berasal dari Persia.
Biasanya, setelah sel rahasia Syi’ah berhasil mengkonversi sebuah tarekat Sufi menjadi Syi’ah tulen, maka mereka akan menyingkap tabir taqiyyahnya kepada publik. Inilah yang terjadi pada Tarekat Alkhatmiah. Tarekat Sufi Al-Khatmiah telah mendeklarasikan diri sebagai Tarekat Syi’ah dalam semua aspeknya. Maka tidak mengherankan jika tokoh-tokoh kontemporer tarekat ini selalu berargumentasi dengan hujjah Syi’ah dan mencaci sahabat sama seperti Rafidhah. Begitu pula yang terjadi dengan Tarekat Bektashi, sehingga al-Kautsari menyatakan bahwa Bektashi adalah salah satu julukan dari Syi’ah Imamiah[26]. Hal yang sama terjadi pada Tarekat AlAzmiah[27]. Kemudian orang-orang yang tidak mengetahui esensi gerakan Bathiniah ini mengklaim bahwa persamaan antara kedua sekte tersebut hanyalah sebuah kebetulan.
Manuver lain yang biasa mereka praktekkan adalah klaim berpindah agama dari Ahlus Sunnah kepada Syi’ah, lantas menulis buku yang menceritakan alasanalasan mengapa ia konversi ideologi. Tipuan ini dipercayai begitu saja oleh sebagian orang, padahal esensinya dia adalah oknum Rafidhah Bathiniah yang selama ini bersembunyi di balik jubah tasawuf[28].
Sedikit sekali orang yang bisa membedakan antara Syi’ah Sufistis dan Syi’ah Sufisme dengan Sufisme tulen yang pada dasarnya beraliran Sunni. Topik yang dibahas di sini adalah Syi’ah Sufistis. Adapun Syi’ah Sufisme, maka para pemukanya dengan terang-terangan menampakkan prinsip-prinsip ‘tasawuf menyimpang’ dan ‘Syi’ah ekstremes’. Boleh jadi ini adalah bagian dari rencana strategis untuk mengakomodasi semua jenis tarekat Sufi, sama dengan strategi akomodasi berbagai sekte Syi’ah yang pernah ada dan memadukannya dengan ideologi Syi’ah Imamiah[29].
Khomaini, pendiri Negara Shafawiah Modern misalnya, adalah anggota dari barisan Sufi ekstremes yang meyakini ideology hulul dan ittihad/menyatunya Tuhan dengan hamba-Nya. Khomaini adalah penganut Syi’ah Sufisme, ini dibuktikan dengan pemikiran esktremes Sufi yang ia tuangkan dalam karyanya Mishbah al-Hidayah[30]
dan Sirr al-Shalat[31]. Ia juga mengadopsi pemikiran tokoh esktremis Sufi seperti Ibnu Arabi, yang ia gelari dengan al-Syaikh al-Kabir[32], juga al-Qanawi yang ia beri gelar Khalifah al-Syaikh al-Kabir Muhyiddin[33], dan keduanya adalah penganut Syi’ah Sufisme esktrem. Khomaini juga mengadopsi pemikiran Sufisme esktremes yang menyatakan bahwa kenabian adalah hasil usaha manusia sendiri[34], dan masih banyak lagi prinsip-prinsip dasar Syi’ah yang sama dengan pemikiran Sufisme esktremes[35].
_______________________
[1] Tasawuf atau Sufi adalah tingkatan kedua atau ketiga dalam aliran Sufisme. Pada masa awalnya esensi Sufismeadalah zuhud terhadap dunia dan konsentrasi penuh hanya untuk beribadah kepada Allah, serta bersungguh-sungguh dalam ketaatan. Selanjutnya Sufisme berubah menjadirahbaniah/monastik/biarawan yang penuh dengan bid’ah dan khurafat. Kemudian berubah menjadi penyimpangan akidah dan ritual yang mendalam hingga sampai pada ideologihululdanittihad/menyatu dengan Tuhan. (Lihat,Majmu al-Fatawa, juz XI, h. 18, dst.)
[2] Tasyayyu’ atau Syi’ah yang dimaksudkan disini adalah Syi’ah Imamiah atau 12 imam. Sebab saat ini jika Syi’ah disebut maka merekalah yang dimaksud. Selain golongan ini ada juga Isma’iliah dan Zaidiah.Esensinya aliran Imamiah bukanlah Syi’ah, melainkan Sabaiah Bathiniyah Rafidhah. (Lihat,Ushul Mazhab al-Syi’ah, cet IV, juz I, h. 61-65)
[3] Di antaranya: – Al-Syaibi, Dr. Mustafa Kamil (Penganut Syi’ah dari Irak), al-Shilah Baina al-Tashawwuf wa al-Tasyayyu’danal-Fikr al-Syi’i wa al-Niza’at al-Shufiyah Hatta Mathla’ al-Qarn al-Tsani Asyr. – Mundakar, Falah ibn Isma’il, al-Alaqah Baina al-Tasyayyu’ wa al-Tashawwuf. – Al-Hamam, Ziyad ibn Abdullah, al-Alaqah Baina al-Shufiyah wa al-Imamiyah.
[4] Seperti Syekh Ihsan Ilahi Zhahir. Beliau pernah berkata:”Dulunya aku mengira bahwa sebagian tokoh ekstremeslah yang merusak Sufisme, dan bahwa sikap esktrem dan radikal yang telah menjerumuskan mereka kepada celaan sehingga menyerupai Syi’ah. Akan tetapi, setelah mengkaji secara mendalam, berafiliasi ke dalam sekte-sekte mereka, membaca karya tulis, meneliti biografi dan sejarah mereka, aku simpulkan bahwa tidak ada kemoderatan dalam aliran Sufisme, persis sama dengan Syi’ah. Bagi mereka kemoderatan adalah perkara tabu.”(Al-Tashawwuf, al-Mansya’ wa alMashdar, h. 6)
[5] Di antara hasil karya penulis, Mas’alat al-Taqrib Baina al-Sunnah wa al-Syi’ah, Ushul Mazhab alSyi’ah al-Imamiah al-Itsna Asyariah, Brutukulat Ayat Qum,al-Bid’ah al-Maliah Inda al-Syi’ah alImamiah, Haqiqat Ma Yusamma Bi Zabur Aal Muhammad, al-Bara’ah Min al-Musyrikin Inda alSyi’ah al-Imamiah, al-Syi’ah wa al-Tasyayyu'(Buku ini disusun bersama Dr. Salman al-Audah, kajian atas buku karya Ahmad al-Kasrawi, professor di Tahran University dan ketua MK Iran).
[6] Seperti buku al-Mujaz Fi al-Adyan wa al-Firaq wa al-Mazahib, yang disusun bersama Prof. Dr. Nashir al-Aql, juga bukual-Aqidah wa al-Adyan wa al-Ittijahat al-Mu’ashirah, yang dijadikan kurikulum kelas III SMA.
[7] Mata pelajaran Tasawuf, mata pelajaran yang terbaru di Qassim University, dan baru pertama kali diterapkan di Saudi Arabia.
[8] Houtsiyah yang berkembang di Yaman pada dasarnya beraliran al-Jarodiah. Namun kini mereka telah bermetamorfosa menjadi Syi’ah Itsna Asyariyah. Artinya mereka adalah kolaborasi dari ideologi Jarodiah Rafidhah dengan Itsna Asyariah kontemporer.
[9] Lihat Aljazeera Center For Studies, Sana,al-Houtsiyah Fi al-Yaman. Lihat juga, al-Hajari, Abu Saleh ibn Abdullah, Tahawwulat al-Zaidiah wa Awamil Zhuhur al-Houtsiah.
[10] Lihat Bihar al-Anwar, juz XXV, h. 285.
[11] Lihat Mas’alat al-Taqrib, juz I, h. 383, Ushul Mazhab al-Syi’ah, juz III, h. 20.
[12] Dana yang digunakan untuk membiayai tentara bayaran ini diambil dari minyak milik rakyat Irak.
[13] Untuk mengetahui konspirasi mereka lebih detail, silahkan baca Muhktashar al-Tuhfah al-Istna alAsyariah, h. 25-47, Mas’alat al-Taqrib, juz I, h. 61-83.
[14] Naqdh Aqa’id al-Syi’ah, h. 25-26.
[15] Lihat Ibn Hanbal, h. 361. Dalam kitab ini Abu Zuhrah menyebutkan biografi al-Thufi (h, 361362). Biografi al-Thufi juga tercantum di, Ibn Rajab,Dzail Thabaqat al-Hanabilah, juz IV, h. 409-421.
[16] Al-Hukumah al-Islamiah, h. 142.
[17] Al-Syi’ah Fi al-Mizan, h. 49.
[18] HR. Muslim, Kitab al-Imarah, Bab an-Nas Taba’un Liquraiys wa al-Khalifatu Min Quraisy, no. 1821.
[19] Interpretasi tersebut jelas keliru. Sebab dari 12 imam versi Syi’ah hanya Ali dan Hasan radhiyallahu anhumayang pernah menjadi khalifah.Tidak seorang pun dari mereka mengklaim haknya menjadi khalifah, bahkan Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. Sedangkan imam ke-12 yang mereka klaim adalah sosok fiktif yang tak pernah ada, lalu bagaimana ia diangkat menjadi imam atau khalifah?
[20] Liha tAl-Syi’ah Fi al-Tarikh, h. 118.
[21] Al-Shilah Baina al-Tashawwuf wa al-Tasyayyu’, h. 110.
[22] Minhaj al-Sunnah, juz IV, h. 133.
[23] Situs Islam Memo,http//:www.islammemo.cc/akhbar/arab/2007/11/01/53752.html.
[24] Majmu’ al-Fatawa, juz XI, h. 18.
[25] Lihat Ibn Taimiah,al-Radd Ala al-Akhna’i, h. 47.
[26] Lihat MuqaddimahKasyf Asrar al-Bathiniah.
[27] Buktinya dapat dilihat pada bukuSyubhat Haula al-Syi’ah, terbitan Lembaga Riset Tarekat Alazamiah. Dalam buku ini mereka membela dan ikut mempromosikan beberapa ideologi Syi’ah, seperti Imamah (juz I, h. 110-112), Abdullah ibn Saba’ hanya legenda dan sosok fikif (juz II, h. 17, 94), legalisasi taqiyyah (juz III, h. 13), kritik atas kejujuran sahabat (juz III, h. 70), klaim kemaksuman para imam (juz IV, h. 45, 99), legalisasi nikah Mut’ah (juz V, h. 89-90), ideologial-Bada'(juz VI, h. 5152),al-Intizhar/penantian imam ghaib (juz VI, h. 84,al-Raj’ah/kembalilnya imam ghaib (juz VI, h. 116).
[28] Di antara penganut Sufsime esktremes adalah Muhmammad al-Tijani, ia telah menulis beberapa buku yang mendukung pemikirannya, namun dalam berbagai dialog interaktif di beberapa stasiun TV seperti AlMustakillah TV, ia malah tidak berkutik sama sekali. Sosok lain adalah Muhammad Mare alAntaki, ia pernah mengklaim diri sebagai Qadhi al-Qudhat/hakim tertinggi Ahlus Sunnah di Aleppo, Suria, padahal tak seorangpun dari ulama Aleppo yang mengenalnya. Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah pernah berkata kepadaku (penulis):”Orang ini anonim sama sekali tidak dikenal baik di Aleppo, apalagi di Suria, ia bodoh dan tak mampu berargumen.” Menurut penulis orang ini termasuk dalam dalam barisan rahasia aliran Bathiniah, atau memang tokoh fiktif.
[29] Lihat Ushul Mazhab al-Syi’ah, juz III, h. 19-dst.
[30] Lihat Mishbah al-Hidayah, h. 134, 142, 145.
[31] Lihat Sirr al-Shalat, h. 178.
[32] Idem, h. 84, 94, 112.
[33] Idem, h. 110.
[34] Idem, h. 148-149.
[35] Lihat Ushul Mazhab al-Syi’ah, juz III, h. 213-216.
Markazinayah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: